Tafsir Tarbawi Hindari Prasangka buruk dan menggunjing Q.S Al-Hujurat ayat 12

PENDIDIKAN ETIKA-GLOBAL
Hindari Prasangka buruk dan menggunjing
Q.S Al-Hujurat ayat 12


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
sebagian dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak mendasar. Biasanya dugaan yang tidak mendasar yang mengaakibatkan dosa adalah dugaan buruk terhadap orang lain. Q.S. Al-Hujura ayat 12 dengan tegas telah melarang melakukan dugaan buruk yang tidak ada dasarnya, karena akan dapat menjerumuskan seseorang kedalam dosa. Dengan menghindari dugaan dan prasangka buruk, maka kita akan hidup tenang dan tentram serta produktif. Ayat tersebut juga membentengi setiap anggota masyarakat dari tuntunan yang bersifat prasangka.
Sedangkan, bergunjing/ghibah itu berasal dari lidah, dimana lidah merupakan anugrah Allah yang dapat membawa manfaat dan sebaliknya bisa menjadi penyebab masuknya seseorang ke dalam neraka. Sifat ini bisa di katakan hampir setiap orang memilikinya. Ghibah telah di biasakan dengan adanya tayangan infotaiment yang bisa kita llihat setiap hari. Dan itu menjadi tayangan favorit dari berbagai kalangan, dari kecil hingga dewasa. Miris memang, ketidaktahuan hukum tentang ghibah merupakan slah satu faktor karena minat terhadap ghibah selalu meningkat.
Ghibah dimanapun dan kapanpun merupakan akhlak tercela yang tidak patut kita sebagai muslim menjadikan budaya di lingkungan masyarakat ataupun keluarga. Berbagai akibat dari bahaya ghibah, baik itu dari lingkungan sendiri (lingkungan sosial) ataupun diri kita sendiri secara emosi.
Dalam makalah ini, sya mencoba memaparkan pentingnya kita menjauhkan diri kita dari bergunjing dan berprasagka buruk terhadap siapa pun. Sesuai dengan tafsir dari QS.Al-Hujurat ayat 12.                                        
B.     Judul
Judul garis besar makalah ini adalah “Metode Pendidikan Secara Umum” dengan sub tema “Metode Argumentatif (QS. Al-Baqarah ayat 258)”.
C.    Nash

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang

D.    Arti penting
Arti penting dari QS.Al-hujurat ayat 12 ini adalah bahwa kita sebagai seorang muslim dilarang untuk bergunjing dan berprasangka buruk terhadap orang lain. Karena kedua sifat itu hanya membawa keburukan bagi kita dan tidak bermanfaat sama sekali. Maka dari itu kita harus mejauhi kedua sifat ini. Lebih baik kita berprasangka baik terhadap siapapun dan tidak membicarakan keburukan orang lain.
                                             

                                                                 



BAB II
PEMBAHASAN
A.    TEORI
Prasangka buruk dalam islam sisebut su’udzon. Lawannya adalah khusnudzon yaitu prasangka baik. Prasangka buruk merupakan pendapat anggapan yang kurang baik  mengenai sesuatu sebelum mengetahui, menyaksikan, atau menyelidiki sendiri. Hal ini sebenarnya dapat merusak ukhuwah dan tali silaturrahim, karena dapat menimbulkan fitnah dan itu dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu, hal ini sangat di tentang dalam Islam. Bahkan Allah mengumpamakan dosa fitnag itu lebih besar dari pada pembunuhan.
Secara etimologi, ghibah berasala dari kata Ghaba- Yaghibu yang artinya adalah mengumpat, menurut Jalaluddin bin Manzur, ini juga berarti fitnah, umpatan, atau gunjingan. Dapat juga diartikan membicarakan keburukan orang lain dibelakangnya atau tanpa sepengetahuan yang dibicarakan. Disisi lain an-Nawawi mendefinisikan ghibah adalah mengupat atau menyebut orang lain yang ia tidak suka atau memebencinya, terutama dalam hal kehidupannya. Beliau mengatakan bahwa jarang sekali orang yang bisa lepas dari menggunjing orang lain.[1]
Secara terminology atau bahasa, ghibah adalah memebicarakan orang lain tanpa sepengetahuannya mengenai sifat atau kehidupannya, sedangkan jika ia mendegar maka ia tidak menyukainya. Dan terlebih jika yang dibicarakan tidak terdapat dalam diri yang dibicarakan itu berarti dusta atau mengada-ada dan itu merupaka dosa yang lebih besar dari ghibah itu sendiri.[2]
                                                                                                  
B.     TAFSIR
1.      Tafsir Ibnu Mas’ud
Abu Daud: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A’masy dari Zaid, ia mengatakan: Ibnu Mas’ud pernah di datangi lalu dikatakan kepadanya, : “si Fulan ini jenggotnya meneteskan khamr.” Maka Abdullah berkata, “Kita dilarang mencari-cari keburukan orang. Akan tetapi jika memang jelas begitu, kita akan menghukumnya.”
      Ath-Thabari: Yunus bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, ia berkata Muawiyah bin Shalih mengabarkan kepadaku dari Katsir bin Al-Harits dari Al-Qasim Maula Muawiyah, ia berkata,: “tidak ada suapan yang lebih buruk daripada menggunjing seorang mukmin. Jika ia mengatakan apa yang ia ketahui, maka ia telah menghibahnya. Dan jika ia mengatakan tentangnya apa yang tidak ia ketahuinya, maka ia telah memfitnahnya.
      As-Suyuthi: Bukhari mengeluarkan (dalam Al-Adab Al-Mufrad) dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Barang siapa yang disisinya di gunjing seorang mukmin lalu ia menolongnya, Allah akan membalasnya dengan kebaikan di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang disisinya di gunjing seorang mukmin tapi ia tidak menolongnya, Allah akan membalasnya dengan keburukan di dunia dan di akhirat.[3]
2.      Tafsir Al-Misbah
Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman banyak berprasangka, yaitu melakukan tuduhan dan sangkaan buruk  terhadap keluarga, kerabat, dan orang lain tidak pada tempatnya, sebab sebagian dari prasangka itu adalah murni perbuatann dosa. Maka jauhilah banyak prasangka itu sebagai suatu kewaspadaan. Diriwayatkan kepada kami Amirul Mukminin Umar bin Khattab bahwa beliau mengatakan, “berprasangka baiklah terhadap tuturan yang keluar dari mulut saudaramu yang beriman, sedang kamu sendiri mendapati adanya kemungkinan tuturan ia mengandung kebaikan.”
      Firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” Yakni, satu sama lain saling mencari-cari kesalahan masing-masing. Dan istilah tajassus biasanya digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berarti jelek. Dari kata ini lahir pula istilah jassus(mata-mata). Adapun pengertian tajassus biasanya digunakan untuk sesuatu yang baik. Seperti Firman Allah SWT ketika menceritakan tentang Ya’qub a.s. yaitu:”Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya.....” Akan tetapi terkadang kedua istilah ini digunakan untuk menunjukkan hal yang jelek.
      Ghibah adalah haram berdasarkan Ijma’. Tidak ada pengecualian mnegenai perbuata ini kecuali bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat, seperti peneapan kecacatan oleh perawi hadits, penilaian keadilan, dan pemberian nasihat. Demikian pula hibah yang sejenis dengan ketiga hal ini sedangkan selain itu, tetap berada didalam pengaharaman yang sangat keras dan larangan ang sangat kuat. Itulah sebabnya Allah SWT menyerupakan perbuatan hibah dengan memakan daging manusia yang sudah menjadi bangkai. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT : “sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaramu yang sudah mati?” yaitu sebagaimana kamu membenci hal ini secara naluriah, maka kamupun harus membencinya berlandaskan syariat, karena hukumnya akan lebih hebat dari sekedar memakan bangkai manusia. Dan jalan pikiran ini merupakan cara menjauhkan diri dari padanya dan bersikap hati-hati terhadapnya, sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah SAW berkenaan dengan orang yang mengambil kembali apa yang telah diberikannya, “ seperti anjing yang muntah, kemudian memakan kembali untahannya itu.”
Firman Allah, “dan bertakwalah kepada Allah,” yaitu pada perkara yang telah Dia perintahkan dan Dia larang kepadamu. Dan jadikanlah Dia sebagai pengawas kamu dalam hal itu dan takutlah kepadanya.”sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagii maha penyayng,” yaitu Allah itu maha pnerima taubat kepada siapa saja yang bertaubat kepadaNya dan maha pengasih kepada siapa saja yang kembali dan bersandar kepadaNya.[4]
3.      Tafsir Jalalain
(Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyaakan dari prasanka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalaah dosa) artinya menjerumuskan kepada dosa, jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat kebaikan.
      (Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafaz tajassasu pada asalnya adalah tatajassasu, lalu salah satu dari huruf ta dibuang sehingga menjadi tajassasu, artinya  janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara menyelidikinya.
      (Dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain) artinya janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang tidak diakuinya, sekalipun hal itu benar ada padanya.
(Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?). lafadz maytan dapat dibaca mayyitaan, maksudnya tentu saja hal ini tidak layak kamu lakkan.
      (Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya menggunjingkan orang semasa hidupnya saja sama artinya dengan memakan dagingnya sesudah ia mati.
      (Dan bertaqwalah kepada Allah) yakni akutlah akan azabb-Nya bila kalian hendak mempergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini.
(Sesungguhya Allah Maha Penerima Taubat  lagi maha penyayang) yakni selalu menerima taubat orang-orang yang bertaubat dan menyayangi mereka yang bertaubat.[5]
     
     

                                                           
C.    APLIKASI DALAM KEHIDUPAN
Dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 12 ini Allah menerangkan bagaimana seharusnya sikap dan akhlak orang-orang mukmin terhadap orang-orang mukmin lainnya. Dan juga pergaulan orang-orang mukmin di tengah-tengah kaum mukminin sendiri. Hal ini ada kaitannya dengan pendidikan etika yaitu dengan adanya larangan saling berburuk sangka (negatif thinking), menghindari mencari-cari kesalahan orang lain, membicarakan keburukan orang lain (menggunjing) agar terhindar dari perbuatan tersebut  hendaklah seseorang meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.[6]
Tidak berburuk sangka menggugah rasa kemanusiaan, karena dapat menjaga hubungan harmonis baik secara vertikal maupun horisontal. Tidak mencari-cari kesalahan orang lain yakni mampu mempertimbangkan yang ada pada dirinya dengan apa yang ada pada orang lain, sehingga sebelum bertindak ia memperbaiki dirinya sendiri. Dengan  tidak menggunjing termasuk menjaga kehormatan saudaranya. Dapat mencapai integritas yang baik dan menjaga semangat kegotongroyongan serta keharmonisan.[7]
                 

                          
D.    ASPEK TARBAWI
Pelajaran yang bisa kita ambil dari Q.S.Al-Hujurat ayat 12, antara lain:
1.      Tidak mencari kesalahan orang lain, artinya kita harus senantiasa introspeksi diri.
2.      Prasangka buruk mengantarkan kita pada neraka, maka kita harus menjauhinya.
3.      Membicarakan keburukan orang lain tidak patut kita lakukan, karena itu bisa merusak hubungan tali silaturahmi dengan tetangga, maupun saudar-saudara kita.
4.      Bergunjing itu di ibaratkan seperti memakan bangkai saudara kita sendiri.
5.      Allah maha penyayang dan maha penerima taubat bagi hamba-hamba-Nya yang bertaubat dari segala kesalahannya.
                                                                   



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT melarang hamba-hambanya untuk berprasangka buruk kepada orang lain dan mencari-cari kesalahan orang lain serta menggunjing atau membicarakan aib orang lain dan Allah menyuruh hamba-hamba-Nya bertaqwa kepada Allah serta bertaubat atas segala kesalahan-kesalahannya karena Allah penerima taubat dan lagi maha penyayang.
Dan dari ayat ini kita dapat pelajaran yang bermanfaat diantaranya kita bisa mengetahui bahwa prasangka buruk mencar-mancari kesalahan orang lain serta menggunjing merupakan perbuatan yang sangat dilarang dan d benci Allah SWT sehingga kita sebagai orang beriman harus bisa menghindari dan menjauhi perbuatan-perbuatan tersebut.

B.     SARAN
Penulis menyadari terdapat banak sekali kekurangn dalam penulisan makalah ini, namun penulis telah berupaya dan berusaha atas terselsainya tugas ini. Maka penulis mengarap kritik dan saran yang membangun guna tercapainya kesempurnaan dalam menyusun makalah di wakt yang akan datang.
                                                                                                                  



DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, 1984,al-Adzkar, terj. M. Tarsi Hawi,  Bandung: Pustaka Ma’arif
Abullah bin Jarullah, 2004,Awas Bahaya Lidah, terj. Abu Haidar dan Abu Fahmi, Jakarta: Gema Insani Press,
                      
Asnawi Muhamad Ahmad,2009,Tafsir Ibnu Mas’ud,Jakarta: Pustaka Azzam
Imam Jalaludin Al-Mahali,2010,Tafsir Jalain,Bandung: Sinar Baru Algosindo
Nata, Abuddin,2002,Tafsir Ayat-Ayat pendidikan,Jakarta:PT.RajaGranfindo Persada
Shihab,M.Quraish,2012,Al-Lubab:makna,tujuan,dan pelajaran dari surah-surah Al-Qura’an, penyunting Abd.Syukur Dj,Tangerang:Lentera Hati






[1] An-Nawawi, al-Adzkar, terj. M. Tarsi Hawi, ( Bandung: Pustaka Ma’arif, 1984), hlm. 809
[2] Abullah bin Jarullah, Awas Bahaya Lidah, terj. Abu Haidar dan Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 18
                             
[3] Muhamad Ahmad Asnawi,Tafsir Ibnu Mas’ud,(Jakarta: Pustaka Azzam,2009)hlm.929-931
[4] Tafsir Al-Misbah,M.Quraish Shihab,(Jakarta:Lentera Hati)hlm.253-25
[5] Imam Jalaludin Al-Mahali, Tafsir Jalain, (Bandung: Sinar Baru Algosindo,2010)hlm.894
[6] Abuddin Nata,Tafsir Ayat-Ayat pendidikan,(Jakarta:PT.RajaGranfindo Peersada,2002),hlm.238-239      
[7] M.Quraish Shihab,Al-Lubab:makna,tujuan,dan pelajaran dari surah-surah Al-Qura’an, penyunting Abd.Syukur Dj,(Tangerang:Lentera Hati,2012)hlm.129

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel