Makalah Telaah QS. AL-ISRA’ AYAT 36 “JANGAN MENGIKUT TANPA DASAR ILMU DALAM ”

PENDIDIKAN ILMIAH INTELEKTUAL
“JANGAN MENGIKUT TANPA DASAR ILMU DALAM  QS. AL-ISRA’ AYAT 36 ”


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan akal adalah proses meningkatkan kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh Allah.
Dalam menuntut ilmu, kita harus selalu belajar diiringi denagn nilai-nilai agama, yang mana bersumber utama dari Al-Qur’an dan As-sunnah. Untuk itu dalam kaitannya dengan pendidikan islam, kita perlu menelaah apa saja yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dalam makalah ini akan di kaji ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan intelektual dalam Q.s Al-Isra’ ayat : 36.
Oleh karena hal tersebut diatas, maka dalam kesempatan ini penyusun hendak sedikit mengulas tentang ayat-ayat Al-Quran yang berisikan tentang pendidikan intelektual. Semoga apa yang penyusun sampaikan dalam makalah ini sedikit banyak membantu pembaca dalam memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang baru.

B. Judul
PENDIDIKAN ILMIAH INTELEKTUAL: JANGAN MENGIKUT TANPA DASAR ILMU DALAM  QUR’AN SURAH AL-ISRA’ AYAT 36 ”

C. Nash
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٦
“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. “

D. Mengapa penting untuk dibahas
Karena di dalam surat Al-Isra’ ayat 36 menjelaskan kepada kita tentang keharusan menggunakan akal dan pikiran kita dan juga meminta petunjuk hanya kepada Allah sehingga kita tidak akan masuk dalam kesesatan melainkan kebenaran. Jalan yang dipakai jangan hanya taqlid saja tanpa mengetahui apakah benar sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasulnya atau tidak. Dalam belajar kita harus memiliki etika untuk tidak mengikuti apa-apa yang tidak kita ketahui kebenarannya, apa-apa yang tidak kita lihat, dengar, maupun yang tidak sesuai dengan suara hati kita. Dan kita dilarang berbuat atau mengatakan hanya berdasarkan prasangka atau dugaan, tanpa pengetahuan yang benar karena prasangka tidaklah dibenarkan sehingga dikhawatirkan akan menyesatkan orang lain. Semua itu akan dipertanggung jawabkan kepada Allah swt.








BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori
1. Pendidikan
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Aspek-aspek yang biasanya paling di pertimbangkan dalam pendidikan antara lain penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku.
a. Pendidikan dalam arti luas
Pendidikan adalah segala sesuatu dalam kehidupan yang memengaruhi pembentukan berpikir dan bertindak individu. Pendidikan merupakan proses tanpa akhir yang diupayakan oleh siapapun.
b. Pendidikan dalam arti sempit
Dilihat dari maknanya yang sempit pendidikan identik dengan sekolah. Berkaitan dengan hal ini, pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga tempat mendidik (mengajar).

2. Akal
Akal adalah “daya pikir yang bila digunakan dapat mengantar seseorang untuk mengerti dan memahami persoalan yang di pikirkannya,”.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap sesuatu memiliki tiang penyangga, tiang penyangga amal perbuatan seseorang adalah akal.” Dengan anugerah akal itu,seseorang dapat beribadah lebih sempurna kepada Tuhannya. Begitu pentingnya peranan akal bagi peribadatan dan perkembangan kerohanian seseorang, mereka yang enggan beribadah dan tidak menghargai dirinya sendiri dari sisi kerohanian berkata sebaliknya, “Kalau kita memiliki pendengaran dan bisa menggunakan akal  (sebagimana mestinya), kita tidak akan memiliki kekayaan (material).”
Sementara itu, dalam dunia tasawuf, akal mempunyai fungsi sebagai sarana memperoleh pengetahuan yang  benar, mengarahkan latihan-latihan batin (riyadlah), dan sebagai sarana berpikir benar dan lurus untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan sufistik. Akal adalah fitrah instinktif dan cahaya orisinal yang menjadi sarana manusia dalam memahami realitas. Akal adalah “Nabi” bagi perjalanan hidup manusia, yang akan membimbing menuju realitas yang haqiqi.

3. Pendidikan Intelektual
Pendidikan intelektual/akal adalah proses meningkatkan kemampuan intelektual dalam bidang ilmu alam, teknologi, dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang di tetapkan oleh-Nya.

B. Tafsir dari Al-Qur’an Surah AL Isra’ ayat 36
1. Tafsir Al-Mishbah
Ayat di atas merupakan tuntunan universal. Nurani manusia, dimana dan kapanpun pasti menilainya baik dan menilai lawannya merupakan sesuatu yang buruk, enggan di terima oleh siapa pun. Ayat ini memerintahkan agar melakukan apa yang telah Allah perintahkan di atas dan menghindari apa yang tidak sejalan dengan-Nya dan janganlah engkau mengikuti apa-apa yang tiada bagimu pengetahuan tentangnya. Jangan berucap apa yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku tau apa yang engkau tak tau atau mengaku mendengar apa yang tidak engkau dengar. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, yang merupakan alat pengetahuan semua itu, yakni alat-alat itu masing-masing tentang-Nya akan ditanyai tentang bagaimana pemiliknya menggunakannya atau pemiliknya akan di tuntut mempertanggungjawabkan bagaiman dia menggunakannya.
Dari satu sisi tuntunan ayat ini mencegah sekian banyak keburukan, seperti tuduhan, sangka buruk, kebohongan dan kesaksian palsu. Di sisi lain iya memberi tuntunan untuk menggunakan pendengaran, penglihatan dan hati sebagai alat-alat untuk meraih pengetahuan.

2. Tafsir Al-Azhar
Ayat ini termasuk sendi budi pekerti muslim yang hendak menegakkan pribadinya. Kita dilarang Allah menurut saja. “Nurut” menurut bahasa jawa yaitumengikut dengan tidak menyelidiki sebab dan musabab nya.
Di awal ayat ini tersebut “ wa la taqfu” : kata-kata Taqfu ialah dari mengikuti jejak. Kemana orang pergi ke sana saya pergi. Kemana tujuan orang itu saya tidak tahu.
Di ujung ayat di tegaskan: “ sesungguhnya pendengaran dan penglihatan dan hati, tiap-tiap satu daripadanya itu akan di tanya.”(ujung ayat 36).
Ayat ini menerangkan bahwa orang yang hanya menuruti jejak langkah orang lain, baik nenek-moyangnya karena kebiasaan, adat-istiadat dan tradisi yang di terima, atau keputusan dan ta’ashshub pada golongan membuat orang tidak lagi mempergunakan pertimbangan sendiri. Padahal dia di beri Allah alat-alat penting agar dia berhubugan sendiri dengan alam yang di kelilingnya. Dia di beri hati atau akal, atau fikiran untuk menimbang buruk dan baik. Sedang pendengaran dan penglihatan adalah penghubung di antara diri, atau di antara hati sanubari kita dengan segala sesuatu untuk diperhatikan dan di pertimbangkan mudharat da manfaatnya, atau buruk dan baiknya.

3. Tafsir Al-Maragi
Dan janganlah kamu bersikap mengeluarkan perkataan atau perbuatan yang kamu tidak tahu.
Kata-kata ini merupakan undang-undang yang mencakup banyak persoalan kehidupan. Dan oleh karenanya, mengenai kata-kata ini para penafsir mengeluarkan beberapa pendapat :
a. Ibnu Abbas mengatakan : janganlah kamu menjadi saksi kecuali atas sesuatu yang di ketahui oleh kedua matamu, di dengar oleh kedua telingamu dan di pahami oleh hatimu.
b. Qatadah, mengatakan pula : janganlah kamu mengatakan “saya telah mendengar,“ padahal kamu belum pernah mendengar atau “saya telah melihat,” padahal kamu tak pernah melihat, atau “saya telah mengetahui,” padahal kamu belum tahu.
c. Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang di maksud ialah melarang berkata-kata tanpa ilmu.
d. Tapi, ada pula yang mengatakan bahwa yang di maksud adalah melarang orang-orang musyrik dari kepercayaan-epercayaan mereka yang di dasarkan pada taqlid kepada nenek moyang dan hanya mengikuti hawa nafsu belaka.

C. Aplikasi dalam Kehidupan
1. Kita seharusnya mengetahui dasar hukum sesuatu yang kita ikuti
2. Jujur dalam perkataan dan perbuatan
3. Harus bisa mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang kita lakukan
4. Menggunakan akal dengan sebaik-baiknya

D. Aspek Tarbawi
1. Ayat ini mengajarkan tentang perlunya mengetahui dasar hukum atau sabab musababnya dari segala sesuatu / ilmu.
2. Seharusnya kita jangan mengikuti apa yang tidak kita ketahui dan tidak penting bagi kita.










BAB III
PENUTUP
Simpulan
Di dalam surat Al-Isra’ ayat 36 dijelaskan bahwasanya kita harus menggunakan akal dan pikiran kita dan juga meminta petunjuk hanya kepada Allah sehingga kita tidak akan masuk dalam kesesatan melainkan kebenaran. Tidak hanya taqlid saja tanpa mengetahui apakah benar sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasulnya atau tidak. Dalam belajar kita harus memiliki etika untuk tidak mengikuti apa-apa yang tidak kita ketahui kebenarannya, apa-apa yang tidak kita lihat, dengar, maupun yang tidak sesuai dengan suara hati kita.
Kaitannya dengan pendidikan intelektual adalah bahwa al-Qur’an sangat mengedepankan kebenaran intelektual, bukan sekedar dugaan atau prasangka belaka. Kebenaran intelektual adalah kebenaran yang didasarkan pada kebenaran pendengaran, penglihatan, dan  hati atau akal secara integral. Maka untuk mendapatkan kebenaran intelektual ini, diperlukan pendidikan intelektual.

DAFTAR PUSTAKA

Hamka. 1984. TAFSIR AL-AZHAR JUZ XV. Jakarta : Pustaka Panjimas.
Khalil, Ahmad. 2007. MERENGKUH BAHAGIA : Dialog Al-Qur’an, Tasawuf, dan Psikologi. Malang : UIN_MALANG PRESS.
Mustafa Al-Maragi, Ahmad. 1993. TAFSIR AL-MARAGI. Semarang : PT. Karya Toha Putra.
Shihab, M. Quraish. 2002. TAFSIR AL-MISHBAH : Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta : Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2005. LOGIKA AGAMA. Jakarta : Lentera Hati.
Soyomukti, Nurani. 2013. Teori-Teori Pendidikan. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.
Umar, Bukhari. 2012. Hadist Tarbawi : Pendidikan dalam perspektif hadist. Jakarta : AMZAH.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel