Makalah Tafsir Tarbawi Menghindari Sikap Sombong Dimanapun (QS. Luqman ayat 18)

PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS
Hindari Sikap Sombong Dimanapun (QS. Luqman ayat 18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga makalah ini dapat terseleslaikan dengan lancar. Shalawat serta  salam senantiasa kita curahkan kepada nabi kita, baginda nabi agung Muhammad saw. semoga kita semua termasuk umat beliau yang akan mendapat syafa’atnya di yaumul akhir.
Tidak lupa, pemakalah juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah sepenuhnya memfasilitasi pembuatan makalah ini, kemudian bapak dosen yang telah memberikan bimbingan, serta tema-teman semua yang telah berpartisipasi memberi arahan dan masukan.
Disusunnya makalah ini guna memenuhi tugas Tafsir Tarbawi II. Yang mana dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ataupun kata yang kurang sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik senantiasa kita harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
                                                                                      



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. slam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.
Terkait dengan QS. Luqman ayat 18 bahwa Allah membenci atau tidak menyukai kepada orang yang sombong lagi membanggakan diri sendiri. Oleh karenanya, sangatlah penting untuk mempelajari QS. Luqman ayat 18 ini yang akan dibahas di bab 2 pada makalah ini.
B.     Judul Makalah
Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Tafsir Tarbawi, dalam hal ini pemakalah membahas tentang “Pendidikan Karakter Religius (Hindari Sikap Sombong Dimanapun) QS. Luqman ayat 18”, sesuai dengan tugas yang telah diamanahkan.
C.    Nash dan Arti QS. Luqman ayat 17

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

D.    Urgensi
Adanya pembahasan mengenai “Pendidikan Karakter Religius (Hindari Sikap Sombong Dimanapun)” QS. Luqman ayat 18 ini karena didalamnya mengandung banyak nilai penting yang patut kita teladani, diantaranya:
1.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tafsir dari QS. Luqman ayat 18.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui bahwa Allah sangat tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.
3.      Mahasiswa mengetahui bagaimana cara menjadi orang yang disukai oleh Allah SWT.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    TEORI
Islam telah mengajak dan menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menjalankan dan memegang pada akhlak-akhlak yang mulia. Yaitu akhlak yang berasaskan pada prinsip-prinsip kebaikan dan kebenaran, akhlak yang dapat membawa kebahagiaan bagi individu dan masyarakat di dunia dan akhirat.[1]
Dimana akhlak terbagi menjadi 2 yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak mazdmumah (tercela). Allah sangat menyukai orang-orang yang berakhlak mahmudah (terpuji) dan sangat membenci orang-orang yang berakhlak mazdmumah (tercela), termasuk orang yang mempunyai sikap sombong dan membanggakan diri.
Takabbur secara bahasa artinya sombong atau membanggakan diri. Orang sombong selalu membanggakan dirinya, sehingga lupa bahwa semua yang dimilikinya hanyalah karena karunia Allah SWT semata. Dan karunia itu harus disyukuri bukan untuk dibangga-banggakan kepada orang lain.
Sedangkan menurut istilah takabur adalah sikap merasa dirinya lebih dari pada orang lain dan memandang rendah orang lain serta tidak mau taat/ tunduk kepada Allah SWT. Penyebab sikap takabur : harta, kedudukaan ,ilmu & keturunan.
1.      Jenis-jenis Takabur
Takabur secara umum terdiri dari  3 jenis yaitu :
Ø  Takabur kepada Allah swt, sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Namrud, Raja Fir’aun dan Abu Lahab.
Ø  Takabbur kepada Rasulullah saw sehingga jauh dari taat kepada ajaran dan perilaku Rasulullah saw.
Ø  Takabbur kepada sesama makhluk Allah swt, seperti takabbur karena memiliki harta yang banyak, ilmu, amal, dan nasab dihadapan orang lain.
2.      Ciri ciri orang sombong
Diantara ciri-ciri manusia yang suka berperilaku sombong/ takabbur adalah sebagai berikut :
Ø  Sikap memuji diri, Sikap ini muncul karena merasa dirinya memiliki kelebihan harta, ilmu pengetahuan, dan keturunan atau nasab. Oleh karena itu ia merasa lebih hebat dibanding orang lain.
Ø  Merendahkan dan meremehkan orang lain, Sikap ini bisa diwujudkan dengan mamalingkan muka ketika bertemu dengan orang lain yang dikenalnya, karena merasa lebih baik dan lebih hebat darinya.
Ø  Suka mencela dan membesar-besarkan kesalahan orang lain, Orang yang takabbur selalu menyangka bahwa dirinyalah yang benar, baik, dan mulia serta mampu malakukan segala sesuatu. Sedangkan orang lain dianggap rendah, kecil, hina dan tak mampu berbuat sesuatu. Bahkan orang lain dimatanya selalu berbuat salah.
3.      Bahaya Sikap Takabur:
Ø  Sikap tercela yang sangat dibenci oleh Allah SWT (Q.S. An Nisa : 36)
Ø  Dibenci oleh orang lain karena keangkuhannya (Q.S. Lukman ayat 18)
Ø  Dapat mematikan hati manusia ( Q.S. Al Mukmin ayat 35 )
Ø  Tidak mensyukuri nikmat Allah SWT ( Q.S. Al Israa ayat 83 )
Ø  Akan dimasukan ke dalam neraka ( Q.S. An Nahl ayat 29 ).[2]

B.     Tafsir
Tafsir al-mishbah
Nasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun dan berinterksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran akidah, beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak.
Beliau menasehati anaknya dengan berkata : dan wahai anakku, disamping butir-butir nasehat yang lalu, janganlah juga engkau bersikeras memalingkan pipimu yakni mukamu dari manusia – siapapun dia-didorong dengan penghinaan dan kesombongan. Tetapi  tampillah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni  tidak mlimpahkan anugerah kasih sayangNya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Kata (تصعر) tusha’ir terambil dari kata (الصعر) ash-sha’ara yaitu penyakityang menimpa unta dan menjadikan lehernya keseleo, sehingga ia memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah ayat diatas menggambakan upaya keras dari seseorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain.
Kata (في الارض) disebut oleh ayat diatas, untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga ia hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh ditempat itu.
Kata (مختالا)berasal dari kata  (حيال) karenanya kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan kenyataan yang ada pada dirinya.[3]
Tafsir al- Azhar
“Dan janganlah kamu memalingkan muka engkau dari manusia”. Ini adalah termasuk budi-pekerti, sopan-santun, dan akhlak yang tertinggi. Yaitu kalau sedang bercakap berhadap-hadapn dengan seseorang hadapkanlah muka engkau padanya. Menghadapkan muka adalah alamat dari menghadapkan hati. Dengarkanlah dia bercakap, simaklah dengan baik-baik. Kalau engkau bercakap dengan seseorang, padahal mukamu engkau hadapkan ke jurusan lain akan tersinggunglah perasaannya. Dirinya tidak dihargai, perkataannya tidak sempurna di dengarkan.
dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak.” Mengangkat diri, sombong, mentang-mentang kaya, dan sebagainya. “sesungguhnya Allah tidaklah menyukai tiap-tiap yang sombong membanggakan diri.”
Congkak, sombong, takabur, membanggakan diri semuanya itu menurut penyelidikan ilmu jiwa, terbitnya ialah dari sebab ada perasaan bahwa diri itu tidak begitu tinggi hargannya. Diangkat-angkat keatas, ditonjol-tonjolkan, karena didalam lubuk jiwa terasa diri itu memang rendah atau tidak kelihatan. Dia hendak meminta perhatian orang. Sebab merasa tidak diperhatikan.[4]
Tafsir Al-Maraghi
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
Janganlah kamu memalingkan mukamu terhadap orang-orang yang kamu berbicara dengannya, karena sombong dan meremehkannya. Akan tetapi hadapilah dia dengan muka yang berseri seri dan gembira, dan rasa sombong dan tinggi diri.
Yahya ibnu jabir at-Tai’y telah meriwayatkan sebuah asar melalui Gudaif ibnu Haris yang telah menceritakan, “pada suatu hari aku duduk di majelis Abdullah ibnu Amer ibnu Ash, kemudian aku mendengar ia mengatakan, ‘sesungguhnya kuburan itu berkata kepada seorang hamba apabila ia dikubur didalamnya, ‘hai anak Adam, apakah gerangan yang membuatmu lalai kepadaku? Tidakkah kamu mengetahui bahwa aku adalah rumah terasing? Dan tidakkah kamu mengetahui bahwa aku adalah rumah yang haq (pasti)? Hai anak Adam apakah gerangan yang membuatmu lalai kepadaku? Sesungguhnya kamu dahulu berjalan disekitarku dengan angkuh dan sombong!’”
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai yang angkuh yang merasa kagum terhadap dirinya sendiri yang bersikap sombong terhadap orang lain. Dan berjalanlah dengan langkah yang sederhana ,yakni tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, akan tetapi berjalanlah dengan wajar tanpa dibuat –buat dan juga tanpa pamer menonjolkan sikap rendah diri atau tawadu’
         Kurangilah tingkat kekerasan suaramu, dan perpendeklah cara bicaramu, janganlah kamu mengangkat suaramu bilamana tidak diperlukan sekali. Karena sesungguhnya sikap demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan mudah diterima oleh jiwa yang pendengarnya serta lebih gampang untuk dimengerti
Selanjutnya luqman menjelaskan ‘illat (penyebab) larangan itu ,sebagaimana yang disetir oleh firman-nya:
Sesungguhnya suara yang paling buruk dan paling jelek, karena ia dikeraskan lebih dari pada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara keledai. Dengan kata lain, bahawa oaring yang mengeraskan suranya mirip suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada dan kekerasan suara , dan suara yang sangat dibenci oleh Allah S.W.T.[5]
C.    Aplikasi dalam Kehidupan
1.      Membiasakan diri dengan perilaku terpuji. Jika urusan dunia atau rezeki lihatlah manusia yang berada dibawah. Jika urusan akherat lihatlah manusia yang ada diatas tingkat kedekatannya dengan Allah swt.
2.      Membersihkan hati dari sikap takabbur dengan cara memperbanyak zikir kepada Allah swt.
3.      Memperbanyak sahabat, sehingga dengan semakin banyak sahabat akan semakin tahu sisi kehidupan lain dari sahabatnya.
D.    Aspek Tarbawi
1.      Mengajarkan anak didik untuk menghindari sikap sombong
2.      Mengajarkan anak didik untuk senantiasa bersyukur terhadap apa yang mereka miliki.
3.      Mengajarkan anak untuk berteman dengan siapapun tanpa membeda-bedakan.
4.      Mengajarkan anak bahwa sikap sombong dan membanggakan diri adalah sikap yang dibenci oleh Allah SWT.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan karakter religius yang terkandung dalam QS. Luqman ayat 18 adalah mengenai betapa Allah sangat tidak menyukai dengan sikap sombong dan membanggakan diri seorang manusia. Yang mana sikap sombong itu hanya boleh dimiliki oleh Allah saja, karena hanya Allah yang mempunyai segalanya.
Namun banyak manusia yang lalai sehingga mereka bersikap seolah-olah dirinya bisa memiliki segalanya yang ada di dunia ini. Padahal dirinya termasuk kedalam orang yang lalai.
Jadi kita sebagai hamba Allah yang taat maka haruslah dan wajib untuk menghindari sikap sombong ini, agar kita tidak termasuk kedalam orang-orang yang lalai.



DAFTAR PUSTAKA

Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.
Quraish, M Shihab. 2006,  Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati.
DR. Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA) 1982. Tafsir Al- Azhar Juz XXI.  Jakarta: Pustaka Panjimas.

Mustofa, Ahmad. 1998. Tafdir Al-Maraghi. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang.






[1] Ali Abdul Halim mahmud, Akhlak Mulia(Jakarta:Gema Insani,2004),hlm.7
[2] http://www.duniaislam.org/22/03/2015/pengertian-dan-cici-ciri-orang-sombong-dalam-islam/
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir  Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati,  2002). Hlm 139
[4] Hamka, tafsir al-azhar juz XXI, (Jakarta: PT. Citra Serumpun Padi, 2002). Hlm 134
[5]M. Shihab Quraish, Tafsir Al-Maraghi, (Jakarta: Lenter Hati, 2006). hlm.160-162

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel