MAKALAH “Hindari Prasangka Buruk dan Menggunjing” (Q.S Al-Hujurat, 49: 12)
“Hindari Prasangka Buruk dan Menggunjing”
(Q.S Al-Hujurat, 49: 12)
Kata pengantar
BAB I
PENDAHULUAN .
- LATAR BELAKANG
Sebagian dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak mendasar. Biasanya dugaan yang tidak mendasar yang mengakibatkan dosa adalah dugaan buruk terhadap orang lain . Q.S. Al - Hujurat 12 derngan tegas telah melarang melakukan dugaan buruk yang tampa mendasar, karena akan dapat menjerumuskan seseorang kedalam dosa. Dengan menghindari dugaan dan prasangka buruk , maka kita akan hidup tenang dan tentram serta produktif. Ayat tersebut juga membentengi setiap anggota masyarakat dari tuntutan terhadap yang baru bersifat prasangka. Tersangka belum dinyatakan bersalah, belum terbukti kesalahannya, bahkan seseorang tidak dapat dituntut sebelum terbukti kebenaran dugaan yang di hadapkan kepadanya memang bisikan-bisikan yang terlintas di dalam benak tentang sesuatu dapat di toleransi asal bisikan tersebut tidak ditingkatkan menjadi dugaan dan prasangka buruk. Berangkat dari beberapa maslah di atas alangkah baiknya kita mendalami makna dan tafsir dari qu’an Surat Al-Hujurat ayat 12.
- Judul Makalah
Pendidikan Etika-Global
"Hindari Prasangka Buruk dan Menggunjing (QS. Al-Hujurat 49: 12)"
- Nas dan Terjemahan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat, 49:12)
- Arti penting Dikaji
Allah SWT memberi peringatan kepada orang orang yang beriman, supaya menjauhkan diri dari su’udzan, atau prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari saudaranya yang mukmin maka kalimat itu harus diberi tanggapan dan ditujukan kepada pengertian yang baik, jangan sampai timbul salah paham, apalagi menyelewengkan sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Kemudian, Allah SWT menerangkan penyebab wajibnya orang mukmin menjauhkan diri dari prasangka yaitu karena sebagian prasangka itu mengandung dosa. Allah melarang pula ghibah (Menggunjing), namimah(marah) dan mencari cari aib orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
- Teori
Menurut bahasa, buruk sangka merupakan makna dari kata bahasa arab yaitu syu’udzon yang mana lawan kata dari husnudzon yang artinya berbaik sangka. Prasangka dihasilkan dari perbuatan dan perkataan seseorang atau gerak gerik orang yang mendapat tuduhan tertentu dari orang lain, biasanya prasangka timbul bila seseorang berada dalam situasi yang sulit.
Menggunjing adalah perbuatan melanggar hak-hak Allah SWT dan sekaligus juga melanggar hak-hak umat. Oleh karena itu, perlu bagi pelakunya untuk pertama-tama, meminta maaf kepada orang yang digunjing, sebab Allah SWT tidak akan memaafkan sebelum korbannya memberi maaf.[1]
pada ayat ini disebutkan salah satu perilaku terburuk, yaitu membicarakan keburukan orang lain dibelakangnya. Sikap destruktif ini dinyatakan sebagai kegiatan yang sangat tercela, dan al-Quran menggunakan perbandingan yang tidak pernah digunakan sebelumnya, yaitu membicarakan orang lain di belakang mereka sama seperti memakan mayat saudara sendiri.
Perbuatan teramat hina yang mungkin dilakukan orang kepada orang lain adalah memakan daging orang mati, lebih hina lagi apabila seseorang melakukannya terhadap saudaranya sendiri dan yang lebih buruk lagi adalah jika menyakiti saudaranya dengan memakan dagingnya. Aksi ini sangat tercela dan terkutuk dan hanya sedikit orang yang akan melakukan hal ini. Mengapa menjelek-jelekkan orang di belakang punggungnya dan membicarakan keburukan orang dibelakang sama dengan memakan mayatnya? Karena masing-masing perbuatan menghancurkan kehormatan dan kemuliaan orang yang menjadi korban.
Keburukan perbuatan ini terbagi rata di antara dua orang yang membicarakan dan mendengarkan dikategorikan sebagai orang yang menyerang orang lemah. Orang yang memakan daging saudaranya sendiri dan orang yang mendengarkan pembicaraan buruk tentang orang lain berarti membantu menyakiti orang yang tidak hadir dalam pembicaraan itu dan tidak bisa membela dirinya. Kemudian menyerang orang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dinyatakan sebagai tindakan memalukan.
Dengan kata lain al-Quran menggambarkan perumpamaan bahwa orang yang membicarakan orang lain dibelakang mereka sama dengan orang yang memakan daging saudaranya sendiri. Kemudian empat poin berikut menjadi pertimbangan atas perumpamaan tersebut:
1. Saudara seagama sama dengan saudara biologis.
2. Kehormatan dan kemuliaan seseorang seperti daging (fisik) seseorang.
3. Mengucapkan kata-kata buruk tentang seseorang dibelakang mereka dan merusak karakter seseorang atau menghina kehormatannya sama dengan memakan daging orang itu.
4. Karena korban tidak ada dan tidak bisa membela dirinya sendiri dari serangan para pengecut yang membicarakan keburukannya, diumpamakan dirinya telah mati dan mengalami serangan itu dalam keadaan tidak bisa mempertahankan diri.
Membicarakan keburukan orang lain di belakang memiliki banyak konsekuensi negative yang berhubungan dengan individu juga masyarakat. Dalam hubungannya dengan individu, membicarakan seseorang dari belakang digambarkan sebagai pengrusakan ikatan persaudaraan islam. Pengrusakan apa lagi yang lebih buruk ketika seseorang menginjak-injak harga diri dan karakter sesama muslim dan tidak ada sesuatu yang bisa memperbaikinya.
Imam Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir menyatakan: “Allah Swt berfirman kepada orang-orang yang menceritakan pendengaran dan penglihatannya atas perilaku orang lain kepada saudara-saudaranya sesama kaum mukmin, ‘Sesungguhnya orang-orang yang sangat menyukai perbuatan menyebarkan cerita bohong tentang orang-orang beriman, telah menanti atas mereka azab yang sangat pedih.’”[2]
- Tafsir
1. Tafsir Al-Maragi
Muslim, Abu Daud dan At-Tirmizi telah meriwayatkan bahwa Nabi saw.pernah bersada, “Tahukah kalian apakah gibah itu?” para sahabat berkata, “Allah dan rasul-Nya lebih tahu.” Sabda rasul, “kamu menceritakan saudaramu dengan hal-hal yang tidak dia sukai.” Seseorang bertanya, “Bagaimanakah pendapat tuan sekiranya pada saudaraku memang benar terdapat hal-hal yang aku katakana? Rasul bersabda, jika padanya memang terdapat hal-hal yang kamu katakana, maka sesungguhnya engkau telah menggunjing dia, dan jika padanya tidak terdapat hal-hal yang kamu katakana, maka sesungguhnya kamu telah berdusta.
Al-Baihaqi dalam kitab sya’bul Iman mengeluarkan sebuah riwayaat dari sa’id bin musayyab bahwa ia berkata, pernah saya mendapatkan surat sebagaian temanku dari kalangan para sahabat Rasulullah saw., “Letakkanlah urusan saudaramu pada tempat yang terbaik selagi tidak datang kepadamu berita yang kuat menurutmu. Dan jangan sekali-sekali kamu menyangka kata-kata yang keluar dari seorang muslim sebagai sesuatu yang buruk, padahal kamu masih mendapatkan tempat yang baik bagi kata-kata itu. Dan barang siapa yang menempatkan dirinya untuk menjadi sasaran persangkaan, maka jangan sekali-sekali ia mencela kecuali dirinyan sendiri. Dan barang siapa yang menutupi rahasianya, maka pilihan itu ada pada tangannya. Dan tidaklah engkau balas seseorang yang mendurhakai Allah, pada hari kiamat (kecuali) sebanding. Agar engkau taat kepada Allah demi balasan itu.
Senantiasaalah kamu berteman dengan orang-orang yang benar perkataannya, sehingga kamu akan masuk ke dalam usaha amal mereka. Karena mereka adalah perhiasan ketika senang dan perisai ketika mengalami bencana yang besar. Dan janganlah kamu mudah bersumpah agar kamu tidak dihinakan oleh Allah Ta’ala. Dan jangan lah kamu sekali-kali bertanya tentang sesuatu yang tidak ada, sehingga sesuatu itu ada. Dan janganlah kamu meletakkan bembicaraanmu kecuali pada orang yang kamu sukai.[3]
2. Tafsir Jalalain
(Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa) artinya menjerumuskan kepada dosa; jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik. Orang-orang mukmin yang selalu berbuat baik itu cukup banyak, berbeda keadaannya dengan orang-orang fasik dari kalangan kaum muslim, maka tiada dosa bila kita berburuk sangka terhadapnya menyangkut masalah keburukan yang tampak dari mereka تَجَسَّسُوا وَلَا (dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafaz tajassasu pada asalnya adalah tatajassasu, lalu salah satu dari kedua huruf ta dibuang sehingga jadilah tajassasu, artinya janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara menyelidikinya,
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا (dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain) artinya janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang tidak diakuinya, sekailpun hal itu benar padanya.
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
(sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?)
Lafaz mayita dapat pula dibaca mayyitan; maksudnya tentu saja hal ini tidak layak kalian lakuka . فَكَرِهْتُمُوهُ (maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya dengan memakan dagingnya sesudah ia mati. وَاتَّقُوا اللَّهَ (dan bertakwalah kepaada Allah) yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendakl menpergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini. إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ (sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat) yakni selalu menerima tobat orang-orang yang bertobat.[4]. رَحِيمٌ(lagi Maha Penyayang) kepada mereka yang rt
3. Tafsir Al-Mishbah
Ayat di atas masih merupakan lanjutan tuntunan ayat yang lalu. Hanya di sini hal-hal buruk yang sifatnya terembunyi, karena itu panggilan mesra kepada orang-orang beriman diulangi untuk kelima kalinya. Di sisi lain memanggil dengan panggilan buruk yang telah dilarang oleh ayat yang lalu boleh jadi panggilan/ gelar itu dilakukan atas dasar dugaan yang tidak berdasar, Karena itu ayat di atas menyarakan: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dengan upaya sungguh-sunguh banyak dari dugaan yakni prasangka buruk terhadap manusia yang tidak memiliki indicator memadai, sesungguhnya sebagian dugaan yakin yakni tidak memiliki indicator itu adalah dosa.
Selanjutnya karena tidak jarang prasangka buruk mengundang upaya mencari tahu, maka ayat di atas melanjudkan bahwa: Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain yang justru ditutupi oleh pelakunya serta jangan juga melangkah lebih luas yakni sebagian kamu menggunjing yakni membicarakan aib sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah jika itu disodorkan kepada kamu, kamu telah merasa jijik kepadanya dan akan menghindari memakan daging saudaranya sendiri itu, karena itu hindarilah pergunjingan karena ia sama dengan memakan daging saudara yang telah meninggal dunia dan bertakwalah kepada Allah yakni hindari siksa-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta bertaubatlah atas aneka kesalahan, sesunggyhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.[5]
4. Tafsir Al-Azhar
Prasangka adalah dosa, karena ia adalah tuduhan yang tidak bersalah dan bisa saja memutuskan silaturahmi di antara dua orang yang terbaik. Bagaimanalah perasangka yang tidak mencuri lali disangka orang bahwa dia mencuri, sehingga sikap kelakan orang telah berlainan saja kepada dirinya.
Dari Abu Dawud meriwayatkan pula, bahwa beliau menerima daripada Sa’id bin ‘Amer Al-Hadhramiy, dan dia ini menerimanya pula dari Isma’il bin ‘Ayyasy, dan dia ini pun menerima dari Syuraih bin ‘Ubaid bin Jabair bin Nufair dan Kutsair bin Murrah dan ‘Amer bin Al-Aswad dan Al-Miqdam bin Ma’adikariba dan Abi Umamah Radhiallahu ‘Anhu.
Orang asyik sekali membongkar keburukan rahasia keburukan seseorang ketika seseorang itu tidak ada. Tiba-tiba saja, dia pun datang; maka pembicaraanpun terberhenti dengan sendirinya, lalu bertukar sama sekali dengan memuji-muji menyanjung menyanjung tinggi. Ini adalah pebruatan hina dan pengecut! Dalam lanjutan ayat di katakana; “Sukakah seorang kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?”. Artinya bahwasanya membicarakan keburukan seseorang manusia yang telah mati, tegasnya makan bangkai yang busuk.[6]
- Aplikasi dalam kehidupan
Perilaku husnudzan wajib di pelajari dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Agar menjadi terbiasa berprilaku husnudza, kita perlu berlatih secara terus menerus. Karena sesuatu yang baik tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan perlu di usahakan dan di biasakan. Mengapa berprilaku husnudzan terasa berat untuk dibiasakan dan di budayakan?. Disekitar kita bahkan di dalam diri kita telah di kuasai oleh iblis yang menyesatkan. Ingat, iblis adalah musuh besar dan musuh abadi manusia yang terus membujuk dan mengelabui manusia untuk mengikuti hasutannya sampai mnusia menjadi sekutunya dan menjadi temen mereka masuk ke dalam neraka. Mulailah menerapkan perilaku husnudzan ketika di timpa musibah, yakin dengan mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menimpa kita. Karena dibalik kejadian pasti ada hikmah yang dapat di dipetik
- Aspek tarbawi
1. Berfikir positif terhadap orang lain
2. Jangan membicarakan keburukan orang lain (gibah)
3. Jauhi perbuatan syirik terhadap orang lain
4. Selalu bersyukur atas apa yg telah terjadi
5. Menghindari perilaku saling curiga ,menyalahkan dan menyudutkan
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Menurut bahasa, buruk sangka merupakan makna dari kata bahasa arab yaitu syu’udzon yang mana lawan kata dari husnudzon yang artinya berbaik sangka. Prasangka dihasilkan dari perbuatan dan perkataan seseorang atau gerak gerik orang yang mendapat tuduhan tertentu dari orang lain, biasanya prasangka timbul bila seseorang berada dalam situasi yang sulit.
Membicarakan keburukan orang lain di belakang memiliki banyak konsekuensi negative yang berhubungan dengan individu juga masyarakat. Dalam hubungannya dengan individu, membicarakan seseorang dari belakang digambarkan sebagai pengrusakan ikatan persaudaraan islam. Pengrusakan apa lagi yang lebih buruk ketika seseorang menginjak-injak harga diri dan karakter sesama muslim dan tidak ada sesuatu yang bisa memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
· Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam jalaluddin As-Suyuti. 2010. Terjemhan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo
· Al-Maragi, Ahmad Mustfa. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra
· Bhimji, Saleem. 2003. Dasar Etika dalam Surat Al-Hujurat. Jakarta: Citra (Anggota IKAPI)
· Hamka. 1980. Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong
· Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati
[1]http://hikmatsyamsulrizal.blogspot.co.id/2015/03/makalah-buruk-sangka-format-jurnalistik.html, diakses pada 24 April pukul 20.15
[2] Saleem Bhimji, Dasar Etika dalam surah Al-Hujurat ( Jakarta: Citra (Anggota IKAPI), 2003), hal. 173-178
[3] Ahmad Mustfa Al-Maragi. Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993). hal. 226-229
[4] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam jalaluddin As-Suyuti, Terjemhan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul jilid 2. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010). Hal: 894
[5] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005). Hal: 253-259
[6]Hamka. Al-Azhar.(Surabaya: Yayasan Latimojong, 1980), hal. 239-249