MAKALAH PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Wa’alaikumsalamWr.Wb.
_____________, 2 April 2017
BAB 1
PEMBUKAAN
A. Latar Belakang
Sekian ratus tahun telah berlalu sejak musafir pedagang muslim mulai menginjakkan kakinya di bumi nusantara, kemudian membangun komunitas islam pertama (sebagaimana terbukti adanya batu-batu nisan) sampai akhirnya membentuk pusat-pusat kekuasaanya,yang berbentuk kerajaan-kerajaan. Sekian ratus tahun sejarah itu telah dalam proses dinamika waktu. Dan islam adalah juga konsep sejarah yang terlibat. Islam adalah impian para pedagang /penyebar islam, kemudian menjadi cita-cita akhirnya menjadi sebuah kenyataan dengan terbentuknya kerjaanislam. Meskipun terusik oleh hegemoni kolonialisme barat kenyataan itumakin menjadi cita-cita sehingga pecah perlawanan terhadap kolonialisme barat (belanda)yang mengusikya lalu menjadi kenyataan baru yang melahirkan cita-cita dan begitu seterusnya sampai sekarang.
Sejarah merupakan catatan yang berusaha merekonstruksi hari lampau yang harus di bahas secara cermatdan jujur untuk mendapatkan fakta sejarah yang tersembunyi. Karena dari pengalaman sejarah kita dapat bercermin dan mendapat I'tibar dalam menata dan mengatur serta memperjuangkan islam di masa kini dan mendatang.
Oleh Karena itulah sejarah islam di pelajari namun pemakalah hanya membahas subbab diantara beberapa subbab yang di bahassebagai tugas kelompok dengan judul "PERADABAN ISLAM DI INDONESIA”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedatangan Imperialisme barat ke Indonesia?
2. Bagaimana situasi dan kondis kerajaan-kerjaanislam di Indonesia ketika belanda datang?
3. Apa maksud dan tujuan kedatangan Belanda?
5. Apa saja organisasi islam di Indonesia?
C. Tujuan
Untuk mengetahui perdaban Islam di Indonesia dalam perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia terhadap Imperialisme dan peran Organisasi islam si Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedatangan Imperialisme Barat Di Indonesia
Pada abad ke-16 mulai terdapat suanabaru di perairan Indonesia.Selama berabad-abad perairan nusantara hanya dilayari oleh kapal-kapal di Indonesia dan Asia,seperti Cina, Pegu, Gujarat, Benggala, Persia, dan Arab.Tetapi sejak abad ke-16 perairan nusantara muncul pelaut-pelaut dari Eropa. Kemajuan ilmu dan teknik pelayaran,menyebabkan pelaut-pelaut Eropa itu mampu berlayar dengan menggunakan kapal sampai di perairan Indonesia.
Orang Portugislah yang mula-mula muncul di Indonesia. Kedatangan mereka ke Indonesia,disebabkan beberapa faktor yaitu dorongan ekonomi,mereka ingin mendapatkan keuntungan besar dengan berniaga. Mereka ingin membeli rempah-rempah di Maluku dengan harga rendah dan menjualnya di Eropa dengan harga tinggi.Faktor lainnya yaitu hasrat untuk menyebarkan agama kristen dan melawan orang Islam.Sejak abad ke-8 kaum muslimin menguasai jazirah Andalusia dimana terdapat negara Portugis dan Spanyol.Selama itu pula terjadi perang dan pertarungan antara orang kristen dan kaum muslimin, baik di Andalusia, maupun kemudian di Timur Tengah. Peperangan itu terkenal dengan nama perang salib.[1]
Perang agama dan perang ekonomi menjadi satu karena kaum muslimin di Timur Tengah menghalang-halangi masuknya rempah-rempah dari Indonesia ke negara-negara yang dianggap musuhnya. Pihak muslim di pelopori oleh portugis berusaha mematahkan halangan itu dengan mencari rute pelayaran ke Asia dan disana langsung mengadakan konfontasi terhadap musuh mereka,para pedagang islam.
Faktor lainnya yaitu hasrat berpetualang yang timbul karena sikap hidup yang dinamis. Pelaut-pelaut Portugis itu ingin melihat dunia diluar tanah airnya.
Dengan faktor-faktor lainnya dorongan tersebut itulah, orang Portugis berlayar menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan dan melingkari tanjung harapan (Cope Town) dan menuju ke India. Disana mereka mendirikan pangkalan, dari sana mereka meneruskan operasinya ke Asia Tenggara.
Pimpinan orang Portugis yaitu Albuquerque ia mendengar bahwa pusat perdagangan di Asia Tenggara adalah malak. Di bandara itu bertemu para pedagang dari Cina,India dan Arab maupun para pedagang dari daerah-daerah Indonesia.
Pada abad ke-16 perairan indonesia kedatangan orang Eropa lainnya yaitu orang Belanda, Inggris, Denmark dan Prancis. Pelaut-pelaut Belanda dan Inggris secara bergantian tiba di Indonesia dan biasanya pelaut Inggris mengikuti jejak Belanda. Jika orng Belanda berhasil mendirikan loji di suatu tempat, orang-orang Inggris segera mengikuti jejak belanda. Jika orang belanda berhasil mendirikan loji di suatu tempat,orang-orang inggris segera mengikuti dengan mendirikan pula loji didekatnya. Maksud kedatangan orang belanda dan inggris ke tanah air indonesia tidak berbeda dengan orang portugis dan spanyol, yakni ingin memperoleh rempah-rempah dengan murah.
Setelah kompeni dikepalai oleh Gubernur Jendral J.P. Coen, maka tujuan mereka makin jelas, yakni menguasai perdagangan rempah-rempah di indonesia,secara sendirian atau monopoli. Dalam upaya melaksanakan monopoli, mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Kompeni mulai menguasai berbagai wilayah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Praktik sedemikian itu sudah tentu merugikan kerajaan-kerajaan di Indonesia, sehingga dimana-mana mulai timbul perlawanan terhadap kompeni.
Sekitar tahun 1618-1619, pihak belanda menyerang pangeran wijayakrama dan dapat merebut jayakarta; di atas runtuhan kota tersebut di bangun sebuah kota baru yang diberi nama batavia. Banten yang menganggap dirinya berkuasa atas jayakarta tentu tidak tinggal diam, sehingga sejak itulah timbul permusuhan terus-menerus antara belanda di Batavia, baik berupa perang dingin maupun perang sebenarnya.
B. Keberadaan Kerajaan-kerajaan Islam Di Indonesia Ketika Belanda Datang
Pada bulan April 1595 berlayarlah empat buah kapal belanda menuju kepulauan melayu dibawah pimpinan Cornelis deHoutmen. Kapal itu kecil belum sebesar kapal milik portugis. Tujuan utama perjalanan itu adalah ke Jawa Barat, karena disana tidak ada pengaruh portugis. Pada bulan Juni 1596, setelah berlayar lebih dari satu tahun, keempat kapal ekspedisi yang dipimpin Cornelis deHoutmen tersebut, sampailah di pelabuhan Banten.2Tujuan mereka adalah hendak mencari rempah-rempah dan berdagang, namun melihat kekayaan bangsa indonesia yang berlimpah ruah, mereka akhirnya bertujuan untuk menjajah Indonesia.
Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan kerajaan tersebut bukan hanya berkenan dengan kemajuan politik, tetapi juga dengan proses pengembangan islam di kerajaan-kerajaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk yang sudah memeluk islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama islam baru saja berlangsung.
Di Sumatra, setelah malaka jatuh ketanganportugis, percaturan politik di kawasan selat malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, Portugis, dan johor yang merupakan kelanjutan dari kerajaan malaka Islam.3 Pada abad ke-16, tampaknya aceh menjadi lebih dominan, terutama karena para pedagang muslim menghindar dari malaka, dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh berusaha menarik perdagangan internasional dan antarkepulauan Nusantara. Bahkan ia mencoba menguasai pelabuhan-pelabuhan pengekspor lada, yang membuat kerajaan terakhir ini pada tahun 1564 menjadi daerah vassal dari Aceh.4
Setelah berhasil menguasai daerah-daerah di Sumatra bagian utara, Aceh berusaha menguasai Jambi, pelabuhan pengekspor lada yang banyak dihasilkan di daerah-daerah pedalaman, seperti Minangkabau, dan yang diangkut lewat sungai Indragiri, Kampar, dan Batanghari. Jambi, yang ketika itu sudah Islam, juga merupakan pelabuhan transito, tempat beras dan bahan-bahan lain dari jawa, Cina, India, dan lain-lain diekspor ke Malaka. Selain itu, ekspansi Aceh ketika itu berhasil menguasai perdagangan pantai Barat Sumatra dan mencakup TIKU, Periaman, dan Bengkulu.
Ketika itu Aceh memang sedang berada pada masa kejayaannya, dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Iskandar Muda wafat dalam usia 46 tahun pada 27 Desember 1636. Ia digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani. Sultan ini masih mampu mempertahankan kebesaran Aceh. Akan tetapi, setelah ia meninggal dunia, 15 Februari 1641, Aceh secara berturut-turut dipimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Pada saat itulah Aceh mulai mengalami kemunduran. Daerah-daerah di Sumatra yang dulu berada di bawah kekuasaannya mulai memerdekaan diri.
Meskipun sudah jauh menurun, Aceh masih bertahan lama menikmati kedaulatannya dari intervensi kekuasaan asing. Padahal kerajaan-kerajaan islam lainnya, seperti Minangkabau, Jambi, Riau dan Palembang tidak demikian.
Di Jawa pusat kerajaan islam sudah pindah dari pesisir kedalaman yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram.berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah Islam di Jawa, diantaranya adalah(1) kekuasaan yang sistem politik di dasarkan atas basis agraris,(2) peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran mundur, demikian juga peranan pedagang dan pelayar Jawa, dan (3) terjadinya, pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya.[2]
Pada tahun 1619, seluruh jawa timur praktis sudah berada di kekuasaan Mataram, yang ketika itu di bawah pemerintahan Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Meskipun ekspansi Mataram telah menghancurkan kota-kota pesisir dan mengakibatkan perdagangan setengahnya menjadi lumpuh, namun sebagai penghasil utama dan pengekspor beras, posisi Mataram dalam jaringan perdagangan di Nusantara masih berpengaruh.
Banten di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul penting antara lain karena perdaganngan ladanya dan tempat penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Disamping itu, banten juga menarik perdagangan lada dari Indrapura, Lampung dan Palembang. Produksi ladanya sendiri sebenarnya kurang berati. Merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur akibat politik Mataram dan munculnya Makassar sebagai pusat perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran dagangdi Indonesia Bergeser. Jika di awal abad ke-16, ruteyang di tempuh ialah Maluku – Jawa-Selat malaka, maka di akhir abad itu menjadi Maluku – Makassar - Selat Sunda. Sehubungan dengan perubahan tersebut, Banten dan saingannya, Sunda Kelapa, bertambah strategis.[3]
Di Sulawesi pada akhir abad ke-16, pelabuhan ke Makassar berkembang dengan pesat. Letaknya memang strategis, yaitu tempat persinggahan ke Maluku, Filipina, Cina, Patani, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kepulauan bagian Barat. Akan tetapi, ada faktor-faktor historis lain yang mempercepat perkembangan itu. Pertama, pendudukan Malaka oleh Portugis mengakibatkan terjadinya migrasi pedagang melayu, antara lain ke Makassar. Kedua, arus migrasi melayu bertambah besar setelah Aceh mengadakan ekspedisi terus-menerus ke Johor dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung Melayu. Ketiga, blokade Belanda terhadap Malaka dihindari oleh pedagang-pedagang, baik Indonesia maupun India, Asia Barat dan Asia Timur. Keempat, merosotnya pelabuhan Jawa Timur mengakibatkan fungsinya diambil oleh pelabuhan Makassar. Kelima, usaha Belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makassar mempunyai kedudukan sentral bagi perdagangan antara Malaka dan Maluku. Itu semua membuat pasar berbagai macam barang berkembang di sana.[4]
Sementara itu, Maluku, Banda, Seram dan Ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran pedagang Barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan Tidore dapat terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari Portugis dan Spanyol, namun ia mendapat ancaman dari Belanda yang datang ke sana.
C. Maksud Dan Tujuan Kedatangan Belanda
Tujuan Belanda datang ke Indonesia, pertama-tama adalah untuk mengembangkan uasaha perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan Amsterdam mengirim armada kapal dagangannya yang pertama ke Indonesia tahun 1595, terdiri dari empat kapal, dibawah pimpinan Cornelis deHoutmen. Menyusul kemudian angkatan kedua tahun 1598 dibawah pimpinan vanNede, vanheemskeck, dan vanWarwijck. Selain dari Amsterdam, juga datang beberapa kapal dari berbagai kota di Belanda. Angkatan ketiga berangkat tahun 1599 dibawah pimpinan vanHagen, dan angkatan keempat tahun 1600 dibawah pimpinan vanNeck.[5]
Melihat hasil yang diperoleh Perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain berdiri yang juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia. Pada bulan Maret 1602 perseroan-perseroan itu bergabung dan disahkan oleh Staten-General Republik dengan satu piagam yang memberi hak khusus kepada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang,berlayar, dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung Harapan dan kepulauan Solomon, termasuk kepulauan Nusantara. Perseroan itu bernama vereenigdeOostIndischeCompagnie (VOC).
Melihat isi piagam tersebut, jelas bahwa VOC, disamping berdagang dan berlayar, juga diberi hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan politik dalam rangka menunjang usaha perdagangannya. Sangat boleh jadi, hak politik itu diberikan karena halyang sama juga berlaku bagi negara-negara Eropa lainnya, seperti Portugis yang datang ke kepulauan Indonesia hampir seabad sebelum Belanda. Sebelum itu, Belanda sudah berhasil mendirikan faktotai di Aceh (1601), Pathani (1601) dan Gresik (1602).
VOC yang berpusat di Amsterdam itu merumuskan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Kompeni Belanda itu boleh membuat ataumengadakan perjanjian dengan raja-raja di Hindia Timur atas nama kerajaan Belanda.
2) Kompeni Belanda boleh membangun kota, benteng dan kubu-kubu pertahanan ditempat-tempat yang dipandang perlu.
3) Kompeni Belanda boleh mengadakan serdadu sendiri, gubernur dan pegawai-pegawai sendiri, sehingga berupa pemerintahan.
Dalam pelayaran pertama, VOC sudah mencapai Banten dan Selat Bali. Padad pelayaran kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Dalam angkatan ketiga, mereka sudah terlibat perang melawan Portugis di Ambon, tetapi gagal, yang memaksa mereka untuk mendirikan benteng tersendiri. Mereka kali ini sudah berhasil membuat kontrak dengan pribumi mengenai jual-beli rempah-rempah. Dalam angkatan keempat, mereka berhasil membuka perdagangan dengan Banten danTernate, tetapi mereka gagal merebut benteng Portugis di Tidore.
Dalam usaha mengembangkan perdagangannya , VOC nampak ingin menaklukan monopoli. Karena itu, aktivitasnya yang ingin menguasai perdagangan Indonesia menimbulkan perlawanana pedagang-pedagang pribumi yang merasa kepentingannya terancam. Sistem monopoli itu bertentangan dengan sistem tradisional yang dianut masyarakat. Sikap belanda yang memaksakan kehendak dengan kekerasan semakin memperkuat sikap permusuhan pribumi tersebut. Namun, secara politis VOC dapat menguasai sebagian besar wilayah Indonesia dalam waktu yang cepat.
Pada tahun 1798, VOC dibubarkan dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Sebelumnya, pada 1795 izin operasinya dicabut. Kemunduran, kebangkrutan dan dibubarkannya VOC disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pembukuan yang curang, pegawai sistem paksa dalam pengumpulan bahan-bahan/hasil tanaman produk sehingga menimbulkan kemrosotan moril baik para penguasa maupun penduduk yang sangat menderita.[6]
Dengan bubarnya VOC, pada pergantian abad ke-18 secara resmi Indonesia pindah ke tangan pemerintah belanda. Pemerintahan belanda ini berlangsung sampai tahun 1942, dan hanya diinterupsi pemerintahan Inggris selama beberapa tahun pada 1811-1816. Sampai tahun 1811, pemerintahan Hindia Belanda tidak mengadakan perubahan yang berarti. Bahkan pada tahun 1816, Belanda justru memanfaatkan daerah jajahan untuk memberi keuntungan sebanyak-banyaknya kepada negeri induk, guna menanggulangi masalah Ekonomi Belanda yang sedang mengalami kebangkrutan akibat perang. Pada tahun 1830, pemerintahan Hindia Belanda menjalankansistem tanam paksa. Setelah terusan Suez dibuka dan industri di negeri Belanda sudah berkembang pemerintah menerapakan politik liberal di Indonesia. Perusahaan dan modal swasta dibuka seluas-luasnya. Meskipun dalam politik liberal itu kepentingan dan hak pribumi mendapat perhatian, tetapi pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang berarti. Baru pada tahun 1901 Belanda menerapkan politik etik, politik balas budi.
D. Strategi Politik Belanda
VereenigdeOostIndischeCompagnie (VOC) sejak semula memang diberi izin oleh pemerintah Belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia. Oleh karena itu, VOC dibantu oleh kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan memiliki wilayah,mengadakan perjanjian politik,dan sebagainya. Dengan perlengkapan yang lebih maju, VOC melakukam politik ekspansi. Jadi dapat dikatakan abad ke-17 dan abad ke-18 adalah periode ekspansi dan monopoli dalam sejarah kolonial di Indonesia.[7]
Raja Mataram (Jawa) Sultan Agung sejak semula sudah melihat bahwa Belanda adalah ancaman. Pada tahun 1628 dan 1629m Mataram dua kali melakukan serangan ke Batavia, tetapi gagal. Masuknya pengaruh Belanda ke pusat kekuasaan Mataram adalah karena Amangkurat II (1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo, adipati Maduara, dan pemberontakan kajoran. Pada masa Amangkurat III Mataram mengalami krisis, sementara Belanda telah menggerogoti wilayah dan kekuasaannya. Memang, setiap bantuan yang diberikan Belanda harus dibayar dengan wilayah dan konsesi dagang.
Sejak awal Belanda melihat bahwa dalam jaringan perdagangan di Indonesia bagian Barat, kedudukan Malaka, johor, dan Banten adalah sangat penting. Mereka berpendapat, pelabuhan-pelabuhan itu harus dikuasai. Akhirnya mereka memilih jakarta, daerah yang paling lemah, sebagai basis kegiatannya.
Meluasnya pengaruh Belanda dalam pemerintahan Mataram, dipercepat oleh konfik intern dala, istana. Karena konflik itulah Mataram pada tahun 17551 pecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta, tahun 1757 muncul kekuasaan Mangkunegara, dan akhirnya pada tahun 1813 muncul kekuasaan Pakualam.
Sementara itu, sebagai tetangga terdekat dari basis VOC di Batavia (Jakarta), Banten segera mengalami kemunduran disebabkan oleh politik monopoli VOC. Hubungan dagang antara Banten dan Malaka sebelumnya sangat baik. Rempah-rempah dan lada diperoleh Portugis dari Banten dan Portugis menjual bahan pakaian di Banten. Namun, ketika Ambon dan Banda diblokade Belanda, perdagangan rempah-rempah di Banten menyusut drastis karena perdagangan beralih ke Makassar, sedangkan permintaan bahan pakaian sangat terbatas.
Hubungsn Banten dengan Belanda menjadi meruncing ketika Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta tahun 1651. Sultan Ageng Tirtayasa sangat memusuhi Belanda karena Belanda dipandang menghalangi usaha Banten memajukan usaha perdagangan. Pada tahun 1656 dua kali kapal Belanda dirampas Banten, tetapi itu tidak menimbulkan perang terbuka antara dua belah pihak. Anak Sultan Ageng Tirtayasa,Sultan Haji, yang diangkat menjadi Sultan Muda tahun 1676, ternyata tidak menyenangi sikap politik ayahnya yang memusuhi belanda.Ia ingin mengadakan hubungan baik dengan Belanda. Pada 27 Februari 1682, Sultan Ageng Tirtayasa menyerang surosowan, istana Sultan Haji, yang ketika itu sudah menjadi pimpinan kerajaan Banten. Serangan ini dapat dipatahkan berkat bantuan Belanda, tetapi dengan demikian, Banten praktis berada dibawah kekuasaan Belanda.[8]
Di Sulawesi, Gowa-Tallo melakukan ekspedisi ke daerah-daerah sekitar terutama dalam rangka menghadapi ekspansi Belanda yang mulai besar di sana. Gowa-Tallo mengirim ekspedisi ke Buton, Solor, Sumbawa, Ende, Bima tahun 1626, dan pada tahun berikutnya ke Limboto yang dianggep daerah kekuasaan Ternate. Ke Buton, daerah yang selalu menjadi rebutan antara Makassar dan Ternate, dikirim kembali ekspedisi padatahun 1632-1633. Ternate berusaha mencari bantuan VOC untuk menahan serangan Makassar itu.Belanda kebetulan memang berkepentingan untuk menaklukan Makassar (Gowa-Tallo)karena kerajaan ini menjadi rintangan baginya dalam menerapkan politik monopoli.
Sementara itu, sebagai dua kerajaan yang selalu bersaing, Gowa dan VOC, Sultan Gowa, Sultan hassanudin, mengambil langkah mengambil pengawasan ketat terhadap Bone dan mengerahkan tenagakerja untuk memperkuat pertahanan Makassar. Dalam pertempuran antara Gowa dan Bone, Bone mengalamai kekalahan besar. Orang-orang Bugis kemudian bersatu dibawah pimpinan Arung Palaka untuk melawan Makassar. VOC mendapat keuntungan besar dari persekutuan orang-orang Bugis itu, persekutuan Soppeng dan Bone, bahkan Belanda juga berhasil mengajak Ternate untuk terlibat dalam peperangan melawan Makassar. Dalam peperangan tersebut Makassar mengalami kekalahan. Konfrontasi antara Makassar dan VOC baru berakhir setelah diadakan genjatan senjata pada tanggal 6 November 1667 kemudian perjanjian Bongaya tanggal 13 November 1667. Isi perjanjian itu terutama menekankan prinsip hidup berdampingan secara serasi dalam suasana perdamaian.[9]
Pada waktu genjatan senjata berlangsung sebelum perjanjian disepakati, antara Speelmandari pihak Belanda dan Sultan Hassanudin diadakan pertemuan-pertemuan yang menghasilkan persetujuan. Tuntutan Speelman terdiri dari 26 butir, yang semuanya berisi kepentingan VOC dalam bidang politik, militer dan ekonomi. Dengan demikian, monopoli yangb merupakan tujuan VOC di Indonesia tercapai baik di Makassar maupun di Indonesia bagian timur.
Akan tetapi, banyak kalangan yang tidak menyetujui perjanjian dengan Belanda itu, terutama kalangan yang bersimpati kepada kerajaan Gowa. Oleh karena itu, usaha untuk mendekati sekutu-sekutu lama dilakukan. Pada tahun berikutnya peperangan antara Makassar di satu pihak VOC dan Bugis dipihak lain kembali berkorbar. Makassar kembali dilanda kekalahan. Bahkan istananya mendapat serangan pada tahun 1669. Sultan Hassanudin terpaksa mengungsi. Sebelum istana Somboapu jatuh, Sultan Hassanudin turun dari tahta dan di ganti oleh putra I Mppasomba, Sultan Amir Hamzah. Kekalahan Gowa ini membuatnya berada dibawah kekuasaan Bone.
Penetrasi politik Belanda juga terjadi di kerajaan BanjaRMASIN. Belanda pertama kali datang ke kerajaan ini pada awal abad ke-11 M. Mereka dengan susah payah mendapatkan izin untuk pedagang. Karena dipandang merugikan pedagang Banjar sendiri, para pedagang Belanda ini akhirnya diusir dari sana. Posisi mereka kemudian diisi oleh para pedagang asal Inggris. Namun, yang berakhir ini pun diusir dari kerajaan dengan alasan yang sama. Setelah pedagang Inggris meninggalkan Banjarmasin pada dasawarsa ketiga abad ke-18, Banjar didatangi lagi oleh pedagang Belanda. Mereka mendekati Sultan Tahlilillah dan padatahun 1734 mereka berhasil mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan tersebut. Pada mulanya, mereka masih sangat tergantung kepada kebijaksanaan Sultan. Kesempatan untuk memperbesar pengaruh dalam kerajaan Banjar baru mereka peroleh ketika terjadi konflik antara pangeran mir dan pangeran Nata. Pangeran Amir yang lebih disenangi rakyat tersingkir dalam persaingannya memperebutkan tahta kerajaan dengan Pangeran Nata yang mendapat bantuan Belanda setelah pangeran ini meminta bantuan tersebut. Pangeran Amir akhirnya dapat ditanggap dan dibuang ke Ceylon.[10]
Sejak kemenangan pangeran Nata terhadap pangeran Amir, sedikit demi sedikit kekuasaan Belanda semakin besar dan kokoh. Setiap kali perjanjian yang diadakan antara Belanda dan Sultan, wilayah kekuasaan Belanda semakin bertambah. Hal ini berlangsung terus dan hanya diselingi oleh Inggris antara tahun 1817 sampai 1816 M. Seluruh wilayah kesultanan Bnjarmasin, kecuali daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin sudah masuk dalam kekuasaan Belanda. Hal itu didasarkan pada perjanjian yang dibuat antara sultan Adam Alwasih Billah (memerintah pada tahun 1825-1857) dengan belanda, 4 Mei 1826. Untuk memperkokoh kedudukannya, Belanda mengangkat seseorang gubernur didaerah itu. Ini berati secara de facto, Belanda sudah menjadi penguasa politik. Ini pula yang latar belakang terjadinya perang Banjarmasin yang dipimpin oleh Pangeran Antasari.
Di sumatra, kecuali kerajaan aceh, kerajaan-kerajaan islam dengan cepat jatuh ke bawah kekuasaan Belanda .Setelah Malaka dikuasai Potugis, Jambi menjadi pelabuhan penting, sebagaimanahalnya Aceh. Karena Aceh berusaha melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain, terbentuklah aliansi antara Jambi, Johor, Palembang, dan Banten. Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda tahun 1641, terbentuk aliansi baru antara Jambi, Palembang, dan Makassar. Akan tetapi, aliansi itu menjadi berantakan karena satu persatu para anggotanya terpaksa menandatangani kontrak dengan VOC . Johor sudah menandatanginya pada tahun 1606, Palembang tahun 1641, dan Jambi pada tahun 1643.
Penetrasi VOC ke Minangkabau dijalankan dengan menggunakan berbagai strategi sejak tahun 1663. Panglima Aceh yang berkedudukan di Minangkabau dan raja Minangkabau diberi kerdit dalam transaksinya. VOC menuntut jabatan wali negara ditempatkan di sana dan secara de facto berarti kekuasaan ada di tangan VOC. Setelah itu, dengan cepat VOC mengadakan kontrak dengan daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan kerajaan Minangkabau. Akibatnya, hubungan baik antara Minangkabau dan Aceh terputus.
Mungkin hanya Aceh yang menikmati kemerdekaannya sampai pertengahan abad ke-19. Selain dari padanya sudah berada di bawah kekuasaan Belanda. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa usaha mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri dari pengaruh Belanda tidak ada, bahkan sangat banyak seakan tidak pernah putus. Akan tetapi, usaha-usaha tersebut selalu gagal karena beberapa sebab, di antaranya: (1) Belanda diperlengkapi dengan organisasi dan persenjataan modern, sementara kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia masih bersifat tradisional,(2) penduduk Indonesia sangat tergantung kepda wibawa seorang pemimpin sehingga ketika pemimpinannnya tertangkap atau terbunuh, maka praktis perang atau perlawanan terhenti dengan kemenangan di pihak Belanda,(3) tidak ada kesatuan antara kerajaan-kerajaan Islam dalam melawan Belanda,(4) Belanda berhasil menerapkan politik adu domba, dan (5) dengan politik adu domba itu, banyak penduduk pribumi yang ikut memerangi rekan-rekannya sendiri.[11]
Indonesia merupakan negeri berpenduduk mayoritas muslim.Agamaislam secara terus-menerus menyadarkan pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkeraman pemerintahan kafir. Perlawanan dari raj-raja Islam terhadap pemerintahan kolonial seakan tidak pernah henti. Ketika perlawanan di suatu tempat telah padam, akan muncul perlawanan di tempat lain. Belanda menyadari bahwa perlawanan tersebut diinspirasi oleh ajaran islam.
Oleh karena itu, agama islam dipelajari secara ilmiah di negeri Belanda. Seiring dengan itu, di Belanda juga diselenggarakan Indologie, itu untuk mengenal lebih jauh seluk beluk penduduk Indonesia. Upaya tersebut dimaksutkan untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia. Hasil dari pengkajian itu lahirlah apa yang dikenal dengan “politik Islam”.
C. SnouckHurgronje, yang merupakan tokoh utama dan peletak dasar sikap Belanda terhadap Indonesia. Ia berada di Indonesia antara tahun 1889 dan 1889. Berkat pengalamannya di Timur Tengah, sarjana sastra semit ini berhasil menemukan pola dasar bagi kebijaksanaan menghadapi islam di Indonesia,yang menjadi pedoman bagi pemerintahan India Belanda terutama AdviseurvoorInlandschetaken,lembaga penasihat gubernur jenderal tentang segala sesuatumengenai pribumi.
Sejak dibukanya terusan Suez tahun 1869, setiap tahun ribuan umat islam Indonesia pulang dari mekah sehabis menunaikan ibadah haji. mereka datang dengan ajaran ortodoks menggantikan ajaran mistis dan sinkretis. Sementara itu,banyak perlawanan umat islam yang di motori oleh para haji dan ulama, sehingga banyak kalangan Belanda yang banyak berpendapat bahwa ibadah haji menyebabkan pribumi menjadi “fanatik”. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan banyak peraturan untuk mempersulit kaum muslimin dalam menunaikan ibadah. Dalam hal ini, SnouckHurgronje berusaha mendudukkan masalah antara ibadah haji dan fanatisme. Menurutnya, haji-haji itu tidak berbahaya bagi kedudukan pemerintah kolonial di Indonesia. Yang mungkin sekali berbahaya ialah apa yang disebutnya koloni jawa, daerah tempat tinggal orang-orang yang bersal dari Indonesia ke mekah. Karena pergaulan hidup bertahun-tahun, mereka telah menciptakan kesadaran yang lebih tinggitentang persatuan kaum muslimin sedunia. Disana mereka memperoleh bacaan-bacaan ditempat-tempat pendidikan agama, dan turut serta dalam kehidupan dan usaha-usaha pan-Islam.[12]
Analisis SnouckHurgronje tentang potensi pribumi dan teorinya tentang pemisahan unsur agama dari unsur politik, peranan politiknkantoorvoorInlandscheZaken semakin menghilang padatahun-tahun terakhir, meskipun wewenangnya mengawasi gerakan politik lebih dipertegas sejak tahun 1931.
E. Perlawanan Rakyat Terhadap Imperialisme Belanda
Penjajahan Belanda terhadap bangsa Indonesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mereka mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda, karena bangsa Indonesia merasa dijajah dan diperlakukan semena-mena oleh Belanda. Perlawanan tersebuttidak hanya bermotif politik kebangsaan, melainkan juga karena motif agama. Penjajah Belanda di samping ingin menguasai Indonesia, juga meyebarkan agama mereka, yaitu kristenisasi terhadap penduduk pribumi. Akibatnya rakyat dan bangsa Indonesia dihampir semua wilayah mengadakan perlawanan terhadap penjajah belanda.
Perlawanan terhadap penjajahan selalu berkobar dari bangsa Indonesia dalam setiap waktu. Pada abad ke-17 perlawanan terhadap penjajahan antara lain dilakukan oleh:
1. Sultan Agung Mataram
2. Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Aceh
3. Sultan Hassanudin Makassar
4. Sultan Ageng Tirtayasa
5. Raja Iskandar Minangkabau
6. Trunojoyo Madura
7. TaraengGalesong dari Makassar
8. Untung Surapati, Adipati Aria jatinegara, dan lain-lain23
Di samping itu perlawanan-perlawanan rkyat terhadap penjajahan juga berlangsung terus-menerus saling berkesinambungan disatu wilayah ke wilayah yang lainnya. Perlawanan-perlawanan itu antara lain sebagai berikut.
1. Perang padri di Minangkabau
Perang padri terjadi di Minagkabau Sumatra Barat antara tahun 1821-1837. Perang padri di pimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, dan dibantu oleh para ulama yang lain. Pusat kekuasaan Minangkabau adalah pagaruyung, tetapi raja hanya berfungsi sebagai lambang. Kekuasaan sesungguhnya berada di tangan para penghulu adat. Walaupun Islam sudah masu sejak abad ke-16, tetapi proses sinkretisme berlangsung lama. Pemurnian Islam di mulai oleh Tuankun Koto Tuo dengan pendekatan damai. Akan tetapi, pendekatan tersebut tidak diterima oleh murid-muridnya yang lebih radikal, terutama tuanku nan renceh, seorang yang amat berpengaruh dan memiliki banyak murid di daerah Luhak Agam.[13]
Sesampai didaerah masing-masing, mereka mulai mengelurkan berbagai fatwa. Haji miskin dengan radikal menyebarkan pendiriannya, sehingga ia dikejar-kejar pnduduk yang tidak menerima. Akhirnya ia pergi ke kota Lawas dan mendapat perlindungan dari Tuanku Mensiangan. Ulangan. Ulama ini bahkan bersedia dan bertekad membantunya. Setelah itu, ia pergi ke kamang, di sini ia bertemu dengan Tuanku Nan Renceh. Atas usaha Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Galung, Tuanku Kubu Ambalu, Tuanku Lubuk Aur, dan Tuanku Bansa. Mereka membentuk semacam “Dewan Revolusi” yang dikenal dengan nama “Harimau nan Salapan”(Delapan Harimau yang berani menantang kemaksiatan). Tuanku Mensiangan diangkat sebagai “Imam Perang”.
2. Perang Diponegoro di Jawa
Perang diponegoro disebut juga dengan perang jawa. Perang diponegoro berlangsung hampir diseluruhjawa antara tahun 1825-1830. Perang ini merupakan perang terbesar yang di hadapi pemerintah kolonial Belanda di jawa. Untuk mengetahui latar belakangnya perlu dilacak kondisi hidup rakyat, lebih-lebih dalam bidang sosial ekonomi. Sistem pajak tradisional menjadi beban berat secara turun menurun. Di samping itu, masih ada pajak pabean dan pajak lalu lintas. Faktor ekonomi yang lain yang menimbulkan kegelisahan rakyat adalah peraturan pemerintahan Hindia Belanda yang menetapkan bahwa semua penyewa tanah oleh penguasa dan bangsawan pribumi dibatalkan dengan mengembalikan uang sewa atau pembayaran lain yang telah dilakukan. Banyak kaum ningrat yang terkena peraturan itu dan mengalami kesulitan besar, termasuk didalamnya Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro menggariskan maksud dan tujuan perlawanan terhadap Belanda, para pejabat dan agen Belanda; pertama, untuk mrncapai cita-cita luhur mendirikan masyarakat yang bersendikan agama islam; kedua, mengembalikan keluhuran adat Jawa, yang bersih dari pengaruh Barat.Tekad yang luhur itu memantapkan hati para pengikutnya untuk memulai peperangan besar melawan Belanda.
Dalam perang, Pangeran Diponegoro menggunakan taktik gerilya. Peperangan segera menyebar luas ke mana-mana. Kota Yogya dikepung sehingga penduduk Belanda merasa terancam. Ideologi perang sabil didengungkan. Pangeran Diponegoro didukung oleh kiai Mojo dan Sentot Prawirodirjo yang mengerahkan banyak pengikut. Untuk memperkuat semangat, Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai pemimpin tertinggi Jawa dengan gelar sultan NgabdulhamidHerucakraKabiril Mukminin Kalifatullahing Tanah Jawa.[14]
3. Perang Aceh
Perang aceh berlangsung selama 31 tahun, antyara tahun 1873-1904. Belanda memang membutuhkan waktu lama untuk memadamkan perang itu, mengingat perang ini melibatkan seluruh rakyat Aceh. Semangat perjuangan rakyat diperkuat oleh penghayatan keagamaan. Perang melawan Belanda adalah perang sabil sehingga rakyat bersedia bertempur sampai titik darah penghabisan. Dukungan rakyat Aceh juga dikarenakan peranan para uleebalang (hulubalang) dan ulama. Kewibawaan mereka disambut loyalitas yang tinggi dari rakyat.
4. Perang Banjar di Kalimantan
Perang banjar berlangsung antara tahun 1854-1864 M, berawal dari ketidaksenangan rakyat banjar terhadap tindakan campur tangan pemerintah mengakui Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Banjar. Sultan baru itu tidak disenangi rakyat. Timbullah pemberontakan yang dimotori oleh pangeran prabu anom dan pangeran hidayat. Meskipun kemudian pangeran Prabu Anom dapat ditangkap, perlawanan berlanjut terus diseluruh Banjar.
5. Pemberontakan Rakyat di Cilegon Banten
Pemberontakan rakyat di Cilegon terjadi pada tahun 1888, dipimpin oleh K.H. Wasit bersama H.Ismail, dan para ulama lain, menyusun perlawanan terhadap penjajah. Kemurkaan Rakyat Cilegon karena kelaparan, kematian ternak yang ditembaki Belanda dengan semena-mena, dan kebencian yang telah berkumpul karena melihat keangkuhan pegawai pemerintah Belanda, pengekangan penjajahan terhadap pengamalan ajaran Islam, serta berbagai sebab lain menjadi pemicu perlawanan rakyat Cilegon terhadap Belanda. Para pemimpin pemberontak rakyat terhadap belanda di Cilegon sebagian besar adalah murid-murid yang pernah belajar kepada Syaikh Nawawi Al-Bantani, seorang ulama besar di Arab yang berasal dari Banten.
Perlawanan rakyat terhadap penjajahan Belanda ini terjadi pada tanggal 9 Juli 1888. Kira-kira pukul 16.00 bergeraklah pemberontakan mengepung Cilegon, KH. Wasit dengan pengiringnya menyerang dari sebelah selatan.
6. Perang Makassar
Raja Gowa ke-12 adalah Daeng Mattawang yang bergelar Sultan Hassanudin. Perang Makassar bermula akibat sikap belanda yang mau menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku., karena kegiatan ii merupakan perdagangan Belanda. Oleh karena itu, untuk melaksanakan keinginan tersebut , Belanda mau menaklukan kerajaan Gowa dan kerajaan Bone di Sulawesi selatan. Langkah pertama VOC menduduki Buton yang merupakan daerah kekuasaan Gowa.
Perang pertama kali terjadi pada bulan april 1655, dalam hal ini angkatan laut Gowa menyerang belanda di pulau Buton di bawah pimpinan Sultan Hasanudin dan berhasil memukul mundur Belanda.
7. Perang Jambi (1858-1907)
Perang jambi terjadi di Jambi antara Belanda dengan pihak kesultanan Jambi. Awalnya hubungan kesultanan Jambi dengan Belanda di mulai sejak Sultan Abdul Kahar (1615-1643). Sultan ini mengizinkan Belanda membuka perwakilan dagangnya di Jambi. Sultan Sri Ingologo, sebagai pengganti Sultan Abdul Kahar kepada Belanda. Rasa permusuhan di mulai antara Kesultanan Jambi dengan Belanda tidak dapat dihindari lagi setelah perwakilan belanda di Jambi, yaitu syhrandtSwart mati terbunuh. Dalam pertempuran ini Belanda dapat menangkap Sultan Sri Ingologo, lalu diasingkan ke Banda, Maluku.
F. PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1. Sistem Birokrasi Keagamaan
Penyebaran islam di Indonesia pertama-tama dilakukan oleh para pedagang, pertumbuhan komunitas islam bermula di berbagai pelabuhan penting di Sumatra, Jawa dan pulau lainnya. Kerajaan-kerajaan islam yang pertama berdiri juga di daerah pesisir. Demikian halnya dengan kerajaan Samudra pasai, aceh, demak, banten dan Cirebon, ternate, dan tidore.
Ibu kota kerajaan selain merupakan pusat politik dan perdagangan, juga merupakan tempat berkumpul para ulama dan mubalighislam. Ibnu Batutah menceritakan, sultan kerajaan samudra pasai sultan Al-Malik Az-Zahir, dikelilingi oleh ulama dan mubalighislam, dan raja sendiri sangat menggemari diskusi mengenai masalah-masalah keagamaan. Raja-raja Aceh mengangkat para ulama menjadi penasehat dan pejabat di bidang keagamaan. Sultan iskandar muda (1607-1636 M) mengangkat syaikh Syamsuddin As-sumatrani menjadi mufti (qadhimalikul adil) kerajaan Aceh, sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M) mengangkat syaikh Nuruddin Ar-Raniri menjadi mufti kerajaan, dan sultanahSyafiatuddin Syah mengangkat Syaikh Abdur Rauf Singkel.[15]
Keberadaan ulama sebagai penasihat raja, terutama dalam bidang keagamaan juga terdapat di kerajaan-karajaanislam lainnya. Di Demak, penasehat Raden Fatah, raja pertama Demak adalah para wali, pertama sunan Ampel dan sunan Kalijaga. Bahkan disamping berperan sebagai guru agama dan mubalig, sunan Gunungjati ( Syarif Hidayatullah) juga langsung berperan sebagai kepala pemerintahan. Di Ternate, sultan dibantu oleh sebuah badan penasehat atau lembaga adat. Adapun disamping sebagai penasehat raja, para ulama juga duduk dalam jabatan-jabatan keagamaan yang memiliki tingkat dan istilah berbeda-beda antara satu daerah dan daerah lainnya. Meskipun dengan istilah berbeda, tetapi penerapan hukum islam di satu kerajaan lebih jelas dibandingkan dengan kerajaan lain. Kedudukan kerajaan ulama yang terkuat adalah di Aceh dan di Banten.
Di kesultanan Cirebon, Sultan Chaeruddin I mengangkat kyaiMuqayyim pendiri pesantren Buntet, sebagai mufti di kesultanan Cirebon. Selanjutnya kyaiAnwaruddin yang dikenal dengan kyaiKriani juga dari pesantren Buntet, pernah menjadi mufti di kesultanan Cirebon. Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan keagamaan di kesultanan merujuk kepada tatanan system keagamaan yang berlaku di kitab-kitab fiqh salaf (kitab kuning) sebagaimana dikaji di pesantren.
Birokrasi keagamaan juga berlangsung di beberapa kerajaan islam seperti di kesesultanan Demak di Jawa. Semasa menjadi raja Sultan Fatah diangkat oleh para walisongo sebagai raja Demak dengan gelar Senopati JimbunNgabdurrahman panembahan Palembang SayyiddinPanatagama. Demikian pula yang berlaku di kerajaan Mataram islam, sultan Agung bergelar Sultan Agung HanyakrakusumosayyidinPanata Agama Khalifatullah ing Tanah Jawi. SultanAgung bahkan memberlakukan kebijakan perpaduan tahun Jawa saka disesuaikan dengan tahun Hijriyah. Hal ini menunjukkan perpaduan akulturasi budaya setempat (Jawa) dengan tradisi hokumislam yang di tuangkan dalam system birokrasi keagamaan. Demikian pula yang berlaku di beberapa kerajaan lain di Indonesia pada umumnya.
2. Peran Ulama dan Kaya-karyanya
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan umat islam di Indonesia terutama terletak di pundak para ulama. Paling tidak ada dua cara yang dilakukan,pertama, membentuk para kader ulama yang akan bertugas sebagai mubaligh ke berbagai daerah yang lebih luas. Cara ini dilakukan dalam lembaga-lembaga pendidikan islam yang dikenal dengan pesantren di Jawa, dayah di Aceh, dansurau di Minangkabau. Kedua, melalui karya-karya yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh.
Para tokoh-tokoh ulama pertama di Indonesia adalah Hamzah Fansuri, seorang tokoh sufi terkemuka yang berasal dari fansur, Sumatra Utara. Karyanya yang terkenal berjudul Asarul Arifin fi Bayan ila Suluk wa At-Tauhid,suatu uraian singkat tentang sifat-sifat dan inti ilmu kalam menurut teologi ilmu islam. Syamsudin As-Sumatrani adalah murid Hamzah Fansuri mengarang buku yang berjudul Mir’atulMu’minin (cermin orang beriman). Ulama Aceh lainnya yang banyak menulis buku adalah Nuruddin Ar-Raniri, karyanya yang sudah diketahui dengan pasti berjumlah 29 buah, diantaranya Ash-shirath Al-mustaqim (tentang hokum), Bustan Ash-salathin (tentang sejarah dan tuntutan bagi para penguasa dan raja), Asrar Al-Insan fiMa’rifati Al-Adyan(perdebatan dengan kaum wujudiyah), dan Al-Lama’ahfiTakfirmanQalabikhalqAlqur’an(bantahan terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa Alqur’an makhluk). Penulis lainnya yang juga berasal dari kerajaan Aceh adalah AbdurraufSingkel yang mendalami ilmu pengetahuan islam di Mekah dan Madinah.
Disamping itu mereka yang disebutkan diatas, masih banyak para ulama lain yang sangat berjasa dalam pengembangan agama islam di Indonesia melalui karya-karyanya.
3. Corak Bangunan Arsitek
Oleh karenanya perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan-bangunan islam berbeda dengan yang terdapat di dunia islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhan dan perkembangan islam di Indonesia antara lain, masjid kuno Demak, masjid Agung Ciptarasa Kesepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, masjid Ampel di Surabaya dan daerah-daerah lainnya. Beberapa bangunan arsitektur islam di Indonesia,memiliki ciri khas tersendiri dengan mengadaptasi budaya sebelumnya.
4. Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga-lembaga pendidikan islam di Indonesia sudah berkembang dalam beberapa bentuk sejak zaman penjajahan belanda. Salah satu bentuk pendidikan islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang terbesar di berbagai pelosok. Lembaga pesantren dipimpin oleh seorang ulama atau kyai.
G. ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA
1. Jami’at Khair
Jami’at khair didirikan pada tanggal 17 juli 1905 di Jakarta. Keanggotan organisasi ini mayoritas orang Arab dengan tidak menutup kemungkinan kepada orang-orang Islam Indonesia lainnya untuk bergabung ke organisasi ini, tanpa ada diskriminasi di dalamnya. Umumnya orang-orang yang bergabung dalam organisasi ini terdiri dari orang-orang yang berada, sehingga memungkinkan penggunaan waktu mereka untuk mengembangkan organisasi tanpa mengorbankan usaha ekonomi mereka. Usaha dari organisasi ini dipusatkan pada pendidikan, dakwah dan penerbitan surat kabar.[16]
2. Syarikat Islam(SI)
Syarikat Islam (SI), mula-mula awalnya adalah serikat dagang islam (SDI) yang didirikan oleh KH. Samanhudi pada tahun 1905 M di Solo. Ada yang mengatakan bahwa SDI mula-mula didirikan pada tahun 1911 M. kemudian pada tahun 1912 M, SDI berubah menjadi SI yang di prakarsai oleh HOS. Cokroaminoto, Abdul Muis, H. Agus Salim dan lain-lain. Awalnya SI merupakan organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, tetapi kemudian menjadi gerakan politik.
3. Muhammadiyah
Salah sebuah organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum perang dunia II dan mungkon juga sampai saat sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organaisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 desember 1912 bertepatan dalam tanggsl 18 Dzulhijjah 1330 H, oleh KH. Ahmad Dahlan.
4. Nahdlatul Ulama(NU)
Nahdlatul Ulama artinya kebangkitan ulama, adalah organisasi masa islam yang didirikan oleh para ulama pesantren di bawah pimpinan KH.HasyimAsy’ari, di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Diantara para tokoh ulama yang ikut mendirikan NU adalah KH.HasyimAsy’ari, KH.Wahab Hasbullah, KH.BIsri Syamsuri, KH.Ma’sum Lasem, dan beberapa kyai lainnya. Lapangan usaha NU meliputi bidang-bidang pendidikan, dakwah,dansocial.
5. Jam’iyatulWashilah
Jam’iyatulWashilah adalah suatu organisasi islam yang diresmikan pendiriannya pada tanggal 30 November 1930 M didirikan di Medan yang dipelopori oleh para ulama terkemuka di Medan. Para ulama yang ikut mendirikan jam’iyatulwashilah yaitu diantaranya: Ismail Banda, Abdurrahman Syihab, M. Arsyad Thahir Lubis, Adnan Nur, H.Syamsudin, H.Yusuf Ahmad Lubis,H.A.Malik, dan A.Aziz Efendi
6. Al-Irsyad Al- Islamiyah
Al-Irsyad adalah organisasi Islam yang didirikan pada tahun 1913 oleh orang-prang keturunan Arab, dibawah pimpinan syaikh Ahmad Syurkati, seorang ulama asal sundan.
7. Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
PERTI didirikan pada 20 mei1930 di Bukittinggi Sumatra Baratoleh sejumlah para ulamaterkemuka di Minangkabau, di bawah pimpinan syaikh Sulaiman Ar-Rasuli.
8. Persatuan Umat Islam (PUI)
PUI didirikan oleh KH. Abdul Halim, seorang ulama pengasuh pondok pesantren di Majalengka Jawa Barat pada tahun1911 M. dalam perkembangan berikutnya PUI memiliki banyak sekolah dan pondok pesantren yang menyebar di wilayah Jawa Barat.
9. Mathlaul Anwar (MA)
MA adalah organisasi Islam yang didirikan di Menes Banten, pada 9 Agustus 1916. Didirikan oleh para tokoh Islam di daerah Banten yang dimotori oleh KH.MasAbdrrahman. Organisasi ini bersifat keagamaan, bertujuan mewujudkan keluarga dan masyarakat Indonesia yang takwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu pengetahuan,cakap dan terampil serta berkepribadian Indonesia.
10. Persatuan Islam (PERSIS)
PERSIS adalah organisasi massa Islam yang didirikan oleh para ulama yang beraliran pembaharu di Bandung pada 12 September 1923. Para ulama pendiri persis yaitu KH.Zamzam, dan A.Hasan.
11. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (Dewan Dakwah)
Dewan Dakwah Islam Indonesia didirikan oleh M.Natsir dan beberapa tokoh Islam berhaluan pembaharudi Jakarta. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia merupakan organisasi dakwah yang banyak berjasa dalam bidang dakwah di perkotaan, baik melalui dakwah-dakwah pengajian, buku ataupun majalah.
12. Majlis Dakwah Islamiyah (MDI)
MDI didirikan oleh para tokoh Islam yang tergabung dalam golongan karya pada masa pemerintahan orde baru di bawah pemerintahan soeharto.
13. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
MUI didirikan pada 26 juli 1975. Lembaga ini bertugas memberikan fatwa dan nasihat seputar masalah keagamaan dan kemasyarakatan sebagai bahan pertimbangan pemerintahan dalam menjalankan pembangunan. Pengurusnya terdiri dari beberapa tokoh Islam dari berbagai organisasi yang ada.
14. Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
ICMI adalah organisasi para cendekiawan muslim di Indonesia yang didirikan oleh para cendekiawan atas dukungan birokrasi, pada tahun 1990. Penggagasnya antara lain: Prof .DR.Ing.BJ.Habibi yang waktu itu menjabat sebagai Mentri Riset dan Teknologi pada pemerintahan era orde baru.
DAFTAR PUSTAKA
Samsul Munir Amin, M.A. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah. 2010
Hamka, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Sartono Kartodirdjo, Pengantar sejarah Indonesia Baru, Jilid 1.Jakarta: Gramedia.
Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Grafindo Persada.2000.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sejak abad ke-16 di perairan Nusantara muncul pelaut-pelaut dari Eropa. Orang-orang Portugislah yang mula-mula muncul di Indonesia. Awalnya tujuan mereka adalah karena faktor ekonomi, faktor agama, dan faktor berpetualang. Tetapi melihat kekayaan Indonesia, tujuan mereka menjadi rasa ingin menguasai dan menjajah Indonesia.
Sampai Belanda masuk ke Indonesia, mereka melanjutkan tujuan dari Portugis. Dengan berbagai strategi dan cara mereka lakukan untuk menguasai Indonesia. Penjajahan Belanda terhadap Bangsa Indonesia, mendapat perlawanan sengit dari rakyat dan Bangsa Indonesia pada umumnya. Perlawanan terhadap penjajahan selalu berkobar dari Bangsa Indonesia dalam setiap waktu. Perlawanan tersebut terlaksana dengan adanya beberapa perang yang terjadi pada masa itu.
[1] Samsul Munir Amin, M.A.,SEJARAH PERADABAN ISLAM,(Jakarta,Amzah,2010),hlm 372-374
[2]Hamka, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm.237-238
[3]Sartono Kartodirdjo, Pengantar sejarah Indonesia Baru, Jilid 1.Jakarta: Gramedia. Hlm.61
[4]Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Grafindo Persada.2000. hlm.68-69
[5]Samsul Munir Amin, M.A, Ibid, hlm 377
[6]Badri Yatim , Sejarah Peradaban Islam.hlm.236
[7]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 380
[8]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 381
[9]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm382
[10]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 383
[11]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 384
[12]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 387
[13]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 387
[14]Samsul Munir Amin, M.A. Ibid, hlm 394