MAKALAH PENDIDIKAN ILMIAH-INTELEKTUAL (TAFAQQUH FI AD-DIN) QS. At-Taubah, 9:122


PENDIDIKAN ILMIAH-INTELEKTUAL
(TAFAQQUH FI AD-DIN) QS. At-Taubah, 9:122




KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-Nya, Maha Suci Allah, yang telah memuliakan kita dengan iman. Kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang berhak disembah dan Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul-Nya. Dan teriring doa dan keselamatan semoga terlimpah atas Nabi dan Rasul termulia, juga atas keluarga dan para sahabat, serta kepada yang mengikuti mereka dalam kebenaran sampai hari kiamat.
Makalah Tafsir Tarbawi II tentang Pendidikan Ilmiah-Intelektual dengan tema Tafaqquh fi ad-din QS. At-Taubah, 9: 122 semoga terselesaikan dengan baik dan dalam waktu yang tepat. Kemudian saya menyampaikan terimakasih pertama kepada Dosen Pengampu yaitu Bapak Muhammad Hufron, M.S.I yang telah menuntun saya, memberi arahan dan mendidik kami yang semoga semua ilmu yang diberikan kepada kami dapat bermanfaat baik bagi diri saya  sendiri ataupun bagi orang lain. Kemudian kepada orang tua yang telah mendukung dalam pembuatan makalah ini, dan doanya yang selalu kami harapkan semoga dengan mendapat ridho kedua orang tua dan ridho guru ataupun dosen kami, kami dapat menggapai ridho Allah SWT. Dan tidak lupa teman-teman semua yang telah mendukung dan ikut berpartisipasi. Semoga kelak kita akan menjadi orang yang sukses dan bermanfaat ilmunya. Aamiin...
Terlepas dari itu saya menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik dari segi susunan kalimat ataupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca demi kemajuan kami kedepan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan mohon maaf atas segala kekurangannya.
____________, 16 April 2017



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an diyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman Allah) yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti.
Al-Qur’an berbicaratentangberbagaihal, sepertiaqidah, ibadah, mu’amalahberbicara pula tentangpendidikan.Namundemikian, al-Qur’an bukanlah kitabsuci yang siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran al-Qur’an tampildalam sifatnya yang global, ringkas dan general. Untuk dapat memahami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut mau tidak mau seseorang harus melewati jalurt tafsir sebagai mana telah dilakukanpara ulama.
Terkait dengan tema yaitu Tafaqquh fi-ddin yang tersirat dalam Qs.At-Taubah, 9: 122 adalah kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan pada ilmu agama. Akan tetapi agama adalah sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dari segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan umat serta mensejahterakan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama wajib dipelajari.

B.     Judul Makalah
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang “Tafaqquh Fi Ad-Din” yang mana merupakan sub bab dari tema besar “Pendidikan Ilmiah-Intelektual”.




C.    Nash dan Terjemahan
Artinya:“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semua (ke medan perang). Maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya mereka berhati-hati.”[1]

D.    ArtiPenting
Dalam Al-Qur’an surat At-Taubah, 9: 122 terdapat pelajaran bahwa pentingya menuntut ilmu. Kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan pada ilmu agama. Akan tetapi agama adalah sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dari segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan umat serta mensejahterakan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama wajib dipelajari. Dan ayat ini penting untuk dikaji agar umat Islam mengetahui betapa pentingnya menuntut ilmu, karena berjihad bukanlah hanya dengan berperang akan tetapi berjihad juga dapat dilakukan dengan menuntut ilmu yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori
Tafaqquh fi ad-din menurut bahasa berasal dari kata tafqquh dan fiddin. Kata tafaqquh berasal dari kata faqaha (mengalahkan dalam ilmunya), tafaqqaha yang artinya mempelajari/mendalami fiqih dan menjalankannya. Sedangkan ad-din menurut bahasa adalah at-tho’atu yang berarti ketaatan. Dan dalam bahasa Indonesia ad-din berarti agama.
Menurut KH. Sahal Mahfudh Tafaqquh fiddin dapat dipahami dari dua arah, pertama dipahami secara sempit, yaitu pemahaman ilmu-ilmu agama saja. Dan yang kedua dipahami secara luas, yaitu pendalaman ilmu-ilmu agama dan ilmu yang mendorong pencapaian kebaikan di dunia dan akhirat.
Menurut terjemahan tafsir Departemen Agama, Tafaqquh fiddin yang tersurat dalam ayat 122 dari surat at-Taubah adalah: kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan dalam bidang ilmu agama. Namun agama adalah sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dari segi kehidupan manusia. Setiap ilmu yang berguna dan dapat mencerdaskan umat serta mensejahterakan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama.
Menurut Ibnu Katsier Tafaqquh fiddin adalah mempelajari apa yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, mendengarkan apa yang telah terjadi pada manusia dan apa yang diturunkan Allah kepada mereka.[2]     
Menurut al-Maraghi at-taubah ayat 122 tersebut memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama (wujub al-tafaqquh fi al-din) serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya dalam suatu negeri yang telah didirikan dan mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman. Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwanya, bahkan upaya tersebut kedudukannya lebih tinggi dari mereka yang keadaannya tidak sedang berhadapan dengan musuh. Berdasarkan keterangan ini maka mempelajari fikih itu wajib, walaupun kata tafaqquh  tersebut umumnya berarti memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu tasawuf dan lain sebagainya. [3]

B.     Tafsir Surat At-Taubah ayat 122
1.      Tafsir Al-misbah
Ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukminyang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar di antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memeroleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi anggota pasukan yang ditugaskan Rasul saw. itu apabila nanti setelah selesainya tugas, mereka, yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetahuan itu, supaya mereka yang jauh dari Rasul saw. karena tugasnya dapt berhati-hatidan menjaga diri mereka.
Ayat ini menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia. Sementara ulama menggarisbawahi persamaan redaksi anjuran/perintah menyangkut kedua hal tersebut. ketika berbicara tentang perang, redaksi ayat 120 dimulai dengan menggunakan istilah ( مَاكَانَ ). Demikian juga ayat ini yang berbicara tentang pentingnya memperdalam ilmu dan penyebaran informasi.[4]
2.      Tafsir Jalalain
Tatkala kaum mukmin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang, kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua, tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini, yaitu:
­-وَمَاكَانَ المُؤْمِنِيْنَ لِيَنْفِرُوْا (Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi) ke medan perang كَافَّةً فَلَوْلَا (semuanya. Mengapa tidak) –نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ(pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah – مِنْهُمْ طَائِفَةٌ(di anatara mereka beberapa orang) beberap golonagn saja, kemudian sisanya tetap tinggal di tempat لِيَتَفَقَّهُوْا(memperdalam pengetahuan meraka) yakni tetap tinggal di tempat – فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَارَجَعُوْا الَيْهِمْ(mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah diperlajarinya – لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ(supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan ,melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[5]
3.      Tafsir Al-Azhar
Bahwasannya Allah SWT telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini, Tuhan pun menuntun hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang ilmu agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tiggal digaris belakang memperdalam pengertian (fiqh) tentang agama, sebab tidaklah kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan  sanggup mempelajari seluruh ilmu agama secara ilmiah. Ada pahlawan di medan perang deng pedang di tangannya dan ada pula pahlawan digaris belakang merenung kitab. Keduanya penting dan keduanya saling mengisi.
Suatu hal yang terkandung dalam ayat ini yang harus kita perhatikan, yaitu alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, diantara mereka ada satu kelompok, supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama. Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang. Tetapi Rasulullah membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang berjihad digaris muka dan ada yang berjihad digaris belakang. Sebab itu maka kelompok kecil yang memperdalam ilmu agama itu juga merupakan berjihad.[6]
4.      Tafsir Al-Maraghi
Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semua (ke medan perang). Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian orang maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ainyang wajib dilakukan setiap orang.
Maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya mereka berhati-hati.”Yaitu dengan cara orang tidak berangkat dan tinggal di kota (Madinah), berusaha keras untuk memperdalam ilmu agama, yang wahyu-Nya turun kepada Rasulullah SAW. Agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami ilmu agama ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan. Disamping agar seluruh kaum mukminin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan dakwahnya dan membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasianya kepada seluruh umat manusia. Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan mengajarkan di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. sehingga mereka tak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mukmin. Maka orang-orang berilmu tersebut akan memiliki kedudukan yang tinggi dihadapan Allah SWT.[7]

C.    Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Allah SWT telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar senantiasa berjihad di jalan Allah. Dan bahwasannya ketika sebagian pergi untuk berperang maka sebagian yang lain dituntun untuk memperdalam ilmu agama. Agar ada pahlawan yang berperang di medan perang dengan membawa pedang dan ada pula yang berperang di belakang garis yaitu dengan mngemban kitab/buku-buku. Kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan pada ilmu agama. Akan tetapi agama adalah sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dari segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan umat serta mensejahterakan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama wajib dipelajari.

D.    Aspek Tarbawi
a.       Pentingnya pembagian tugas dalam masyarakat. Tidak semuanya pergi bekerja tetapi juga ada yang menuntut ilmu.
b.      Dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkan kepada orang lain.
c.       Ilmu yang dipelajari tidak hanya ilmu agama, namun juga semua ilmu pengetahuan yang tidak bertentangan dengan norma-norma dalam agama.
d.      Kewajiban menuntut ilmu dan mendalami ilmu agama.




BAB III
PENUTUP

1.      Simpulan
Qs At-Taubah: 122 ini menjelaskan tentang kewajiban menuntut ilmu dan mendalami ilmu agama. Kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan pada bidang ilmu  agama. Akan tetapi agama adalah sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dari kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat mencerdaskan umat serta mensejahterakan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama maka wajib untuk dipelajari.
Tujuan dari Tafaqquh Fiddin adalah untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam, untuk menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, untuk membimbing kaum, mengajari dan memberi peringatan tentang akibat dari kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang telah diketahui dengan harapan agar mereka takut kepada Allah  dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan. Dan yang terakhir adalah agar seluruh kaum mukminin mengetahui agama mereka dan mampu menyebarkan dakwah dan mampu membelanya.

2.      Saran
Dari makalah yang telah saya ketik ini mungkin masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu saya buka selebar-lebarnya untuk krik dan sarannya dari para pembaca demi untuk kemajuan saya kedepannya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Pemakalah mengharapkan adanya kritik dan saran dari Bapak Dosen dan teman-teman dari makalah ini. Guna memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Kurang lebihnya mohon maaf dan semoga bermanfaat. Aamiin.....

DAFTAR PUSTAKA
.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. 2009. Terjemahan
Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul Jilid 1. Cet. VII. Bandung: Sinar Baru Algessindo.
Al-Maraghi , Ahmad Mustafa . 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz XI .
Semarang: PT Karya Toha Putra.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XI. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Nata, Abuddin . 2002. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Shihab, Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Cet. III. Jakarta: Lentera Hati.
Qs At-Taubah ayat 122 ini mepukana golongan surat Madaniyah  Juz 10 Surat ke
9 dan terdiri dari 129 Ayat
http//:Ustadzjaswo-Tafaqquh fiqqin Qs. At-Taubah: 122.blogspot.com, diakses
pada tanggal 16 April 2017 Pukul: 06:44 WIB








[1]Qs At-Taubah ayat 122 ini mepukana golongan surat Madaniyah  Juz 10 Surat ke 9 dan terdiri dari 129 Ayat.
[2]http//:Ustadzjaswo-Tafaqquh fiqqin Qs. At-Taubah: 122.blogspot.com, diakses pada tanggal 16 April 2017 Pukul: 06:44 WIB
[3]Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 159
[4]Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Cet. III (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 749-751.
[5]Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul Jilid 1, Cet. VII (Bandung: Sinar Baru Algessindo, 2009), hlm. 774-775.
[6]Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XI (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1982), hlm. 87
[7]Ahmad Mustafa Al-Maraghi , Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz XI (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993), hlm. 85-86

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel