UQ A 5A AL-MUHKAM- DAN AL-MUHTASYABIH
AL-MUHKAM- DAN AL-MUHTASYABIH
SABILA ZULFA
NIM. 2318046
Kelas A
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya makalah ini yang berjudul kedudukan Ulumul Quran Alhamdulillah akhirnya terselesaikan.
Untuk itu saya ucapkan terimakasih kepada Bp M. Hufron, M.Si atas segala bimbingan ilmu, dan nasehatnya yang beliau berikan. Dan juga terima kasih kepada teman-teman yang telah memberi dukungannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Apabila ada kekurangan dan kesalahan pada makalah ini saya mohon maaf dan saya mengharapkan kritik dan saran dari Dosen dan teman-teman sekalian. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita semua tentang kedudukan Ulumul Quran.
Pekalongan,11 Maret 2019
Sabila Zulfa
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG......................................................................... iii
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................... iv
C. TUJUAN MASALAH......................................................................... iv
BAB II PEMBAHASAN
B. PENGERTIAN MUHKAM MUTASYABIH...................................... 1
C. PEMBAGIAN AYAT – AYAT MUTASYABIH................................ 2
D. PANDANGAN ULAMA DALAM MENGHADAPI AYAT- AYAT MUTASYABIH 3
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-qur’an, selain merupakan wahyu, juga merupakan bagian kehidupan umat yang dapat membukakan mata hati dalam diri setiap insan. Firman Ilahi tersebut sudah dipandang sebagai kehidupan itu sendiri dan tidak semata-mata kitab biasa. Layaknya sebuah kehidupan, untuk dapat memahaminya biasanya diperlukan alat bantu yang kadang kala tidak sedikit. Pada masa- masa permulaan turunnya, Al-qur’an lebih banyak dihafal dan dipahami oleh para sahabat nabi SAW.
Sehingga kemudian tidak ada alternative lain bagi para sahabat kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak dituliskan, maka mutiara yang bernilai demikian luhur dikhawatirkan akan bercampur dengan hal-hal lain yang tidak diperlukan. Sehingga, firman Ilhai yang mengiringi kehidupan umat islam (dan juga seluruh umat manusia) telah tersediadalam bentuk tertulis, bahkan berbentuk sebuah kitab.
Oleh Karen aitu, tidak dapat dihindari jika kemudian berkembang ilmu pengetahuan tentang Al-qur’an yang tidak lain tujuannya untuk mempermudah dalam memahaminya. Salah satu ilmu pengetahuan tentang Al-qur’an adalah ilmu muhkam dan mutasyabih, bisa diartikan sebagai ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkamat dan muhtasyabihat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Al Muhkam dan Al Mutasyabih?
2. Apa saja pembagian ayat-ayat mutasyabih ?
3. Bagaimana pandangan para ulama terhadap adanya ayat-ayat mutasyabih?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
2. Untuk mengetahui apa saja pembagian ayat-ayat mutasyabih.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan para ulama terhadap adanya ayat-ayat mutasyabih.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologi kata “muhkam” berasal dari kata “ihkam” yang berarti kekukuhan, kesempurnaan dan pencegahan.[1] Sedangkan “mutasyabih” berasal dari kata “tasyabuh” yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan lainnya, yang biasanya dapat membawa kepada kesamaan antara kedua hal.
Sedangkan menurut terminologi Muhkam adalah lafal yang diketahui maksudnya, baik karena sudah jelas maknanya maupun karena di takwilkan. Sedangkan Mutasyabihadalah lfal yang maksud dan maknanya hanya diketahui oleh Allah SWT dan tidak dapat diketahui oleh manusia seperti saat akan terjadinya hari kiamat. Menurut As-Suyuti Muhkam adalah sesuatu yang telah jelas sedangkan Mutasyabihadalah sebaliknya.
B. Pembagian Ayat-Ayat Mutasyabihah
Ayat-ayat mutasyabih dapat di kategorikan kepada 3 bagian yaitu pertamamutasyabih dari segi lafaznya; kedua, mutasyabih dari segi maknanya; dan yang ketigamerupakan kombinasi dari keduanya, yaitu Mutasyabih dari segi lafaz dan maknanya. [2]
1. Mutasyabih dari Segi Lafaz
Mutasyabih dari segi lafaz ini dapat pula dibagi menjadi dua macam:
a. Yang dikembalikan kepada lafaz yang tunggal yang sulit pemaknaanya yang dilihat dari segi gandanya lafaz itu dalam pemakaiannya.
b. Lafaz yang dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya, yang seperti ini ada tiga macam
1) Mutasyabih karena ringkasan kalimat
2) Mutasyabih karena luasnya kalimat
3) Mutasyabih karena susunan kalimatnya
2. Mutasyabih dari Segi Maknanya
Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat Allah. Sifat hari kiamat, bagaimana dan kapan terjadinya. Semua sifat yang demikian tidak dapat digambarkan secara konkret karena kejadiaanya belum pernah dialami oleh siapapun.
3. Mutasyabih dari Segi Lafaz dan Maknanya
Mutasyabih dari segi ini, menurut As-Suyuti ad alma macam:
a. Mutasyabih dari segi kadarnya, seperti lafaz yang umum dan khusus
b. Mutasyabih dari segi caranya, seperti perintah wajib dan sunnah
c. Mutasyabih dari segi waktu, seperti nasakh dan mansukh
d. Mutasyabih dari segi tempat dan suasana dimana ayat itu diturunkan, misalnya
e. Mutasyabih dari segi syarat-syarat, sehingga suatu amalan itu tergantung dengan ada atau tidaknya syarat yang dibutuhkan, misalnya ibadah shalat dan nikah tidak dapat dilaksanakan jika tidak cukup syaratnya.
C. Pandangan Ulama’ dalam Menghadapi Ayat-Ayat Mutasyabih
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa ayat-ayat mutasyabih maksudnya tersembunyi, sehingga kita membacanya tidak akan dapat langsung menangkap apa maknanya. Inilah perbedaan yang menonjol antara mutasyabihah dan muhkamat.[3]
Dikalangan ulama tafsir terdapat perbedaan pendapat mengenai ayat- ayat mutasyabih ini. Apakah ayat itu dapat di ketahui artinya atau takwilnya atau tidak, kemudian mengenai perbedaan apakah manusia berhak mengetahui maksud yang tersembunyi itu atau hanya Allah yang tahu. Perbedaan pendapat ayat 7 surat Ali imron :
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ مِنْهُ ءَايَٰتٌ مُّحْكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلْكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٌ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنْهُ ٱبْتِغَآءَ ٱلْفِتْنَةِ وَٱبْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِۦ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya:
“Dia-lah yang menurunkan Al-kitab (Al-qur’an) kepada kamu. Di antara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Alqur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orng yang berakal”.
Dari ayat diatas, para ulama berbeda pendapat yang berawal dari lafaz. وَٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلْعِلْمِpermasalahannya apakah lafaz itu di-athof-kan dengan lafaz. ٱللَّهitu merupakan mubtada’
Berangkat dari sinilah muncul silang pendapat dikalangan ulama. Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid (dari kalngan sahabat) berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui arti dan takwil ayat-ayat mutasyabihat mereka beralasan lafaz وَٱلرَّٰسِخُونَdiathofkan kepada lafaz menurut mereka jika hanya Allah yang mengetahui dan tidak melimpahkan kepada manusia (ulama) yang mendalami ilmunya tentang ayat-ayat mutasyabihat baik tentang pengertian maupun takwil, berrati mereka sama saja dengan oarng awam. Pendapat ini di dukung pula oleh Hasan Al Asy-ari. Melihat pendapat dari ulama ini, penulis berpendapat bahwa alas an mereka sangat logis sebab jika hnya Allah lah yang mengetahui maksud ayat-ayat mutasyabih dalam al-qur’an, tentu saja Al qur’an itu akan kering maknanya serta tidak menjadi rahmat bagi alam semesta. Hal ini disebabkan karena banyaknya ayat-ayat mutasyabih yang diungkapkan dalam Alqur’an.
Walaupun ada ulama yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih itu dapat ditakwilkan oleh manusia, namun menurut sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih itu tidak dapat diketahui oleh seorang pun kecuali Allah. Menurut ulama ini kita sebagai ciptaan Allah tidak perlu mencari- cari takwil tentang ayata-ayat mutasyabih, tetapi kita harus menyerahkan persoalannya kepada Allah semata.
Dari dua pendapat yang kelihatannya kontradiksi di atas, ada lagi ulama yang berpendapat lain. Dalam hal ini Ar-raghib Al-Asfahani dia mengambil jalan tengah dari kedua pendapat di atas,. Ar-Raghib membagi ayat-ayat mutasyabih menjadi tiga bagian,
1. Ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikatnya oleh manusia, seperti waktu tibanya hari kiamat
2. Ayat mutasyabih yang dapat diketahui oleh manusia (orang awam) dengan menggunakan berbagai sarana terutama kemampuan akal pikiran
3. Ayat-ayat mutasyabih yang khusus hanya dapat diketahui maknanya oleh orang-orang yang ilmunya dalam dan tidak dapat diketahui oleh orang-orang selain mereka.
Demikianlah pokok-pokok yang merupakan pembahasan mufassirin di dalam menafsirkan ayat-ayat Alqur’an yang mutasyabih. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih tentang sifat-sifat Allah terdapat lagi perbedaan dikalangan ulama:
Pertama, mazhab salaf mengimani sifat-sifat mutasyabih dan menyerahkan maknaya kepada Allah swt. Pendapat ini di dasari oleh ayat 5 surat Thaha yang berbunyi:
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
Yaitu Tuhan yang Maha pemurah yang bersemayam di atas Arasy
Dari ayat di atas muncul kisah dimana pada suatu hari Imam Malik ditanya tentang makna istiwa’ (bersemayam), lali ia menjawab: “Lafaz Istiwa’ dapat dimengerti, tetapi tentang bagaimananya tidaklah dapat diketahui oleh seorang pun selain Allah”. Bahkan Imam Malik mengatakan bahwa pernyataan seperti itu adalah bid’ah.
Kedua, Mazhab Khallaf menyikapi sifat-sifat mutasyabih Allah, dengan menetapkan makna-makna bagi lafaz-lafaz yang menuntut lahirnya mustahil bagi Allah, dengan pengertian yang layak bagi zat Allah, golongan ini dinamakan juga dengan golongan muawwilah.
Dari kedua pendapat tentang ayat-ayat mutasyabih mengenai sifat Allah dapat disimpulkan bahwa kaum Salaf mensucikan Allah dari makna lahir lafaz dan menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah. Lain halnya dengan kaum khallaf, mereka mengartikan bahwa kata istiwa’ dengan Maha Berkuasa Allah dalam menciptakan segala sesuatu tanpa susah.
Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut subhi sholih mengemukakan pendapat dua kelompok mazhab, yaitu salaf dan khalaf.
1. Mazhab Salaf
Kelompok ini mempercayai dan mengimani ayat-ayat (tentang sifat-sifat) nutasyabihah itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah. Mereka tetap mensucikan Allah dari makna-makna lahir yang mustahil atau tidak mungkin bagi Allah. Dan mereka mengimaninya sebagaimana diterangkan Al qur’an serta menyerahkan urusan hakikat sebenarnya kepada Allah.
2. Mazhab kgalaf
Kelompok ini adalah kelompok ulama yang menakwilkan lafaz yang makna lahirnya itu mustahil kepada makna yang sesuai dengan zat Allah. Kelompok ini lebih dikenal dengan nama muawwilah atau mazhab ta’wil. Mereka menakwilkan semua sifat-sifat yang terdapat pada ayat-ayat mutasyabihah di atas dengan takwilan yang rasional. Istiwa’ mereka takwilkan dengan pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kesulitan. Kedatangan Allah mereka artikan dengan kedatangan perintah- Nya. Allah berada di atas hamba-Nya diartikan dengan Allah maha tinggi, bukan berada pada suatu tempat. Kata sisi mereka artikan hak Allah. Wajah mereka diartikan zat Allah. Mata mereka artikan dengan pengawasan. Tangan mereka artikan kekuasaan Allah. Diri mereka artikan siksaan-Nya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian ayat-ayat muhkam dan mutasyabih di atas, adapat dipahami bahwa ayat:
1. Muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita membacanya, sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah ditakwilkan barulah kita kita dapat memahami tentang maksud ayat-ayat itu.
2. Ayat-ayat mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam ilmu Alqur’an yang para ulama menilainya dengan alasannya masing-masing menjadi dua macam, yaitu pendapat ulama salaf dan khalaf.
3. Kita dapat mengatakan bahkan semua ayat Al qur’an itu muhkam jika maksud muhkam di sana adalah kuat dan kokoh, tetapi kita dapat pula mengatakan bahwa semua ayat itu adalah mutasyabih jika maksud mutasyabih itu adalah kesamaan ayat-ayatnya dalam hal balaghah dan I’ajznya.
B. SARAN
Dalam memahami ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat tentunya akan menemui perbedaan antara ulama satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya. Karena setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulama tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih bijak dalam mengatasi perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu,Anwar.2002.Ulumul Qur’an.Jakarta.
Usman.2009.Ulumul Qur’an.Yogyakarta.
PROFIL PENULIS
1. Nama : Sabila Zulfa
2. NIM/Jurusan : 2318046/ PGMI
3. Tempat, Tanggallahir : Pekalongan, 04 Mei 2000
4. Alamat : Kwagean Sepebet 008/002 Wonopringgo Pekalongan
5. Nama Ayah : Sukirman (Alm)
6. Nama Ibu : Mutiyah
7. Pendidikan :
a. TK Muslimat NU Kwagean lulus tahun 2005
b. SDN Kwagean lulus tahun 2012
c. MTs YMI Wonopringgo lulus tahun 2015
d. SMA Islam YMI Wonopringgo lulus tahun 2018
e. IAIN PEKALONGAN (Sekarang)
LAMPIRAN
[1] Usman,ulumul qur’an,penerbit teras,Yogyakarta:2009,hlm.220.
[2] Anwar abu,ulumul qur’an,sinar grafika offset, Jakarta:2002,hlm.78.
[3] Anwar abu,ulumul qur’an,sinar grafika offset, Jakarta:2002,hlm.81.