Makalah Keluarga Tumpuan Harapan

Keluarga Tumpuan Harapan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Pendidikan merupakan sebuah aktifitas yang dilakukan manusia untuk mendapatkan pengetahuan serta pemahaman tentang sesuatu. Dengan pendidikan, diharapkan manusia dapat meningkatkan dan mengembangkan seluruh potensi atau bakat alamiah sehingga menjadi manusia yang relative lebih baik, lebih berbudaya dan lebih manusiawi. Pada dasarnya manusia adalah makhluk paedagogik adalah makhluk yang dilahirkan membawa potensi untuk dididik dan mendidik sehingga poteni ini menjadikan manusia mnejadi makhluk yang bisa diandalkan untuk membuat suatu perubahan kearah yang lebih baik.
          Undang –undang no 20 tahun 2003 dalam pasal 1 mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kejelasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan yang diterapkan dalam undang-undang ini menurut semua elemen masyarakat dan terjun langsung dalam kegiatan yang mencerdaskan manusia Indonesia, entah melalui jalur formal, informal. Pendidikan harus dilaksanakan supaya masyarakat Indonesia bisa tebebas dari belnggu kebodohan, dan menjadi manusia yang spiritual yang bagus, kecerdasan, akhlak yang baik, serta ketrampilan dalam berbagai bidang untuk memajukan bangsa.
          Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluarga manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk da nisi serta cara-cara pendidikan didalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak,budi pekerti , dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya disekolah.
          Dengan nada yang hampir sama dikatakan dalam lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidik yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak-anak mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Dengan kata lain, keluarga mempunyai kedudukan yang sangat fundamental dan primer dalam menentukan kepribadian individu lainya.
          Membangun keluarga yang harmonis bukanlah perkara semudah membalik telapak tangan. Diperlukan pengetahuan serta pemahaman yang cukup untuk bisa mewujudkannya, karena berkeluarga berarti menyatukan manusia yang berlanan jenis, berlainan watak, karakter, serta kepribadian. Pembentukan keluarga pada dasarnya berfungsi u tuk menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut dengan maksud supaya menciptakan kehidupan yang tenang dan memperkokoh tali persaudaraan.
          Jika dilihat dari fenomena belakangan ini, banyak dimedia cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang keluarga yang berantakan, hubungan yang buruk antara anak dengan orang tua, serta keluarga yang broken home. Sebenarnya masih banyak lagi berita yang memberitahukan tentang kondisi keluarga yang berantakan saat ini, bahkan dalam acara-acara criminal di stasiun televise hamper selalu ada saja berita tentang pembunuhan, perkosaan tehadap anak kandung, menganiaya anak sendiri , ataupun anak yang memperkarakan orang tua kandung. Hal tersebut menggabarkan betapa banyaknya keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsi dari keluarga itu sendiri.
  
1.2  Rumusan masalah
1.      Bagaimana tinjauan ilmu pendidikan islam tentang pendidikan agama dalam keluarga?
2.      Bagaiamana agar kita bisa melindungi keluarga kita dari api neraka?
3.      Menjelaskan tentang apa surat al- furqan ayat 74?
1.3  Tujuan penulisan
1.      Tinjauan ilmu pendidikan islam tentang pendidikan agama islam dalam keluarga.
2.       Penjelasan mengenai surat at-tahrim ayat 6.



BAB II
PEMBAHASAN      


A.    Keluarga tumpuan harapan QS. At-Tahrim, 66: 6
Keluarga merupakan wahana yang mampu menyediakan kebutuhan biologis anak, dan sekaligus memberikan pendidikannya sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang dapat hidup dalam masyarakat sambil menerima dan mengolah serta mewariskan kebudayaanya. Keluarga merupakan pendidikan pertama dan bersifat alamiah yang dipersiapkan untuk menjalani tingkatan-tingkatan perkembangan untuk memasuki duni orang dewasa. Karenanya keluarga harus diselamatkan dan terjaga kesakinahnya guna menjaga keberlangsungan pendidikan anak, dan masa depan semua anggota keluarga. Sebagaimana firman Allah surat at-tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ        
 ‘’Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan’’.
            Pada ayat diatas terdapat kata qu anfusakum yang berarti buatlah sesuatu yang dapat menjadi penghalang datangnya siksaan api neraka dengan cara menjauhkan dari perbuatan maksiat. Memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat menjalankan perintah Allah. Selanjutnaya kata wa ahlikum maksudnya adalah keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, pembantu, budak, diperintahkan kepada mereka agar menjaganya dengan cara memberikan bimbingan, nasehat, dan pendidikan kepada mereka. Perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan membantu mereka dalam merealisasikannya. Bila kita ada yang melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan orang yang berada dibawah tanggung jawabnya, segala sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah.
            Tujuan pendidikan dalam keluarga menurut Ahmad Tafsir adalah agar anak mampu berkembang secara maksimal. Itu meliputi seluruh aspek perkembangan anaknya, yaitu jasmani, akal dan rohani. Tujuan lain adalah membantu sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak didiknya. Dala hal ini yang bertindak sebagai pendidik dala pendidikan keluarga adalah ayah, ibu, anak serta semua orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak, naun yang paling bertanggung jawab adalah ayah dan ibu. Sedangkan yang menjadi peserta didik dalam keluarga adalah adalah anak. Dalam proses pendidikan rumah tangga atau keluarga. Dalam proses pendidikan rumah tangga atau keluarga diibaratkan suatu kerajaan kecil. Sang ayah bertindak sebagai penguasa dilandasi dengan cinta kasih dan sayang sehingga dapat dirasakan manisnya kehidupan dan perdamaian. Sang ibu mengurus dan mengatur, menjadikan rumah tangga itu sebagai pelabuhan yang teduh, tenang dan tempat peristirahatan yang indah dan menarik untuk seluruh anggota keluarga baik diwaktu suka maupun duka. Lalu keduannya mendidik anak-anaknya dengan pendidikan islmai yang berisi pendidikan ketauhidan (akidah), akhlak, muamalah dan ibadah. Itulah gambaran rumah yang baik bagaikab surge, seperti yang dilukiskan oleh Nabi Saw ‘’baitii jannatii (rumahku surgaku)’’.
Dalam suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi Muhammad Saw, seperti yang di uraikan pada ayat tersebut untuk memberika tuntuna kepada kaum beriman bahwa: ‘’Hai orang- orang yang beriman, peliharalah dirimu antara lain dengan meneladani Nabi Muhammad Saw dan peliharalah juga keluargamu yakni istri, anak- anak dan seluruh yang berada dibawah tanggung jawabmu dengan membimbing dan mendidik mereka agar semua terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia- manusia yang kafir dan juga batu-batu antara lain yang dijadika berhala- berhala. Diatasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa penghuni- penghuninya adalah malaikat- malaikat yang kasar hati dan perlakuannya, yang keras- keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaannya, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan – kendati mereka kasar- tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing- masing penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka. Dalam penyiksaan itu, para malaikat tersebut senantiasa juga berkata: Hai orang- orang kafir yang enggan mengikuti tuntuna Allah dan Rasulnya, janganlah kamu mengemukakan uzur yakni dalih untuk memperingan kesalahan dan siksa kamu pada hari ini. Karena ini bukan lagi masanya untuk memohon ampun atau berdalih, ini adalah masa jatuhnya sanksi, sesungguhnya kamu saat ini hanya diberibalasan sesuai apa yang kamu selalu kerjakan dahulu waktu di dunia.    
ayat tersebut juga menggambarkan mengenai dakwah dan pendidikan. Walapun ayat tersebut secara redaksional tertuju pada kaum pria ( ayah), tetapi itu bukan berarti tertuju pada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki sebagaimana ayat-ayat yang serupa ( misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak- anak dan juga pasangan masing- masing sebagaimana masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai- nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.                                                             Bahwa manusia menjadi bahan bakar neraka, dipahami oleh thabathaba’i dalam arti manusia terbakar dengan sendirinya. Malaikat yang disifati dengan ghiladz (kasar) bukanlah dalam arti kasar jasmaninya sebagaimana dalam beberapa kitab tafsir, karena malaikat adalah makhluk- makhluk halus yang tercipta dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami dala arti kasar perlakuannya atau ucapannya. Mereka telah diciptakan Allah khusus menangani neraka. ‘’Hati’’ mereka tidak iba atau tersentuh oleh rintisan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah dengan sifat sadis, dan kerena itulah maka mereka syidadun (keras-keras) yakni makhluk- makhluk yang keras hatinya dan keras pula perlakuannya.
Tafsiran surat at- tahrim                                                                                             
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ                  
‘’ Yang  bahan bakarnya adalah manusia dan batu’’                                                              Waqud artinya bahan bakarnya yang dimasukkan kedalamnya yaitutubuh-tubuh anak adam. Walhijarah artinya batu, menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan batu adalah berhala-berhala yang dahulunya dijadikan sesembahan.
عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ
‘’ Penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, yang keras’’.                                                    Yakni watak mereka yang kasar da telah dicabut dari hati mereka rasa belas kasihan terhadap orang- orang yang kafir kepada Allah. Mereka juga keras, yakni bentuk rupa mereka sangat keras, dan berpenampilan sangat mengerikan. Ibnu Hakam mengatakan bahwa apabila permulaan ahli neraka , maka mereka menjumpai pada pintunya empat ratus ribu malaikat penjaganya, yang muka mereka tampak hitam dan taring mereka kelihatan hitam legam. Allah telah mencabut dari hati meraka rasa kasih sayang, tiada kasih dalam hati seorang pun dari mereka. Seandainya diterbangkan seekor burung dari pundak seseorang dari mereka selama dua bulan terus menerus, maka masih belum mencapai pundak yang lainnya. Kemudian di pintu itu mereka menjumpai Sembilan belas malaikat lainnya, yang lebarnya sama dengan perjalanan tujuh puluh musim gugur. Kemudian mereka dijerumuskan dari satu pintu ke pintu lainnya selama lima ratus tahun, dan pada tiap-tiap pintu neraka jahanam mereka menjumpai hal yang semisal dengan apa yang telah mereka jumpai pada pintu pertama, hingga akhirnya sampailah mereka ke dasar neraka.    
لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ     
Yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yangdiperintahkan                                                                  Maksudnya apapun yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka, maka mereka segera mengerjakannya tanpa terlambat barang sekejap pun, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengerjakannya, tugas apapun yang dibebankan kepada mereka, mereka tidak mempunyai kelemahan.

B.     Istri dan keturunan penyejuk hati .     
QS. Al-Furqan, 25: 74
.           وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا           
‘’Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’’.                                                                                                           Kata ( قرّة) qurrah pada mulanya berarti dingin. Yang dimaksud disini adalah menggembirakan. Sementara ulama berpendapat bahwa air mata yang mengalir dingin menunjukkan kesedihan. Kerena itu, pada masa lalu, dimana gadis- gadis masih malu menunjukkan perasaan atau kesedihannya menerima pinangan calon suami, para wali menemukan indicator kesedihan atau penolakannya melalui air matanya. Bila dingin, maka itu berarti ia bergembira menerima pinangan, dan bila hangat maka itu tanda penolakan. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat mekah pada umumnya merasa sangat terganggu dengan teriknya panas matahari dan datangnya musim panas, Sebaliknya mereka menyambut gembira kedatangan musim dingin.                                                                                               Ayat ini membuktikan bahwa sifat hamba- hamba  Allah yang terpuji itu tidak hanya terbatas pada upaya menghiasi diri dengan amal- amal terpuji, tetapi juga memberi perhatian kepada keluarga dan anak keturunan, bahkan  masyarakat umum. Doa mereka itu, tentu saja dibarengi dengan usaha mendidik anak dan keluarga agar menjadi manusia- manusia terhormat, karena anak dan pasangan tidak dapat menjadi penyejuk mata tanpa keberagaman yang baik, budi pekerti yang luhur serta pengetahuan yang memadai.                                     Kata ( إمام) imam terambil dari kata ( أمّ  - يؤمّ )  amma- ya’umun yang berarti menuju, menumpu atau meneladani. Dari akar kata yang sama lahir antara lain kata umm yang berarti ibu dan imam yang artinya pemimpin, karena keduanya menjadi tauladan, tumpuan pandangan dan harapan. Ada juga yang berpendapat bahwa kata imam pada mulanya berarti cetakan, seperti cetakan untuk membuat sesuatu yang serupa bentuknya dengan cetakan itu. Dari sini, kemudia kata imam diartikan teladan.
            Thahir ibn Asyur mengamati bahwa sifat- sifat yang disandang oleh hamba- hamba ar- Rahman itu terdiri dari emapat sifat pokok, yaitu:                                                           Pertama, berkaitan dengan menghiasi diri dengan kesempurnaan agama yaitu yang diuraikan oleh ayat 63 yakni yang berjalan diatas bumi.                                                   Kedua, berkaitan dengan keterbebasan dari kesesatan kaum musyrikin, yaitu: tidak menyembah tuhan yang lain bersama  Allah.                                                                 Ketiga, berkaitan dengan istiqomah atau konsisten melaksanakan syariat islam, yaitu yang dilabangkan oleh ayat 64,67, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq dan tidak berzina (ayat 68)  sampai dengan penggalan pertama ayat 72 yakni orang yang tidak bersaksi palsu.                                                                                                              Keempat, berkaitan dengan peningkatan kualitas kesalehan dala kehidupan dunia ini, yaitu yang dikandung oleh ayat 74 menyangkut pasangan hidup dan anak keturunan serta keteladanan bagi orang- orang yang bertaqwa.                                                                   Agaknya Ibn Asyur tidak menyebut sifat dan apabila mereka melewati al- laghw, mereka melewati(nya) denga menjaga kehormatan, karena ini dapat dimasukkan dalam sifat pertama menyangkut penghiasan diri. Walaupun penulis lebih senang bila ayat tersebut dipilih sebagai contoh karena kadungannya, lebih umum, sehingga dapat mencakup kandungan ayat tersebut.
           



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Pada surat at- tahrim ayat 6 menjelaskan Bahwa manusia menjadi bahan bakar neraka, dipahami oleh thabathaba’i dalam arti manusia terbakar dengan sendirinya. Malaikat yang disifati dengan ghiladz (kasar) bukanlah dalam arti kasar jasmaninya sebagaimana dalam beberapa kitab tafsir, karena malaikat adalah makhluk- makhluk halus yang tercipta dari cahaya. Atas dasar ini, kata tersebut harus dipahami dala arti kasar perlakuannya atau ucapannya. Mereka telah diciptakan Allah khusus menangani neraka. ‘’Hati’’ mereka tidak iba atau tersentuh oleh rintisan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah dengan sifat sadis, dan kerena itulah maka mereka syidadun (keras-keras) yakni makhluk- makhluk yang keras hatinya dan keras pula perlakuannya.                                                             Ayat ini membuktikan bahwa sifat hamba- hamba  Allah yang terpuji itu tidak hanya terbatas pada upaya menghiasi diri dengan amal- amal terpuji, tetapi juga memberi perhatian kepada keluarga dan anak keturunan, bahkan  masyarakat umum. Doa mereka itu, tentu saja dibarengi dengan usaha mendidik anak dan keluarga agar menjadi manusia- manusia terhormat, karena anak dan pasangan tidak dapat menjadi penyejuk mata tanpa keberagaman yang baik, budi pekerti yang luhur serta pengetahuan yang memadai.
           
DAFTAR PUSTAKA
Anis, Muhammad.2012.tafsir ayat- ayat pendidikan. Yogyakarta: Mentari pustaka.
Mustafa, Ahmad Al maraghi.1986. tafsir al maraghi. Semarang;.cv.toha putra.
Rifai, H. Moh.2004. terjemah dan tafsir al-qur’an. Semarang; Bina putra.
Thoha, chabob.1996. kapita selakta pendidikan islam.yogyakarta: pustaka pelajar
Tjiptoyuwono, soemadi. 1995.mengungkapkan keberhasilan pendidikandala keluarga. Surabaya: PT.Bina ilmu
Ulwan, Abdullah Nasih. 1981.pedoman anak pendidikan dalam islam. Semarang: CV.As.syifa

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel