Apa itu bid'ah itu ?
Assalammu 'alaikum wwb
Para pembaca yang dirahmati Allah SWT.
Pada masa modern ini banyak sekali dari golongan tertentu yang dengan mudah sekali untuk mengucapkan kata-kata Bid'ah. Supaya kita tidak salah dalam mentafsirkan arti "Bid'ah" apalagi sampai salah menuduh seseoarang telah melakukan berbuat Bid'ah. Berikut adalah artikel yang kita kutip dari salah satu modul di web tengkuzulkarnaen.net. semoga bermanfaat.
Bid’ah secara bahasa berasal dari kata bada’a yang artinya iftira-u syai-in min ghairi mitsaalin saabiqin: “membuat sesuatu tanpa contoh sebelumnya”. Allah membuat alam semesta ini secara bid’ah sesuai dengan Firman-Nya yang berbunyi : “badi’ussamawati wal ardh”, artinya: “Allah menciptakan alam semesta ini secara bid’ah, yakni tanpa ada contoh sebelumnya”.
Imam ‘Izzudin bin Abdis Salam dan Imam Suyuti mengatakan bid’ah itu terbagi 5 yaitu: bid’ah wajib, bid’ah sunat, bid’ah mubah, bid’ah makruh dan bid’ah haram.
Masuk dalam bid’ah yang wajib adalah mengkitabkan al qur’an dan menyempurnakan penulisannya dengan menambahi titik dan baris baris dalam penulisannya. Ini adalah suatu pekerjaan yang bid’ah, yang jelas tidak ada dilakukan di zaman rasul. Tapi ini hukumnya wajib, karena jika tidak dilakukan maka akan musnahlah al qur’an dan salah serta tersesatlah orang-orang dalam membacanya.
Bid’ah yang sunat seperti yang dibuat oleh Khalifah Umar yang melarang orang sholat tarawih tanpa berjama’ah di bawah komando seorang imam, Ubay bin Ka’ab setiap malam selama bulan Ramadhan. Padahal di zaman nabi, orang-orang melaksanakan sholat masing-masing, atau berserakan dalam jama’ah jama’ah kecil ketika bertarawih di masjid Nabawi. Kedua hal ini, yakni memerintahkan sholat di bawah satu imam, dan terus-menerus pula dilakukan dalam bulan Ramadhan, sudah disepakati oleh seluruh jama’ah para sahabat nabi sebagai amalan yang sunnah, bukan bid’ah. Dan, sampai hari ini sudah berjalan 14 abad amalan itu masih berlanjut di masjid Nabawi di Madinah serta di masjidil Haram di makkah, juga di seluruh dunia Islam.
Bid’ah mubah, contohnya membuat menara masjid, mihrab untuk imam dalam masjid, dan lain-lain yang sejenis. Bid’ah makruh, contohnya, menuliskan ayat-ayat al-Qur’an pada dinding-dinding masjid, dinding sekolah, atau rumah, secara permanen, sebab dapat merendahkan derajat ayat-ayat al Qur’an yang dituliskan itu. Bid’ah haram adalah melanggar ibadah yang telah qath’i (pasti) dalilnya, seperti menambah sholat subuh lebih dari dua rakaat, atau melakukan puasa Ramadhan di luar bulan Ramadhan, dan lain-lain.
Imam Syafi’i Rahimahullah dalam riwayat Imam Baihaqi menyatakan bahwa bid’ah itu terbagi dua, yaitu bid’ah hasanah (yang baik) dan bid’ah madzmumah(bid’ah tercela). ( Lihat Al Hawi lil Fatawi, Imam Suyuthi).
Imam Syathibi dalam kitab Al I’tishom mengatakan bahwa bid’ah itu hanya ada satu jenis saja, yakni semua bid’ah adalah sesat dan para pelakunya semua akan masuk neraka. Ada banyak juga kaum muslimin yang menjadi pengikut pendapat Imam ini. Sayangnya, terkadang mereka, para pengikutnya tidak istiqamah dalam menerapkan definisi bid’ah itu pada diri mereka sendiri. Mereka rajin menuduh amalan orang lain bid’ah, padahal di sisi lain, mereka sendiri secara terang-terangan membuat bid’ah juga tanpa takut neraka sedikitpun.
Contoh yang ingin saya kemukakan adalah amalan di Saudi Arabia, di mana para penganut faham Imam Syathibi ini ternyata banyak melakukan bid’ah pula di sana. Antara lain dengan menukar Jumrah Aqabah, wustha dan ula di Mina, dari dulunya di zaman nabi berbentuk tiang, kini menjadi tiga buah dinding yang lebarnya lebih dari 10 meter. Dengan demikian, posisi melontar bagi jamaah haji sudah bergeser jauh dari posisi sebelumnya, yakni posisi yang ditentukan Rasulullah . Begitu juga dengan tempat Mabit jama’ah haji di Mina. Sekarang ini Mina sudah dikosongkan dalam radius 4 kilometer dan tidak boleh ada jama’ah haji yang membuat kemah serta melakukan mabit di daerah radius 4 kilometer ini. Sebagai gantinya, mereka menembus gunung dengan membuat terowongan, dan membuat tempat baru untuk Mabit jama’ah haji di seberang gunung itu. Tentu saja setelah terlebih dahulu mengganti nama tempat itu menjadi Mina Baru. Mina Baru ini kemudian ditetapkan sebagai tempat mabit jama’ah Asia Tenggara. Dan, sebagian jama’ah haji yang lain lagi terpaksa Mabit di Muzdalifah karena Mina’ telah digusur. Padahal telah masyhur diketahui bahwa Nabi mewajibkan seluruh jama’ah haji untuk mabit pada tiga hari Tasyriq itu. Dan, mabit itu kata Nabi, wajib pula dilakukan di Mina, dan bukan di tempat lain!
Jika saja mereka konsisten dengan pendapat mereka selama ini, yang mengatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat, di mana para pengamalnya kelak akan masuk neraka. Lantas apakah perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan selama ini bukan bid’ah yang sesat? Kalau mereka katakan semua itu adalah bid’ah yang baik, berarti mereka selama ini telah berbohong kepada umat dengan berteriak-teriak mengatakan bahwa semua bid’ah adalah sesat belaka!
Semoga keterangan ini dapat membawa wacana yang jernih pada anda, sehingga dapat memilih pendapat mana yang lebih indah untuk diamalkan.
Wallahu A’lam Bishshowab.
Sumber : tengkuzulkarnain.net