Makalah Telaah Q.S At- Takastur ayat 5-7 “ Ilmul yaqin, Ainul yaqin, Haqqul yaqin “

PENDIDIKAN ILMIAH-INTELEKTUAL
“ Ilmul yaqin, Ainul yaqin, Haqqul yaqin “
(Q.S At- Takastur ayat 5-7)




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah kehidupan ada sebuah hal yang dianggap sebagai hal yang mngandung prinsip.Dalam perkembangan zaman yang semakin maju,manusia semakin jauh dengan prinsip dan seakan ikut-ikutan dengan orang lain.Dalam beragama hal yang harus dipegang atau menjadi dasar adalah adanya Iman atau (Kepercayaan).Dalam kepercayaan ini banyak terkandung prinsip untuk menanggulangi masalah yang berkembang saat ini.Prinsip atau keyakinan ini akan menjadi tameng atau benteng yang baik dalam menghadapi masalah yang ada.
Masalah yang ada saat ini sering menggoyahkan prinsip seseorang.Dalam hidup beragama Iman ini menjadi kunci kesempurnaan beragama seseorang.Dalam makalah ini yang mengandung mengenai masalah “Ilmul Yaqin,Qinul Yaqin dan Haqqul Yaqin”akan membahas masalah yang berkaitan dengan tingkatan prinsip atau keyakinan seorang hamba kepada Tuhannya yaitu Allah SWT.Agar dapat memberikan aspek pendidikan untuk menyelesaikan masalah modern yang berkembang saat ini.
B.     Judul
Makalah ini berjudul : PENDIDIKAN ILMIAH-INTELEKTUAL “ Ilmul yaqin, Ainul yaqin, Haqqul yaqin “ (Q.S At- Takastur ayat 5-7)

C.    Nash dan Artinya
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (٥) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (٦) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِين
 5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim.
7. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin
D.  Arti penting untuk dikaji
surat ini menjelaskan tentang orang-orang yang lalai dari beribadah kepada Allah. padahal ibadah itu tujuan diciotakannya manusia. yang dimaksud disini adalah beribadah kepada allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain allah, mengenal-nya dan mendahulukan cinta allah dari lainya.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
a.       Pengertian
Ø  Ilmul al yaqin itu adalah keyakinan akan keberadaan Allah swt berdasar ilmu pengetahuan tentang sebab akibat atau melalui hukum kausalita, seperti keyakinan dari para ahli ilmu kalam. Misalnya apa saja yang ada di alam semesta ini adalah sebagai akibat dari sebab yang telah ada sebelumnya. Sedangkan sebab yang telah ada sebelumnya yang juga merupakan akibat dari sebab yang sebelumnya lagi, sehingga sampai pada satu sebab yang tidak diakibatkan oleh sesuatu sebab, yang disebabkan penyebab pertama atau causa prima. Dan itulah Tuhan.
Ø  Sedangkan dalam Ainul Yaqin, tatkala seseorang ‘arifiin’ telah melihat sesuatu amalaiah dan ubudiyah diliputi oleh Ilmu Allah kemudian ia menyaksikan bahwa di dalam gerak dan diam (lelaku) itu adalah saksi Hidupnya Allah Ta’ala yang menunjukkan adanya Allah Ta’ala sebagai tujuan hidupnya. dengan Merasakan dan menyadari gerak dan diam, suara dan perkataan itu adalah saksi hidupnya Allah Ta’ala maka sama halnya ia merasakan dan menyadari kehadiran Allah Ta’ala dekat sekali dengan dirinya. “Bukan menghadirkan Allah” akan tetapi menyadari bahwa “Allah senantiasa Maha Hadir atas dirinya dan sekalian Alam meliputi tiap2 sesuatu”. “Wahuwa Ma’akum Ainama kuntum” (Dia Allah serta kamu di mana kamu berada).
Jadi maksud dari Ainul yaqin adalah Keyakinan yang dialami oleh orang yang telah melewati tahap pertama, yaitu ilmu al yaqin, sehingga setiap kali dia melihat sesuatu kejadian, tanpa melalui proses sebab akibat lagi dia langsung meyakini akan wujud Allah; sebagaimana
Ø  Haqqul Yaqin, adalah kemantapan dalam pendirian yang kokoh setelah ia mengetahui kemudian ia melihat dengan penyaksian lalu kemudian tertanam sedalam-dalamnya pada dirinya bahwa : “Segala sesuatu apapun yang terlihat, tidak ada yang ada Melainkan Ilmu Allah Ta’ala, Segala sesuatu apapun yang terdengar tidak ada Yang ada melainkan kalam Allah Ta’ala, Dan tidak ada yang terasa maupun yang dirasakan Sirullah (Zatullah)”.
Penjelasan makna Haqqul yaqin bisa dimaksudkan keyakinan yang dimiliki oleh orang yang telah menyadari bahwa alam semesta ini pada hakekatnya adalah bayangan dari Penciptanya, sehingga dia dapat merasakan wujud yang sejati itu hanyalah Allah, sedangkan lainnya hanyalah bukti dari wujud yang sejati tersebut, yaitu Allah swt.
Setelah semua perjalanan dan tahapan itu misra/meresap pada diri, maka Allah akan JAZBAH dirinya sehingga sampailah ia pada maqom “KAMALUL YAQIN”[1]
Semua itu mencakup mengenai sebuah keyakinan atau kepercayaan atau jika diliat dalam islam adalah sebuah Aqidah.
Aqidah berasal dari kata عقد - يعقد – عقيدة  artinya kepercayaan atau keyakinan. Sedangkan pengertian aqidah Islam menurut istilah adalah sesuatu yang dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh hati manusia, sesuai dengan ajaran Islam dengan berpedoman kepada al-Quran dan Hadits.
                                                                                                       
Ø  Aqidah Islam yang bersumber dari alquran dan hadits cakupannya meliputi:
a.       Kepercayaan akan adanya Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya, yakni sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz, serta wujudnya yang dapat dibuktikan dengan keteraturan dan keindahan alam semesta ini.
b.       Kepercayaan tentang alam gaib; percaya akan adanya alam di balik alam nyata ini yang tidak bisa diamati oleh indra manusia. Demikian pula makhluq-makhluq yang ada di dalamnya seperti malaikat, jin dan ruh.
c.       Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul-Nya. Kitab-kitab tersebut diturunkan agar manusia dapat menjadikannya pedoman dalam mengarungi alam beserta segala problematikanya. Dengan menggunakan pedoman tersebut maka manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk, serta yang halal dan yang haram.
d.      Kepercayaan kepada para rasul Allah yang diutus dan dipilih untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada manuisa agar melakukan hal hal yang baik dan benar.
e.          Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, seperti hari kebangkitan (Ba’ats), adanya pahala dan dosa, surga dan neraka.
f.        Kepercayaan kepada qadha dan qadar Allah tentang segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini.[2]
B.     Tafsir dari buku
1.      Tafsir al-misbah
Ayat At- Takatsur memperingatkan bahwa “ Hati-hatilah jangan begitu, sungguh jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin niscaya kamu tidaka kan melakukan perlombanaan dan persaingan yang tidak sehat. Kamu benar-benar akan melihat neraka jahim, dan sesungguhnya aku bersumpah bahwa kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin yakni mata telanjang yang tidak sedikit pun disentuh oleh keraguan.
      Sementara ulama menyisipkan kalimat yang berfungsi menjelaskan konsekuensi jika mereka mengetahui dengan yakin pengarang Tafsir Al- Muntakhab, misalnya menyatakan : “ Sesungguhnya, jika kamu mengetahui dengan yakin betapa buruknya tempat kembali kamu sekalian, pasti akan merasa terkejut.dengan gaya hidup kamu bermegah-megahan ini. dan tentu kamu akan berbekal diri untuk akhirat.” ada lagi yang menyiratkan kalimat “ tentulah penyesalan kamu tidaka akan terlukiskan dengan kata-kata akibat habisnya umur dalam persaingan tidak sehat.” [3]
2.      Tafsir Ibnu Katsir
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu “ Bermegahan dengan anak, harta dan dunia telah melalaikan kamu dan akhirat. “ hingga kamu masuk kedalam kubur.” yaitu hingga kematian datang menjemput kamu.
Ibnu Asafir meriwayatkan dalam biografi Ahruf bin Quif  bahwa dia pernah melihat uang dirham di tangan seseorang, lalu dia bertanya “ kepunyaan siapa uang dirham itu” Orang itu menjawab “ Milikku” Ahruf berkata “ Uang itu milikmu bila kamu belanjakan baik untuk memperoleh pahala maupun dengan maksud bersyukur.” Kemudian dia membaca sebuah puisi dari seorang penyair.
“ engkau dimiliki oleh harta, bial engkau menahannya,
Bila engkau mendemarkannya, maka harta itu milikmu”
Allah ta’aal telah berfirman “ Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.” Hasan berkata “ Ayat ini merupakan ancaman setelah ancaman.” “ Janganlah begitu jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.” yaitu kalau kamu mengetahui dengan pengetahuan yang sebenarnya, pastilah banyak harta dan anak tidak akan melalaikan kamu dari mencari akhirat, sampai kamu masuk kuburan, kemudian Allah Ta’alah berfirman “ Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin. Ayat ini merupakan penjelasan terhadap ancaman yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu firman Allah “ Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui, kemudian janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui.”[4]
3.      Tafsir Al-Qurtubhi
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”
Allah SWT mengulangi lafadz kalla yaitu lafadz yang mengandung larangan dan peringatan, karena dia mengikutkan lafadz tersebut satu sama lain. seakan-akan dia berfirman, janganlah kamu lakukan itu karena kamu akan menyesal, janganlah kamu lakukan itu, karena kamu akan mendapatkan hukuman. Ada yang mengatakan bahwa lafadz kalla  di tiga tempat ini bermakna Alla (ketahuilah) seperti yang dikatakan Ibnu abi hasan Al.fana berkata “ bahwa ia bermakna Haqqan (sungguh!) pembicaraan tentang hal itu telah dijelaskan secara sempurna.

لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾

6. Niscaya kamu benar-benar akan  melihat neraka jahanam, 7. dan sesungguhnya, kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yakin.
Al Kisa’i dan Ibnu Amir membaca Latarawunna dengan mendhommakannya huruf ta’ dari “ araituhu asy- syai’a (aku memperlihatkannay sesuatu ), yakni kalian akan dikumpulkan didalam neraka itu dan benar-benar neraka itu akan diperlihatkan kepada kalian, atau dengan menfathahkan Ha’, yaitu Qira’ah mayoritas ulama, yakni kalian akan benar-benar melihat neraka jahin dari jarak jauh. [5]

C.    Aplikasi dalam kehidupan
Janganlah kalian berlomba-lomba dalam kemegahan, karena kemegahan itu telah melalaikan kamu samapi kamu masuk kedalam kubur, bahwasannya Allah SWt telah berfirman mencela hamba-hambanya atas kelailaian dai tujuan penciptaan mereka, yaitu untuk beribadah hanya kepadanya tanpa sekutu baginya mengenal dan tunduk kepadanya, mendahulukan cintanya kepada sesuatu.
Selain itu apabila kita mempunyai pengetahuan maka kita tidak sepatutnya berlaku sombong  kepada orang lain dengan pengetahuan yang kita miliki, karena bisa jadi pengetahuan yang kita miliki hanya khayalan dan persangkaan belaka yang sewaktu-waktu dapat berubah walaupun sudah tertanam kuat dalam hati kita.


D.    Aspek Tarbawi
1.      Seseorang yang memiliki pengetahuan (‘ilmul-yaqin) akan terhindar dari sikap bermegah-megahan dan menguatkan semangat dalam membela kebenaran.
2.       Apabila dalam hati seseorang telah merasa yakin, maka tidak akan berani melakukan suatu perbuatan yang diancamkan azabnya oleh Allah SWT.
3.      Semua yang bersaing secara tidak sehat, akan menyesal di dunia atau paling tidak di akhirat nanti.
4.      Semakin dalam keyakinan seseorang, semakin tajam mata hatinya sehingga dapat melihat yang tersirat di balik yang tersurat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmul al yaqin itu adalah keyakinan akan keberadaan Allah swt berdasar ilmu pengetahuan tentang sebab akibat atau melalui hukum kausalita, seperti keyakinan dari para ahli ilmu kalam. Baik berdasarkan penglihatan nyata maupun dalil shahih yang premis-premisnya tak diragukan kebenarannya sedikitpun. Sedangkan pengetahuan yang berdasarkan penglihatan mata kepala ia, termasuk bagian tak terpisahkan dari keyakinan yang disebut ‘ainul yaqin.



Daftar pustaka
Felix Shiauw, Teologi Umat Modern, (Jakarta: Republika,2012)
Nasib ar-Rifa’i, Muhammad. 2006. Tafsir Ibnu Katsir Jilid IV. Jakarta: Gema Insani.
Quraish Shihab, M. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.



[1] Felix Shiauw, Teologi Umat Modern, (Jakarta: Republika,2012) hlm.77-78

[2] Ramayulis, Hak dan Kewajiban dalam Perspektif Islam, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005) hlm 123
[3] Shihab Quraisy, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)hlm. 486
[4] Salim Bahreisy. 1988. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, Cet. Ke-1. Surabaya: PT Bina Ilmu.hlm 1037
[5]  Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel