Makalah QS. ar Rūm (030) ayat 24 “Hukum Kausalitas Alam: Sunnatullah”

PENDIDIKAN PENGETAHUAN DASAR
“Hukum Kausalitas Alam: Sunnatullah
“QS. ar Rūm (30) ayat 24”




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allāh SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasūlullāh SAW beserta keluarga, Shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para pengikutnya yang selalu setia setia kepada Al Qur’ān dan Al Hadits (Sunnah) sampai akhir zaman. Aamiin
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan makalah ini bukan hanya karena usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1.    Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag., selaku Rektor IAIN Pekalongan
2.    Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pekalongan
3.    Bpk. Muhammad Yasin Abidin, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Pekalongan
4.    Bpk. Muhammad Hufron, M.S.I., selaku Dosen Pengampu Matakuliah Tafsir Tarbawi II
5.    Orang Tua (Bapak dan Ibu) yang sudah mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6.    Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang merasa kurang berkenan. Namun demikian, penulis selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Kiranya makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terima kasih

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Surat ar Rūm (030) terdiri atas 60 ayat, termasuk golongan surat–surat Makkiyah diturunkan sesudah ayat al 'Insyiqāq. Dinamakan ar Rūm karena pada permulaan surat ini, yaitu ayat 2, 3 dan 4 terdapat pemberitaan bangsa Rumawi yang pada mulanya dikalahkan oleh bangsa Persia, tetapi setelah beberapa tahun kemudian kerajaan Rum dapat menuntut balas dan mengalahkan kerajaan Persia kembali. Ini adalah suatu mukjizat al Qur’ān, yaitu memberitakan hal–hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dan juga suatu isyarat bahwa kaum muslimin yang demikian lemahnya di waktu itu akan menang dan dapat menghancurkan kaum musyrikin. Isyarat ini terbukti pertama kali pada perang Badar. Pokok–pokok isi Surat ar Rūm (030) berkaitan dengan keimanan, hukum–hukum, kisah–kisah dan lain sebagainya.
Allāh memberikan diantara tanda–tanda yang lainnya berupa kejadian–kejadian yang dapat menggugah perasaan untuk mengingat Allāh. Dengan mengingat Allāh seseorang akan mendekat dan lebih mendekat kepada Allāh. Ayat 24 dalam Qur’ān Surah ar Rūm (030) menerangkan bukti bahwa Allāh Maha Kuasa dan Maha Pencipta segalanya, sehingga apa yang diciptakan itu dapat menimbulkan rasa takut dan penuh harap.
Allāh adalah Maha Hidup dan Menghidupan segala sesuatu yang ada, untuk itu sebagai manusia kita wajib takut dan berharap hanya kepada Allāh saja tidak kepada yang lainnya.

B.  Judul Makalah
Makalah ini bertemakan “Pendidikan Pengetahuan Dasar” sedangkan judul makalahnya            adalah “Hukum Kausalitas Alam; Sunatullah” seperti yang terdapat dalam QS. ar Rūm (030) ayat 24.


C.  Nash dan Terjemahan
وَمِنْ اٰيٰتِهِۦ يُرِيْكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَيُحْيِۦ بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۚإِنَّ فِى ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ٢٤
“Dan di antara tanda–tanda kekuasaan–Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar–benar terdapat tanda–tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.”

D.  Arti Penting untuk dikaji
          dalam hal ini pemakala ingin memaparkan sebuah rinciaan yang berkenaan dengan sunnatullah yang berkaitan dengan alam ini agar kita semua memahami ayat-ayat allah tanda-tanda kekuasaan yang allah miliki dan alam semesta sebagai ciptaannya dan manusia lah yang mengelolanya agar kita selalu bersyukur terhadaap apa yang diciptakan






BAB II
PEMBAHASAN

A.  Teori Hukum Kausalitas Alam: Sunnatullah
Hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu.[1]Kausalitas adalah hubungan antara sebab dan akibat suatu peristiwa yang terjadi.[2]
Sementara Sunnatullah adalah hukum–hukum Allāh SWT yang disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, undang–undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allāh SWT dalam menyelenggarakan alam. Sunnatullah berlaku secara umum di alam semesta ini yang menyebabkan adanya kesan keteraturan didalamnya sehingga alam semesta disebut kosmos. Ketentuan Allāh SWT terhadap alam semesta bersifat mutlak, tetap dan terus menerus.[3]

B.  Tafsir QS. ar Rūm [030] ayat 24
1.    Tafsir Al Maraghi
وَمِنْ اٰيٰتِهِۦ يُرِيْكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَيُحْيِۦ بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۚ
Dan di antara tanda–tanda yang menunjukkan kebesaran kekuasaan–Nya ialah bahwa Dia memperlihatkan kepada kalian kilat, yang karenanya kalian merasa takut terhadap suara guruh yang timbul darinya, dan sekaligus sekalian berharap akan hujan yang diakibatkannya turun dari langit. Karena dengan air hujan itu bumi yang tandus tiada tanaman dan pohon–pohonan dengannya akan menjadi hidup subur.
إِنَّ فِى ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ٢٤
Sesungguhnya di dalam hal–hal yang telah disebutkan tadi benar–benar terdapat bukti–bukti yang pasti dan dalil yang jelas bagi adanya hari berbangkit dan adanya hari Kiamat. Karena sesungguhnya bumi yang tandus, tiada tanaman, dan pohon–pohonan padanya, bila ia kedatangan air, maka ia akan menjadi gembur dan subur, serat dapat menumbuhkan berbagai macam dan jenis tumbuh–tumbuhan yang tampak indah. Didalam hal tersebut benar–benar terkandung gambaran yang jelas dan dalil yang terang menunjukkan adanya kekuasaan Allāh yang menghidupkannya. Bahwa Dia mampu untuk menghidupkan kembali makhluk semuanya sudah mereka mati, yaitu disaat semua manusia dibangunkan kembali untuk menghadap kepada Tuhan Semesta Alam.[4]

2.    Tafsir Jalalain
وَمِنْ اٰيٰتِهِۦ يُرِيْكُمُ
(dan diantara tanda–tanda kekuasaan–Nya, Dia memperlihatkan kepada kalian) Dia mepersaksikan kepada kalian
الْبَرْقَ خَوْفًا
(kilat untuk menimbulkan ketakutan) bagi orang yang melakukan perjalanan karena takut tersambar petir
وَطَمَعًا
(dan harapan) bagi orang yang bermukim akan turun hujan
وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَيُحْيِۦ بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
(dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya) Dia mengembangkannya dengan menumbuhkan tumbuhan–tumbuhan padanya
إِنَّ فِى ذٰلِكَ
(Sesungguhnya pada yang demikian itu) hal yang telah disebutkan tadi
لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ٢٤
(benar–benar terdapat tanda–tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya) yaitu bagi mereka yang berfikir.[5]

3.    Tafsir Al Mishbāh
Ayat diatas berbicara tentang sebagian dari apa yang dapat dilihat diangkasa. Yakni potensi listrik pada awan. Allāh berfirman: Dan diantara tanda–tanda kekuasaan–Nya, adalah Dia memperlihatkan kepada kamu dari saat ke saat kilat yakni cahaya yang berkelebat dengan cepat di langit untuk meimbulkan ketakutan dalam benak kamu – apalagi para pelaut, jangan sampai ia menyambar, dan juga untuk menimbulkan harapan bagi turunnya hujan, lebih–lebih bagi yang berada di darat, dan Dia menurunkan air hujan dari langit yakni awan, lalu menghidupkan bumi yakni tanah dengannya yakni dengan air itu sesudah matinya yakni sesudah kegersangan dan ketandusan tanah di bumi itu. Sesungguhnya pada yang demikian hebat dan menakjubkan itu, benar–benar terdapat tanda–tandakekuasaan Allāh antara lain menghidupkan kembali yang telah mati. Tanda–tanda itu diperoleh dan bermanfaat bagi kaum yang berakal yakni yang memikirkan dan merenungkannya.
Penyebutan turunnya hujan setelah penyebutan kilat, karena biasanya hujan turun setelah atau berbarengan dengan kilat, disisi lain harapanyang dimaksud diatas adalah harapan turunnya hujan.
Kata ﴿ طعماthama’an digunakan untuk menggambarkan keinginan kepada sesuatu, yang biasanya tidak mudah diperoleh. Penggunaan kata itu disini, untuk mengisyaratkan bahwa hujan adalah sesuatu yang berada diluar kemampuan manusia atau sangat sulit diraihnya. Kini, walau ilmuwan telah mengenal apa yang dinamai hujan buatan, yakni cara–cara menurunkan hujan, tetapi cara itu belum lumrah, dan yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka tidak dapat membuat sekian bahan yang dapat diolah untuk terciptanya hujan.
Ayat diatas berbicara tentang turunnya hujan dan kilat yang menimbulkan harapan dan kecemasan. Ini dapat terjadi bagi siapapun, baik ia mengetahui tentang sebab–sebab kilat dan proses turunnya hujan maupun tidak. Nah, rasa takut dan cemas serta harap itu, dapat mengantar seseorang berhati–hati sehingga tidak terjerumus di dalam pelanggaran atau dalam bahasa ayat diatas  ﴿ يعقلونya’qilūn yakni mengikat nafsunya sehingga tidak terjerumus dalam kedurhakaan dan kesalahan.[6]

C.  Aplikasi dalam Kehidupan
 Manusia tidak bisa lepas dari hukum allah karena bumi inilah alllah jadikan hamparan sebagai ladang dan dan sunnatullah merupakan sebuah hukum kausalitas dan manusia harus bersyukur daan manusia harus mengelola alam dengan baik agar terjaga dan bisa menghasilkan yang baik dan tidak terjadi kerusakan dimuka bumi ini dan dan tidak boleh mengngunakan alam ini dan ketetapan alam ini untuk rusak
D.  Aspek Tarbawi
1.      Kita sebagai manusia harus bisa bersyukur dan mengelola hukum alam semesta untuk selalu dijaga
2.      Dan manusia tidak boleh meawan ketetapan sunnatulah yang allah sudah atur dalam dunia ini
3.      Dan kita sebagai manusia untuk bisa memperhatikan tanda-tanda kekuasaan allah ini



BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan




DAFTAR PUSTAKA

al_Maraghi, Ahmad Mustafa. 1992. Terjemah Tafsir al_Maraghi Juz XXI, penj., Tim Bahrun Abubakar. Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang

al_Qur’ān dan terjemahan

al_Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. 2003. Lubaabut Tafsiir min Ibnu Katsiir (Tafsir Ibnu Katsir) Juz 6, penj. Tim Abdul Ghoffar. Bogor: Pustaka Imam Asy Syafi’i

Shihab, Quraish M. 2002. Tafsir al Mishbāh –Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’ān– Volume 11. Jakarta: Lentera Hati







[1]     http://kbbi.web.id/hukum diakses pada Selasa, 04 April 2017 Pukul 14.23 WIB
[2]     Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 97
[3]     M. Quraish Shihab, Tafsir Al–Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 30
[4]     Ahmad Mushthafa al Maraghi, Tafsir al Maraghi Juz XXI penj., Tim Bahrun Abubakar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1992), hlm. 72
[5]     Jalaludin Muhammad ibn Ahmad al_Mahalliy dan Jalaluddin asy_Syuyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbābun Nuzūl Ayat Surat al_Kaĥfi s.d. an_Nās Jilid II. penj,. Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algensido, 2009) hlm. 455
[6]     M. Quraish Shihab, Tafsir al Mishbāh –Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an– Volume 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 41–42

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel