TT B L4 METODE PENDIDIKAN SPECIAL ”Metode Dialogis”
METODE PENDIDIKAN SPECIAL
”Metode Dialogis”
QS. Ash-Shaaffaat, 37: 102
M. Alik Thoifur
NIM. 2117350
Kelas B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua termasuk umat yang mendapat syafaat di Yaumul Akhir nanti. Amin.
Makalah yang berjudul Metode Pendidikan “SPECIAL” dalam QS. Ash-Shaaffaat, 37: 102, ”Metode Dialogis”, dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan Terima Kasih kepada Bapak Muhammad Ghufron selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan waktu kepada penulis untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Dengan menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi bahasa, analisis materi kajian atau pun cara penulisannya. Maka dari itu, penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan semua pembaca. Amin
Pekalongan, 22 Oktober 2018
Penulis
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, metode pendidikan islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan puluhan kaum mukminin dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk Ilahi dan konsep-konsep peradapan Islam (AnNahlawi,1995:204).
Metode yang dianggap paling penting dan menonjol adalah metode melalui dialog Qur‟ani dan Nabawi. Bentuk dialog dalam Al-Qur‟an dan sunnah sangat variatif. Namun, bentuk yang paling penting adalah dialog khitabi (seruanAllah) dan ta‟abbudi (penghambaan terhadap Allah), diaolog deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif, serta dialog nabawiah.
Kejelasan tentang aspek-aspek dialog ditujukan agar setiap pendidik dapat memetik manfaat dari setiap bentuk dialog tersebut dan dapat mengembangkan afeksi,penalaran, dan perilaku ketuhanan anak didik. Selain itu, seorang pendidik dapat memanfaatkan dialog untuk melengkapi metode pengajaran ilmu-ilmu lainnya (An- Nahlawi,1995:205-206)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode pendidikan islam dalam surah As-Shaffat ayat 102?
2. Bagaimana implementasi metode pendidikan dialog dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui metode pendidikan islam yang terkandung dalam al-Qur‟an surat as-Shaffat ayat 102
2. Mengetahui implementasi metode pendidikan dialog dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Metode Dialogis
Ayat sebelum ini menguraikan janji Allah kepada Nabi Ibrahim as, tentang perolehan anak. Demikianlah hingga tiba saatnya anak tersebut lahir dan tumbuh berkembang (Shihab, 2002: 280). “ Maka tatkala anak itu sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim,” yaitu menjadi besar dan dewasa serta dapat pergi bersama ayahnya dan sanggup melaksanakan pekerjaan yang dikerjakan oleh ayahnya, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”.
Sesungguhnya Ibrahim memberitahukan kepada anaknya dengan cara seperti itu agar lebih mudah diterima oleh anaknya dan dengan maksud menguji kesabaran, keteguhan, dan keistiqamahan anaknya di kala masih kecil dalam menaati Allah dan menaati ayahnya. Maka dia menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, yakni laksanakanlah perintah Allah untukmenyembelihku itu, Insya Allah, kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.” Aku akan bersabar dan megharapkan pahala-Nya dari sisi-Nya (Ar-Rifa‟i, 2000: 41-42).
Dalam penafsiran di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam surat as-Shaffat ayat 102 mengandung metode dialog. Dialog dapat diartikan sebagai pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang dilakukan melalui tanya jawab dan didalamnya terdapat kesatuan topik atau tujuan pembicaraan. Dengan demikian, dialog merupakan jembatan yang menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain (An- Nahlawi,1995:205). Dalam pembahasan ini penulis hanya akan menjelaskan mengenai metode tanya jawab, maka kita harus mengetahui pengertian dari setiap kata tersebut. Maka dengan ini penulis menguraikan menjadi dua kata, yaitu kata metode dan kata tanya jawab.
Metode berasal dari dua kata yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu jalan atau cara yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Uhbiyati, 1999: 99). Dalam bahasa arab metode disebut thariqot yang berarti langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi metode adalah sebuah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan pembelajaran dengan peserta didik, pada saat berlangsung proses pembelajaran secara efektif dan efesien juga untuk mencapai tujuan yang ditentukan (Gunawan, 2014: 255-257).
Sedangkan kata tanya jawab berasal dari dua kata yaitu tanya yang artinya permintaan keterangan (penjelasan dan sebagainya). Adapun kata jawab artinya sahut, balasan. Jadi kata tanya jawab adalah cara belajar atau mengajar yang menekankan pada pemberian pertanyaan oleh pengajar, sedangkan peserta didik harus menjawab pertanyaan tersebut atau sebaliknya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Metode tanya jawab adalah yang tertua dan banyak digunakan dalam proses pendidikan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah (Djamarah dan Zain, 2010: 94-95).
Metode tanya jawab juga dapat diartikan sebagai penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru yang menjawab pertanyaan (Usman, 2002: 43).[1]
Menurut Ibnu Katsir, sebagaimana dikutip oleh Miftahul Huda dan Muhammad Idris, cara dialog bertujuan untuk melatih berargumentasi, kesabaran, ketangguhan, dan keteguhannya untuk patuh kepada Allah dan taat kepada orangtua.[2]
B. Dalil Metode Dialogis sesuai Al-Quran Surat as-Shaffat Ayat 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
Ayat diatas menggunkan bentuk kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang) pada kata-kataأَرَى saya melihat dan أَدْبَحُكَsaya menyembelihmu. Demikian juga kataتُؤْمَرُ diperintahkan. Ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaiannya itu. Sedang penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.[3]
Dalam tafsir al-Ibriz juga dijelaskan “Bareng putrone wus yuswo pitung tahun, Setelah putranya sudah berusia tujuh tahun nabi Ibrahim nompo wahyu supoyo nyembelih putrone. Nabi Ibrahim ngendiko: “He anak ingsun engger! Ingsun supeno sak jerone sare ingsun, menowo ingsun nyembelih marang seliramu, cubo pikiren kapriye mungguh seliramu?” Ingkang putro matur: “Bapak dalem aturi nindaaken perintahipun Allah, dalem insya‟Allah amboten bade bangkang, nangeng bade sabar”, Nabi Ibrahim mendapatkan wahyu agar menyembelih putranya. Nabi Ibrahim berkata sebagaimana untuk pertimbangan nabi Isma‟il: “wahai anakku! Aku bermimpi didalam tidurku, kalau aku menyembelih dirimu, coba pikirkan bagaimana menurutmu?” Yang putra berkata: “ Ayah, Jalankanlah perintah Allah, Insya‟Allah aku tidak akan membangkang, tapi akan sabar.[4]
Ucapan sang anak أَفْعَلُ مَاتُؤْمَرُ laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, bukan berkata: “Sembelihlah aku”, mengisyaratkan sebab kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah perintah Allah swt.
Bagaimanapun bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya, maka ia sepenuhnya pasrah. Kalimat ini juga dapat merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat itu. Ucapan sang anak سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ engkau akan mendapatiku Insya Allah termasuk para penyabar, dengan mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak dan sopan santun sang anak kepada Allah Swt. Tidak dapat diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan dalam hati dan benak anaknya tentang keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang indah serta bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya. Sikap dan ucapan sang anak yang direkam oleh ayat ini adalah buah pendidikan tersebut.[5]
Dalam perspektip pendidikan Islam faedah yang bisa diambil dari kisah qurban adalah reaksi anak ketika ayahnya meminta pendapatnya tentang perintah yang ia terima untuk menyembelihnya, dengan sopan dan lembut ia megiakan perintah tersebut, dengan penuh kepatuhan, ketundukan, dan sikap penyerahan diri kepada Allah.
Sikap sopan, lembut, patuh, pasrah, jujur,terbuka, sabar, dan bertanggung jawab, sebagaimana yang ditunjukkan oleh peristiwa qurban bukanlah muncul dengan tiba-tiba. Sebaliknya, sikap ini muncul darisebuah proses pendidikan. Sebagai orang tua, Nabi Ibrahim telah berhasil memainkan perannya sebagai seorang pendidik utama dan pertama bagi anaknya, ia tanamkan pada anaknya melalui contoh dan suri teladan yang ia perankan sendiri dari nilai-nilai baik, yang pada akhirnya mampu menjadikannyaseorang yang memiliki keyakinan yang kuat, perilaku yang baik, dan kesadaran yang tinggi untuk menimbang masalah seperti orang dewasa, tentu ismail merupakan anak ideal dan istimewa layak diidamkan oleh setiap orang tua. Oleh karena itu penggalian masalah strategi pendidikan dan nilai yang dihasil dari al-Qur’an perlu dilakukan.[6]
1. Tafsir Jalalain
(Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim) yaitu telah mencapai usia sehingga dapat membantunya bekerja; menurut suatu pendapat bahwa umur anak itu telah mencapai tujuh tahun. Menurut pendapat yang lain bahwa pada saat itu anak Nabi Ibrahim berusia tiga belas tahun (Ibrahim berkata, "Hai anakku! Sesungguhnya aku melihat) maksudnya, telah melihat (dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu!) mimpi para nabi adalah mimpi yang benar, dan semua pekerjaan mereka berdasarkan perintah dari Allah swt. (maka pikirkanlah apa pendapatmu!") tentang impianku itu; Nabi Ibrahim bermusyawarah dengannya supaya ia menurut, mau disembelih, dan taat kepada perintah-Nya. (Ia menjawab, "Hai bapakku) huruf Ta pada lafal Abati ini merupakan pergantian dari Ya Idhafah (kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu) untuk melakukannya (Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar") menghadapi hal tersebut.
2. Ringkas Kemenag
Maka ketika anak itu sampai pada usia sanggup berusaha bersamanya, nabi ibrahim berkata, 'wahai anakku! sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku dalam mimpiku itu diperintah oleh Allah untuk menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!' dengan penuh kepasrahan kepada Allah dan ketaatan pada ayahnya, dia menjawab, 'wahai ayahku! lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar dalam melaksanakan perintah-Nya. '103-106. Maka ketika keduanya telah berserah diri, patuh, dan bertawakal kepada Allah, dia pun membaringkan anaknya atas pelipis-Nya ke tanah agar tidak melihat wajah anaknya saat dia menyembelihnya. Nabi ibrahim berbuat demikian supaya keteguhan hatinya dalam melaksanakan perintah Allah tidak terganggu. Ketika pisaunya dia ayunkan, lalu kami panggil dia dari arah bukit, 'wahai ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu sebagai perintah Allah yang wajib engkau laksanakan. Sungguh, demikianlah tugas yang membutuhkan kesabaran dan pengorbanan tinggi. Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dan ikhlas dalam beramal. Sesungguhnya perintah ini benar-benar suatu ujian yang nyata dari Allah untuk menguji keimanan dan ketaatan hamba terhadap perintah-Nya.[7]
3. Tafsir Ibnu Katsir
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim.(Ash Shaaffat:102) Yakni telah tumbuh menjadi dewasa dan dapat pergi dan berjalan bersama ayahnya.Disebutkan bahwa Nabi Ibrahim 'alaihis salam setiap waktu pergi menengok anaknya dan ibunya di negeri Faran, lalu melihat keadaan keduanya. Disebutkan pula bahwa untuk sampai ke sana Nabi Ibrahim mengendarai buraq yang cepat larinya, hanya Allah-lah Yang Maha mengetahui.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ata Al-Khurrasani, dan Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, (Ash Shaaffat:102) Maksudnya, telah tumbuh dewasa dan dapat bepergian serta mampu bekerja dan berusaha sebagaimana yang dilakukan ayahnya. Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! " (Ash Shaaffat:102).
Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa mimpi para nabi itu adalah wahyu, kemudian ia membaca firman-Nya: Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" (Ash Shaaffat:102). Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul Junaid, telah menceritakan kepada kami Abu Abdul Malik Al-Karnadi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Israil ibnu Yunus, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Mimpi para nabi itu merupakan wahyu. Hadis ini tidak terdapat di dalam kitab-kitab Sittah dengan jalur ini.
Dan sesungguhnya Ibrahim memberitahukan mimpinya itu kepada putranya agar putranya tidak terkejut dengan perintah itu, sekaligus untuk menguji kesabaran dan keteguhan serta keyakinannya sejak usia dini terhadap ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan baktinya kepada orang tuanya. Ia menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.” (Ash Shaaffat:102). Maksudnya, langsungkanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu untuk menyembelih diriku. insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Ash Shaaffat:102) Yakni aku akan bersabar dan rela menerimanya demi pahala Allah subhanahu wa ta'ala Dan memang benarlah, Ismail 'alaihis salam selalu menepati apa yang dijanjikannya. Karena itu, dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya dan dia adalah seorang rasul dan nabi.
Dan ia menyuruh ahlinya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (Maryam:54-55).[8]
C. Implementasi Metode Dialogis dalam Pendidikan
Metode tanya jawab adalah salah satu tehnik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauh mana peserta didik dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah diceramahkan (Said, 1981: 240).
Dalam kegiatan belajar mengajar melalui tanya jawab, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan atau peserta didik diberikan kesempatan untuk bertanya. Pada saat pertengahan atau pada akhir pelajaran. Bila mana metode tanya jawab ini dilakukan secara tepat akan dapat meningkatkan perhatian siswa untuk belajar secara aktif (Usman, 2002: 43).
Peserta didik yang biasanya kurang mencurahkan perhatiannya terhadap pelajaran yang diajarkan melalui metode ceramah akan berhati-hati terhadap pelajaran yang diajarkan melalui metode tanya jawab. Sebab peserta didik tersebut sewaktu-waktu akan mendapat giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang akan diajukan kepadanya. Meteode tanya jawab ini tidak dapat digunakan sebagai ukuran untuk menetapkan kadar pengetahuan setiap peserta didik dalam suatu kelas, karena metode ini tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap peserta didik untuk menjawab pertannyaan. Metode tanya jawab dapat dipakai oleh guru untuk menetapkan perkiraan secara umum apakah peserta didik yang mendapat giliran pertanyaan sudah memahami bahan pelajaran yang diberikan.
Beberapa alternatif dapat terjadi dalam metode tanya jawab yaitu:
1. Segi kecepatan menuangkan bahan pelajaran
Dalam hal menerangkan bahan-bahan pelajaran pada peserta didik penggunaan metode tanya jawab lebih lamban apabila dibandingkan dengan metode ceramah. Akan tetapi metode tanya jawab dari segi kepastian lebih tajam, karena guru memberikan pertanyaan untuk suatu jawaban tertentu, dan guru dapat mengetahui dengan segera apakah peserta didiknya mengerti atau tidak. Kalau terjadi yang demikian maka guru dapat segera menjelaskan kembali segi-segi yang belum jelas itu.
2. Dapat terjadi penyimpangan dari pokok persoalan
Guru dalam melaksanakan tanya jawab lebih besar kemungkinan menyimpang dari pokok-pokok persoalan. Hal ini dapat terjadi bila peserta didik memberikan jawaban, lalu berbalik mengajukan pertanyaan yang menimbulkan masalah-masalah baru di luar yang sedang dibicarakan.
3. Dapat terjadi perbedaan pendapat antara peserta didik dan guru
Dalam metode ceramah biasanya guru sulit mengetahui apakan peserta didik menyetujui atau tidak isi ceramah yang diberikan kecuali kalau dibuka tanya jawab. Dengan adanya tanya jawab kemungkinan jawaban peserta didik berbeda dengan yang diingini guru. Apabila guru menyatakan salah terhadap jawaban peserta didik maka peserta didik yang berani cenderung mempertahankan jawabannya, apalagi peserta didik yang bersangkutan sanggup mengajukan bahwa pertanyaan itu mempunyai banyak kemungkinan jawaban. Disinilah akan timbul perbedaan pendapat anatara guru dan peserta didik.
Metode tanya jawab juga banyak dipakai pada pendidikan Agama dalam hubungannya dengan bahan atau materi pelajaran agama, yang meliputi Aqidah, Syari‟ah dan Akhlak. Bahkan ketiga inti ajaran Islam tersbut disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad denagn melalui tanya jawab. Demikian pula pada waktu keangkatan Mu‟adz bin Jabal untuk menjabat hakim di negeri Yaman, melalui beberapa tanya jawab yang diajukan oleh Rasulullah, sekaligus merupakan contoh pemakaian metode tanya jawab dalam pendidikan ( Zuharini dkk, 1983: 87-88).[9]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran efektif terjadi saat ada interaksi antara guru dan peserta
didik, guru bertanya peserta didik menjawab atau sebaliknya. Maka guru
dapat menilai pemahaman peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Guru
dapat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pembelajaran dimulai, dari
yang mudah hingga yang sulit. Guru tidak boleh menyalahkan jawaban
peserta didik, namun menghargainya dengan ucapan yang baik: “pendapat
yang bagus, tapi ada jawaban yang lebih tepat dari ini.” Guru juga tidak boleh
emosi saat para peserta didik bertanya atau berbeda pendapat dengannya.
Guru harus bisa tenang dan menjawab sesuai pengetahuannya, ia harus jujur
jika belum mengetahui jawabannya. Ini akan berdampak lebih positif bagi peserta didik, karena ia menunjukkan bahwa guru bukan orang tahu segalanya. Guru profesional bukan berarti bahwa guru bisa menjawab setiap
pertanyaan para peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri Mustafa, Tafsir Al-Ibriz Lima‟rifati Tafsir Al-Quran Al-Aziz, Menara Kudus.
Rizqa, Fatichurriza, 2017, Metode Pendidikan Islam dalam Surat Ash-Shaffat Ayat 102, (Salatiga, IAIN Salatiga,)
https://risalahmuslim.id/quran/ash-shaffaat/37-102/ (diakses tanggal 23 November 2018. 13.56)
https://tafsir.learn-quran.co/id (diakses tanggal 23 November 2018. 13.54)
Huda, Miftahul, 2008, Muhammad Idris, Nalar Pendidikan Anak, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,)
Quraisy Syihab, 2002, Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Lentera Hati, Jakarta.
Sahirman, 2013, Strategi Keberhasilan Nabi Ibrahim Bagi Pendidikan Anak dan Relevansinya dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta,).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1) Nama : M. Alik Thoifur
2) Tempat Tanggal Lahir : Pemalang, 21 Januari 1997
3) Alamat : Dsn. Rejomulya RT/RW : 16/04 Ds. Tundagan, Kec. Watukumpul Kab. Pemalang
4) Riwayat Pendidikan
a. MI Minhajutthullab Tundagan
b. MTs Minhajutthullab Tundagan
c. SMK Tarbiyatunnasyiin Jombang
5) Motto : Hidup harus bisa seperti PAKU
[1]Fatichurriza Rizqa, Metode Pendidikan Islam dalam Surat Ash-Shaffat Ayat 102, (Salatiga, IAIN Salatiga, 2017), hlm, 60-63
[2]Miftahul Huda, Muhammad Idris, Nalar Pendidikan Anak, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 154.
[3]Quraisy Syihab, Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Lentera Hati, Jakarta, 2002, hlm. 62-63
[5]Quraisy Syihab, Op. Cit, hlm. 63.
[6] Sahirman, Strategi Keberhasilan Nabi Ibrahim Bagi Pendidikan Anak dan Relevansinya dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013), hlm, 9-10.
[9] Fatichurriza Rizqa, hal, 63-69