STRATEGI DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW
Dalam belajar sejarah islam, yang berjudul strategi dakwah nabi muhammad saw. baik itu ketika nabi muahmmad saw sebelum hijrah baik sesudah hijrah. untuk mempersingkat pembahasan tentang strategi dakwah nabi muhammad saw.
startegi dakwah nabi muhammad saw. Pada masa periode Mekkah ini, dakwah Rasulullah terbagi menjadi dua proses, yakni proses dakwah secara diam-diam dan proses dakwah secara terang-terangan.
1. Proses dakwah secara diam-diam
Mula-mula Nabi Muhammad mengajarkan Islam atau berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Beliau hanya mengajarkan ke-Tauhidan kepada anggota keluarga dan kerabat terdekat. Namun tidak banyak diantara kerabat beliau yang menerima ajakan Nabi. Abu Thalib, paman beliau pun menyatakan tidak sanggup meninggalkan agama nenek moyang mereka, yakni menyembah berhala. Akan tetapi Abu Thalib tidak pernah menghalangi Rasulullah dalam mengajarkan Islam, bahkan beliau pun mengecam keras orang-orang yang menjadi penghambat dakwah Nabi.
Pada periode ini, tiga tahun pertama dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi mulai melaksanakan dakwah Islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah. Kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar dan lain-lain. Pada proses ini, tidak lebih dari 12 orang yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Mereka terkenal dengan julukan assa>biqu>n al-Awwalu>n[1] (orang-orang yang pertama kali masuk Islam), mereka adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar as-Shiddiq, Zaid, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bi Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan al-Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya di jadikan sebagai tempat berdakwah.
2. Proses Dakwah Secara Terang-terangan
Setelah tiga tahun berjalan dakwah Islam secara diam-diam, maka disuruhlah Nabi mengumumkan Islam dengan terang-terangan sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat asy-syu’ara’: 214. Berdasarkan ayat Allah tersebut Nabi Muhammad mengajak kaum keluarganya, Bani Hasyim untuk masuk Islam, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya, bahkan pamannya Abu Lahab mencemooh Nabi Muhammad sehingga turunlah surat al-Lahab. Kemudian Rasulullah mengajak kaum Quraish untuk mengesakan Tuhan tiada sekutu bagi-Nya, berdasarkan ayat yang turun dalam surat al-Hijr: 94 mereka pun ada yang masuk Islam tetapi banyak pula yang menentanngnya.[2]
Setelah turun ayat ini, Rasulullah SAW, menyampaikan dakwahnya kepada seluruh lapisan masyarakat kota Mekah yang pluralistik, dari golongan bangsawan sampai golongan budak serta pendatang kota Mekah yang mempunyai agama berbeda dan berbagai suku. Untuk berdakwah secara terang-terangan ini, beliau mengambil bukit “shofa” sebagai tempat dakwahnya. Mula-mulanya beliau menyeru penduduk Mekkah lalu kemudian penduduk negeri yang lain. Dengan usahanya yang gigih. Hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang tadinya hanya dua belasan orang semakin hari semakin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja dan orang-orang yang tidak punya.
Dalam mensyiarkan Islam, Nabi melakukannya dengan strategi yang disesuaikan dengan peradaban dan cara berfikir bangsa Arab, yaitu:[3]
a. Nabi memperkenalkan tauhid kepada Allah sebagai pondasi kehidupan dalam arti yang menyeluruh. Ajaran tauhid ini tidaklah sebagai konsep dan sebatas bidang pengetahuan saja, tetapi tauhid yang fungsional dan terapan. Dalam arti, setelah seseorang beriman kepada Allah, maka sekaligus sikap keimanan tersebut diaplikasikan dalam bentuk kehidupan sehari-hari dan perjuangan membela agama Allah.
b. Nabi menggunakan strategi pentahapan yang jelas. Dimulai dari dakwah di lingkungan keluarga serta masyarakat sekitar yang mempunyai potensi untuk dapat dipergunakan dalam membantu dakwah. Seperti Beliau mengajak Ali putra pamannya, melibatkan Abu bakar sebagai mertua, mengawini Khadijah yang setia dan kaya, serta Umar sebagai pemimpin Quraish yang sangat disegani. Tahapan itu juga terlihat dalam bagaimana Beliau meyakinkan orang-orang secara sembunyi-sembunyi (bi al-sirr), kemudian secara terang-terangan (bi al-jahr) setelah keadaan dianggap memungkinkan untuk itu. Pentahapan itu juga dapat dilihat pada usaha-usaha beliau memba’iat mereka yang ingin bergabung dengan beliau, seperti tahapan perjanjian ‘Aqabah I yang diikuti oleh 12 orang dari Madinah, serta perjanjian ‘Aqabah II yang diikuti oleh 73 orang dari kota yang sama. Sehingga, dari pengikut yang sedikit tetapi kuat itu berkembang menjadi banyak seperti mata rantai.
c. Nabi mendayagunakan berbagai macam sumber potensi sahabat secara efektif. Sahabat yang mempunyai kekayaan lebih seperti Khadijah, Abu Bakar dan Utsman untuk mendanai dakwah. Mereka yang mempunyai pengaruh besar di kalangan Quraish seperti Umar bin Khattab dan Hamzah yang muslim, serta Abdul Munthalib dan Abu Thalib yang non-muslim, menyiapkan diri untuk menjadi perisai Nabi dari serangan musuh-musuh besarnya. Sebagian para sahabat yang mempunyai kelebihan intelektualitas seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud dan Zaid bin Tsabit berkhidmat dalam pengembangan ilmu-ilmu agama (tafsir), serta Abu Hurairah menekuni periwayatan hadits-hadits Nabi. Meskipun demikian, mereka juga bersatu mengangkat senjata bersama Nabi manakala keadaan memaksanya, sebagaimana mereka ikut berhijrah ketika hal itu menjadi keputusan Nabi melalui musyawarah.[4]
Tantangan Dakwah Nabi dalam strategi dakwah nabi
1. Faktor-faktor yang mendorong kaum Quraish menentang seruan Islam
Seruan kepada agama Islam mula-mulanya adalah secara rahasia, sebagaimana telah diterangkan di atas. Hal ini telah diketahui Quraish, akan tetapi dalam fase seruan dengan cara rahasia ini Quraish tidak memperdulikannya, karena mereka sungguh tidak mengira bahwa seruan itu akan hidup dan kuat, dan akan dianut oleh orang banyak. Kemudian setelah Rasulullah mulai menyeru dengan terang-terangan, maka kaum Quraish menyatakan tantangannya terhadap agama baru itu. Dan mereka coba hendak membunuh agama ini dengan cara apapun.
2. Fase-fase tantangan Quraish terhadap agama Islam
Pada permulaan Islam, kaum Quraish belumlah mencurahkan perhatiannya untuk menentang agama Islam. Mereka mengira bahwa seruan Muhammad itu hanya satu gerakan yang berapa lama tentu akan lemah dan lenyap dengan sendirinya. Akan tetapi, alangkah terkejutnya mereka melihat bahwa seruan itu dengan cepat telah memasuki rumah tangga mereka; dan hamba sahaya mereka yang dahulunya mereka anggap derajatnya tidak lebih dari harta benda, telah menerima dengan baik seruan yang baru itu. Karena itu, mereka cepat mencurahkan perhatian menentang.
Pertama sekali, mereka menghalangi hamba-hamba sahaya dan orang yang lemah. Kalau Muhammad bebas mengatakan apa yang diingininya, tetapi hamba-hamba sahaya menurut pandangan mereka tidaklah bebas atas jasmani dan rohani mereka sendiri. Karena itu Yasir dan puteranya ‘Ammar serta istrinya Sumaiyah, begitu juga Bilal, Khabab ibnul Aris dan lain-lain menderita siksaan yang berat, di luar perikemanusiaan.[5]
Akan tetapi Nabi sendiri pada fase ini tiada dapat mereka siksa, karena Bani Hasyim mempunyai kedudukan yang tinggi pada pandangan mereka. Dan Rasul sendiri mendapat penjagaan dari Abu Thalib paman beliau. Akan tetapi setelah seruan Nabi bertambah tersiar, dan beberapa orang bangsawan Quraish telah mulai memperkenankan seruan itu, maka pengaruh seruan itu semakin bertambah jelas.
Perlawanan kaum Quraish pun makin tambah menjadi-jadi pula. Perlawanan itu tidak hanya dihadapkan kepada hamba sahaya dan orang-orang yang lemah, tetapi, mulai pula dihadapkan kepada seluruh penganut-penganut agama baru itu. Malah Nabi sendiri pembawa agama baru itu, tiadalah lepas dan dikecualikan dari tantangan mereka. Nabi mereka tuduh mengadakan perpecahan antara orang-orang dengan keluarga dan hamba-hamba sahayanya, serta menghasut pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya, menghinakan nenek moyang mereka dan dewa-dewa yang mereka sembah.
Demikian tentang pembahasan strategi dakwah nabi muhammad saw. dan sebagai pembahasan selanjutnya [baca; islam di madinah]. terimakasih dan semoga bermanfaat.
[1] Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 20.
[2] Ibid., 17-18
[3] Moh. Nur Hakim, Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UMM Press, 2004), 27-28.
[4] Moh. Nur Hakim, Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang: UMM Press, 2004), 27-28.
[5] Philip K Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm. 139
sumber www.islamarab.com
sumber www.islamarab.com