TT A 1b PINTU ILMU : BELAJAR-BACA (QS. AL ‘ALAQ : 1-5)

PINTU ILMU : BELAJAR-BACA
(QS. AL ‘ALAQ : 1-5)

Rahma Fitri
NIM. 2418067
Kelas A 

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2019



KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamin segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas, yang berjudul
PINTU ILMU : BELAJAR-BACA (QS. AL ‘ALAQ : 1-5)   
Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan kepada penulis
Dengan selesainya makalah ini penulis sampaikan terima kasih kepada :
2.      Rekan rekan semua yang telah memberikan motivasinya untuk bisa menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun penampilan. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca guna menyempurnakan penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya .

















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah
Islam sangat menekankan terhadap pentingnya ilmu. Al-qur’an dan As-sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Kemampuan untuk belajar merupakan sebuah karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia untuk mampu belajar dan menjadi pemimpin di dunia ini. Maka dari itu manusia diwajibkan untuk belajar dan mengajar
Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik. Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan akal dan kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan ilmu agama atau akhirat.
Dan judul ini penting untuk di diskusikan karena bentuk perintah untuk memperhatikan pengetahuan, karna pengetahuan sangat penting peranannya bagi manusia dan diperintahkan untuk membaca serta disertai adanya penjelasan tentang kekuasaan Allah terhadap manusia dan penjelasan sifat-sifatnya. Allah menciptakan manusia dari benda yang hina kemudian memuliakannya dengan mengajar membaca, menulis dan memberinya pengetahuan.









1.2 Rumusan Masalah

1        Memenuhi salah satu tugas
2        Bagaimana tafsiran QS. AL-‘ALAQ (96):1-5 tentang pintu ilmu:belajar-baca?
3        Bagaiman keutamaan menuntut ilmu?
4        Bagaiman kandungan ayat QS. AL-‘ALAQ (96):1-5 tentang pintu ilmu: belajar-baca?





1.3 Tujuan Penulisan
1        Untuk memenuhi salah satu tugas
2        Supaya dapat  mengetahui tafsiran QS. AL-‘ALAQ (96):1-5 tentang pintu ilmu:belajar-baca
3        Supaya dapat mengetahui keutamaan menuntut ilmu
4        Supaya dapat mengetahui kandungan ayat QS. AL-‘ALAQ (96):1-5 tentang pintu ilmu: belajar-baca






1.4 Manfaat Penulisan
1        Untuk memenuhi tugas dari dosen
2        Untuk menambah ilmu baik penulis maupun pembaca






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TAFSIRAN QS. AL-‘ALAQ (96):1-5 TENTANG PINTU ILMU:BELAJAR-BACA
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
“Bacalah!Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta.”(Ayat 1). Dalam suku pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi Muhammad saw. Disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu diatas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta. Yaitu “menciptakan manusia dari segumpal darah.”(Ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua setelah nutfah, segumpal air yang telah bepradu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (mudhghah).
Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pandai membaca.Tetapi Jibril mendesaknya sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghafalnya di luar kepala, dengan begitu dia dapat membacanya. Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga apabila wahyu-wahyu itu telah turun, dia akan diberi nama Al-Quran. Dan Al-Quran itu pun artinya bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas kodrat-Ku dan iradat-Ku.”[1] Ada pula yang berpendapat bahwa yang diperintahkan untuk dibaca adalah ismi rabbika (nama Tuhanmu), sehingga berarti “bacalah nama Tuhan”, atau berdzikirlah”. Pendapat ini pun mengandung beberapa keberatan, bukan hanya dari segi tata bahasa, tetapi juga dari segi jawaban nabi seketika itu, “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berdzikir tentu beliau tidak menjawab, “saya tidak pandai membaca” atau “apa yang harus saya baca”. Karena jauh sebelum datang wahyu, beliau telah senantiasa melakukannya.[2]
Syekh Muhammad Abduh didalam tafsirnya menerangkan bahwa: Allah yang Maha Kuasa menciptakan manusia dari air mani menjelma jadi segumpal darah, kemudian menjadi manusia. Maka jika kita selidiki isi hadits yang menerangkan bahwa tiga kali nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras untuk meyakinkan Nabi Muhammad bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya.
“Bacalah!Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.”(Ayat 3). Setelah di ayat yang pertama Beliau disuruh membaca diatas nama Allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, lalu menyuruhnya mambaca diatas nama Allah yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Maha Sayang kepada makhluk-Nya; dia yang mengajarkan dengan kalam.”(Ayat 4).Itulah keistimewaan Tuhan yang tertinggi.Yaitu diajarkannya kepada manusia berbagai ilmu, dibukanya berbagai rahasia, diserahkannya berbagai kunci untuk membuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan kalam. Dengan pena! Disamping lidah untuk membaca, Tuhan pun menakdirkan, bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat dipahami oleh manusia. “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu.”(Ayat 5).
Didalam ayat yang pertama turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada kepandaian membaca dan menulis, Syekh Muhammad Abduh berkata dalam tafsirnya: “Tak ada kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat ini didalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang. Dengan begitu akan turun wahyu-wahyu yang lain, jika kaum muslimin tidak mendapat petunjuk dengan ayat ini.[3] Pada ayat pertama menyatakan: “bacalah wahyu-wahyu illahi yang sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi dengan syarat hal tersebut harus engkau lakukan dengan atau demi nama tuhan yang selalu  memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua makhluk kapan dan dimanapun.[4]Makna ayat pertama (yakni ‘Bacalah dengan nama Tuhanmu) adalah bahwa perintah tersebut termasuk dalam kategori amr takwiniy (perintah atau titah Allah untuk menjadikan sesuatu). Nabi ketika itu memang tidak pandai membaca ataupun menulis. Karena itu beliau mengulang-ulang ucapannya, “Aku tidak pandai membaca!” maka datanglah perintah ilahi agar ia menjadi pandai membaca walaupun tetap tidak dapat menulis. Sebab akan diturunkan kepadanya kitab yang akan dibacanya, walaupun ia tidak dapat menuliskannya. Itulah sebab ayat tersebut melukiskan tuhan sebagai yang menciptakan, yakni yang menciptakan segalanya yang ada di alam semesta ini.
Dalam kalimat ini, yang dibaca adalah ‘nama’ (nama Tuhanmu), sebab ‘nama’ mengantarkan kepada pengetahuan tentang ‘Dzat’, sebagaimana telah diuraikan pada tafsir surah al-‘alaq. Demikianlah makan ayat tersebut adalah bahwa kamu diperintah ketika membaca sesuatu agar membacanya dengan nama Allah, maka arti ayat itu adalah seperti telah kami jelaskan tentang makna Bismillah Ar Rahman Ar Rahim,ketika menafsirkan surah Al Fatihah, yaitu apabila kamu membaca hendaknya kamu selalu membaca dengan pengertian bahwa bacaanmu itu merupakan perbuatan yang kamu laksanakan demi Allah saja, bukan demi sesuatu selainNya.
Pada ayat kedua, ayat ini difirmankan oleh Allah setelah ayat sebelumnya demi lebih menguatkan maknanya. Seolah-olah ia mengatakan kepada (Nabi saw) yang berulang kali mengaku dirinya tidak pandai mambaca, “Yakinlah bahwa kamu kini dapat membaca, dengan izin Tuhan-mu yang telah menciptakan segala sesuatu yang ada , termasuk kemampuan membaca yang juga merupakan salah satu dari hasil ciptaanNya dan yang telah menjadikan manusia sebagai ciptaan yang sempuurna, meski berasal dari segumpal darah beku, tidak berbentuk atau berupa. Dan mengingat bahwa kepandaian  membaca merupakan suatu kemampuan yang tak dapat dikuasai oleh seseorang kecuali dengan mengulang-ulang serta membiasakan diri dengan apa yang ada pada manusia lainnya, maka pengulangan perintah ilahi (dalam wahyu diatas) menggantikan pengulangan bacaan yang diperlukan dalam belajar membaca, dalam hal menjadikan nabi memiliki kemampuan seperti. Itulah sebabnya allah mengulangi lagi perintahNya pada ayat ketiga yang artinya “Bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah”. Yakni, bahwa allah adalah yang pelindung pemurah dari siapa saja yang diharapkan pemberian darinya, dan karenanya amat mudah bagiNya untuk melimpahkan kepadamu karuniaini (karunia kemampuan membaca) dari samudra kemuarahanNya. Setelah itu allah ingin memberikan kepadanya tambahan ketenangan dengan kemampuan barunya ini, yakni dengan menggambarkan bahwa allah dialah sang pemberi karunia ini. Pada ayat keempat yakni, menjadikan manusia mengerti dan belajar dengan perantara pena, sebagaimana ia jua mengajari mereka dengan perantaraan lisan. Adapun pena adalah suatu alat terbuat dari enda mati, tak ada kehidupan padanya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan pemahaman kepada manusia. Maka dia (allah swt) yang telah menjadikan dari benda mati ini alat untuk pemahaman dan penjelasan, tidaklah dia juga kuasa menjadikanmu seorang pembaca dan pemberi penjelasan yang sekaligus juga seorang pengajar apalagi kamu adalah seorang insan kamil (atau manusia sempurna). Dan pada ayat kelima yakni bahwa dia (allah) yag keluar dariNyaperintah untuk menjadikan seorang pembaca dan yang membacakan, dan menimbulkan dirimu kepandaian itu, bahkan kelak akan menyampaikanmu kepada tingkatan setinggi-tingginya yang tak seorang pun selainmu akan mencapainya dibidang ini. Dia pulalah yang telah mengajarkan kepada manusia segala ilmu pengetahuan yang dinikmatinya, sedangkan ia dihari-hari permulaan penciptaannya, tak mengetahui apa pun! Maka tidaklah mengherankan apabila dia yang sejak mula pertama telah mengaruniakan ilmu bagi manusia, sementara ia tadinya tidak memiliki ilmu sedikit pun, kini mengajarimu kepandaian amat banyak pengetahuan selain itu, dan dirimu benar-benar siap untuk menerimaNya! Dan bahwa penciptaan manusia, makhluk hidup yang mampu berbicara dari sesuatu yang tidak ada kehidupan padanya, tidak pandai berbicara, tidak berbentuk dan tidak berupa, lalu makhluk ini diajariNya sebaik-baik ilmu yakni cara menulis dan dikaruniaNya pengetahuan, sementara ia sebelumnya tidak berpengatahuan sedikit pun. Sehingga segala sesuatu yang dipunyai manusia adalah dari Dia serta merupakan bagian dari anugerahNya[5]



2.2 KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Allah swt juga menganjurkan manusia untuk belajar dan mengajarkan ilmu serta meletakkan kaeadah-kaedah dasar, hukum-hukum dalam hal tersebut sebagaimana yang tercantum di dalam Alquran. Sebagi bukti wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah perintah untuk membaca yang merupakan kunci bagi ilmu dengan menyebutkan pena sebagai sarana untuk mentransfer ilmu dari satu generasi kepada generasi lainnya. Sebagaimana firman Allah swt di dalam surat al-`Alaq ayat1-5:
surat yang pertama yang diturunkan Allah swt adalah surat al- `Alaq dalam surat ini Allah swt menyebutkan anugrah apa yang telah diberikanNya kepada manusia yaitu mengajarkan apa-apa yang tidak dia ketahui. Di dalam surat ini Allah swt menegaskan keutamaanNya dengan mengajari manusia dan mengutamakan manusia dengan ilmu tersebut. Hal ini menunjukkan akan kemulian ilmu dan mengajarkannya. Surat ini dibuka dengan perintah untuk membaca yang dapat mendatangkan ilmu. Kemudian Allah swt menjelaskan bahwa dia Maha Mulia dengan lafal akram dengan berbagai keutamaan dan anugrah yang Dia berikan. Kemudian Allah swt menjelaskan mengajarkan makhlukNya secara umum dan secara khusus yaitu manusia. Di antara ayat-ayat yang turun di awal ialah surat al-Qalam sebagaimana firmanNya : úc4 ÉOn=s)ø9$#ur $tBur tbrãäÜó¡o ÇÊÈ  
artinya: “Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis”.  Allah swt di dalam ayat ini bersumpah dengan pena. Tidaklah allah swt bersumpah dengan sesuatu melainkan bahwa sesuatu itu sangat penting dan sangat bernilai.Pena merupakan alat untuk mentransper ilmu dari satu orang kepada lainnya, dari satu bangsa kepada bangsa lainnya dan dari satu generasi ke genarasi lainnya.Pena membuat kekalnya ilmu sepanjang masa.Pena sebagai alat untuk menukil ilmu dan mengabadikannya. Sunggah besar dan begitu penting peranan pena di dunia ini. Di lain ayat allah swt juga berfirman pada surat Az Zumar:9 : ö ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3
artinya: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" allah swt di sini membedakan orang yang berilmu dengan orang yang bodoh keduanya tidaklah sama. Tanpa memandang ilmu apa saja itu namun yang penting tidaklah sama antara orang yang alim dan yang jahil. Sama hal tidaklah sama antara orang yang melihat dengan yang buta atau antara kegelapan dan cahaya. Jelas keutamaan ilmu membedakan satu manusia dengan manusia lainnya dan mengutamakannya dari selainnya. Didalam al quran allah juga menegaskan bahwa orang yang takut kepada allah adalah orang yang berilmu. Sebagaimana firmanNya dalam QS Fatir:28 š
$yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 žcÎ) ©!$# îƒÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ  
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [1258] Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
Karena para ulama lah yang telah membaca tanda-tanda kebesaran, keagungan, keadilan allah dalam segala peristiwa dan alam yang dibentangkanNya sehingga mewariskan ke dalam hati mereka rasa takut kepada Allah untuk melakukan segala bentuk perbuatan yang mendatangkan murka Allah. Di dalam al quran allah juga menjelaskan bagaimana allah bersaksi juga para malaikatnya dan orang yang berilmu bahwa tidak ada Tuhan selain alllah, sebagaimana tertuang di dalam QS Ali Imran:18 :
yÎgx© ª!$# ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$# $JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd âƒÍyêø9$# ÞOŠÅ6yÛø9$# ÇÊÑÈ  
18. Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
[188] Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.
Ibnu al Qayyim menjelaskan mengenai ayat ini bahwa allah menjadikan para ulama sebagai saksi akan KemahaEsaanNya. Hal ini menunjukkan akan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu dari beberap aspek: 
1        Allah memilih mereka saja di antara manusia sebagai saksi
2        Menggandengkan kesaksian Allah dan kesaksian mereka
3        Menggandengkan kesaksian para malaikat dengan kesaksian mereka
4        orang yang bersih, adil, jujur karena mustahil Allah mengambil kesaksian dari hambanya yang tidak adil.
5        Allah mendeskripsikan mereka bahwa mereka adalah orang yang berilmu hal ini menunjukkan spesifikasi mereka dengan hal tersebut bahwa merekalah orang yang diberi ilmu dan bukan gelar yang bersifat pinjaman
6        Allah bersaksi dengan DiriNya dan Dialah Saksi yang paling mulia kemudian dengan makhlukNya yang terbaik yaitu para malaikat dan para ulama. Cukuplah ini menunjukkan keutamaan dan kelebihan serta kemuliaan para ulama
7        Allah disini meminta kesaksian dalam perkara yang paling agung, paling pokok, paling penting, paling besar yaitu kesaksian mengenai tauhid. Jelas untuk perkara yang besar dibutuhkan saksi-saksi yang memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini menunjukkan para ulama adalah penghulu dan pemuka makhluk-makhluk Allah
8        Allah menjadikan kesaksian mereka sebagai hujjah dan argumen bagi orang-orang yang mengingkari hal ini. Jelas mereka diposisikan sebagai bukti dan tanda serta argumen atas Kemaha esaan Allah
9        menggunakan satu kata kerja yang mengandung kesaksian yang bersumber dariNya, para malaikat dan para ulama. Hal ini menegaskan begitu kuatnya hubungan kesaksian mereka dengan kesaksian Allah Seakan Allah bersaksi bagi diri atas ketauhidan melalui lisan mereka dan membuat mereka mengucapkan kesaksian ini, seakan Dia sendirilah yang besaksi dengan mengucapkannya dan mengajarkan kepada mereka sementara itu mereka bersaksi akan hal tersebut dengan pengakuan dan keimanan.
10    Bahwasanya Allah akan menyerahkan hakNya kepada hambahambaNya berupa kesaksian ini. Jika mereka menunaikan kesaksian ini maka mereka telah menunaikan hak Allah.[6]

2.3 KANDUNGAN AYAT QS. AL-‘ALAQ (96):1-5 TENTANG PINTU ILMU: BELAJAR-BACA
a         Alam semesta dan isinya (termasuk manusia) diciptakan oleh Allah dan dihubungkan dengan penyebutan namaNya mengandung makna bahwa semua penciptaan berkat adanya pertolonganNya. Ayat pertama ini berisi perintah membaca dengan menyebut namaNya memberikan petunjuk bahwa pembacaan tersebut hendaknya didasarkan pada semangat mengembangkan kreatifitas dan spiritualisme. Setiap pengembangan kreatifitas harus diiringi pengembangan spiritualitas karena secara fitrah manusia merupakan makhluk relijius.
b        Manusia diciptakan melalui ‘alaq sebagai fase kedua yaitu embrio yang menempel pada dinding rahim, sedangkan fase pertamanya adalah nuthfah. Bila melihat arti lain dari ‘alaq menunjukkan bahwa manusia diciptakan olehNya dari kecintaan.
c         Tuhan adalah rabb yang maha mulia dan bila manusia mengikuti agamaNya yang dibawa oleh nabiNya, pasti akan memperoleh kemuliaan dan kejayaan.
d        Pena sebagai alat tulis menulis adalah saran untuk mendokumentasikan pengetahuan. Rasulullah sebagai orang yang tidak bisa baca tulis, penyebutan pena adalah sesuatu yang baru dan sangat maju bagi masyarakat arab saat itu.
e         Semua ilmu berasal dari Tuhan. Dengan kemurahanNya manusia diberikan potensi untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. [7]









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ilmu merupakan penuntun kehidupan manusia yang bila mana manusia itu lari dari norma-norma agamaIlmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan ilmu agama atau akhirat. Ilmu merupakan salah satu bentuk perintah untuk memperhatikan pengetahuan, karna pengetahuan sangat penting peranannya bagi manusia dan juga diperintahkan untuk belajar maupun membaca. Karna manusia mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.

B.     Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik dari bapak pembimbing kami dan teman-teman yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.












DAFTAR PUSTAKA

Abduh Muhammad. 1999. Tafsir Juz’amma. Bandung: Mizan.
H. Asrori. 2012. Tafsir Al-Asraar. Yogyakarta: Daarut Tajdiid.
Lubis Zulfahmi. Kewajiban BelajarUIN Sumatera Utara Medan.
Shihab, M.Quraish. 2012. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati
Hamka. 1982. Tafsir Atidak sepatutnya bagi oranl-Azhar, juz xxx. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M.Quraish. 2012. Tafsir Al-Quran Al-Karim. Tangerang: Lentera Hati.























BUKU REFERENSI











BIODATA PENULIS


Nama                             : Rahma Fitri
Tempat, Tanggal Lahir    : Pekalongan, 22 Januari 1999
Alamat                           : JL. Khm Mansyur/Podosugih gang 4 No.18
Riwayat Pendidikan        :- SD Negeri Sapuro 02 Pekalongan (lulus 2012)
: - SMP Muhammadiyah Pekalongan  (lulus 2015)
: - MAN 2 pekalongan (ex.man 1 pekalongan)
(lulus 2018)
IAIN Pekalongan (2018-sekarang)



[1] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Atidak sepatutnya bagi oranl-Azhar, juz xxx, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 214
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al –Quran Al-Kaim (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 78.
[3] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Atidak sepatutnya bagi oranl-Azhar, juz xxx, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 215-217

















[4] M.Quraish Shihab, AL-LUBAB (Tangerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 688.
[5] Muhammad Abduh, Tafsir Juz ‘Amma (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 248-250.
[6] Zulfahmi Lubis, Kewajiban Belajar (UIN Sumatera Utara Medan), hlm. 238-241.
[7] Drs. H. Asrori, Tafsir Al-Asraar (Yogyakarta: Daarut Tajdiid, 2012), hlm. 77.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel