Sejarah Pengumpulan Teks al-Qur’an dalam Bahasan W. M. Watt
Sejarah Pengumpulan Teks al-Qur’an dalam Bahasan W. M. Watt
Pendahuluan
Literatur yang membahas mengenai ulum al-Qur’an (seputar
ilmu al-Qur’an) tidak hanya ditulis oleh sarjana Muslim saja, tidak sedikit
sarjana non Muslim pun tertarik untuk mengkajinya, atau mereka yang sering
disebut orientalis. Salah satu yang menjadi kajian menarik yang ditulis oleh
para orientalis adalah seputar sejarah al-Qur’an. Reaksi yang dihasilkan dari
karya para orientalis pun sangat beragam, ada yang menolak, namun tidak sedikit
yang “menerima” dengan pertimbangan sebagai hasil karya penelitian akademis.
Adalah Syamsuddin Arif dalam karyanya “Orientalis dan
Diabolisme Pemikiran” yang membeberkan keberatannya atas tulisan-tulisan
orientalis terhadap studi keIslaman. Menurutnya ketidaklayakan hasil karya
sebagian orientalis adalah ketika mereka mempertanyakan otentitas al-Qur’an
sebagai kitab suci agama Islam. Lebih lanjut Syamsuddin juga menyebut sikap
anti-Islam yang ditujukan pada sebagain kalangan orientalis, sehingga mereka
“menyerang” al-Qur’an dan mempertanyakan kenabian Muhammad. Nama-nama seperti
Gotthelf Bergstraser, Otto Pretzl dan Arthur Jeffery dianggap telah melakukan
usaha-usaha untuk mengubah mushaf Usmani.[1] Namun dalam kajian kesejarahan
al-Qur’an hal ini bisa saja dijadikan sebuah kajian akademik. Kritik serta
teorinya yang digunakan pun bisa runtuh.
Tidak semua kalangan orientalis memiliki misi untuk
menyerang Islam melalui kajian kritis terhadap al-Qur’an. Karena mereka juga
meneliti dalam rangka kajian akademis. Sehingga, bagi penulis, tidak perlu ada
kecemasan yang berlebihan dalam merespon tulisan dan hasil karya orientalis.
Kritik yang mereka ajukan juga sangat terbuka untuk dikritik kembali. Dalam
tulisan ini penulis berusaha menghadirkan pandangan William Mongomery Watt
terhadap sejarah pengumpulan al-Qur’an serta tawaran-tawaran kritik yang ia
ajukan. Kemudian pandangan kesejarahan al-Qur’an sarjana lainnya seperti Mutafa
A’azami dan Taufik Adnan Amal.
Pandangan
W. M Watt Tenang al-Qur`an
Biografi Singkat W. M. Watt
William
Montgomery Watt lahir 14 Maret 1909 di Ceres, Fife, Skotlandia. Ia
adalah seorang pakar studi-studi keIslaman dari Britania Raya, dan salah seorang orientalis dan sejarawan utama tentang Islam di dunia Barat.
Montgomery
Watt adalah seorang profesor studi-studi Arab dan Islam pada Universitas
Edinburgh
antara tahun 1964-1979. Ia juga merupakan visiting professor pada Universitas Toronto, College
de France,
Paris, dan Universitas
Georgetown; serta menerima gelar kehormatan Doctor of Divinity dari Universitas
Aberdeen.
Dalam hal kerohanian, Watt adalah pendeta pada Gereja Episkopal Skotlandia,
dan pernah menjadi spesialis bahasa Uskup Yerusalem antara tahun 1943-1946. Ia
menjadi anggota gerakan ekumenisme[2] “Iona Community” di Skotlandia pada 1960. Beberapa media massa Islam pernah
menjulukinya sebagai “Orientalis Terakhir”. Montgomery Watt meninggal di
Edinburgh pada tanggal 24 Oktober 2006, pada usia 97 tahun.[3]
Pengumpulan Teks al-Qur’an
Perspektif W. M. Watt
Buku yang berjudul “Bell’s Introduction to The Qur’an”,
sebenarnya merupakan karya Ricarh Bell. Namun Watt memandang ada beberapa hal
yang harus disempurkan atas karya tersebut. Dalam pengantar buku tersebut, Watt
menegaskan bahwa buku tersebut adalah karya Bell. Dalam beberapa alinea, Watt
tidak melakukan perubahan. Tetapi terkadang ia tidak segan-segan melakukan
kritik pandangan-pandangan Bell secara terus terang.[4]
Menurut W. M Watt dalam bukunya tersebut, sejarah
pengumpulan mushaf al-Qur’an dimulai sejak masa khalifah Abu Bakar kemudian
dikodifikasi ulang pada masa Utsman. Pengumpulan tersebut berawal ketika
terjadi perang Yamamah yaitu perang riddah. Banyak para penghafal
al-Qur’an yang gugur. Sehingga sahabat Umar mengusulkan agar segera dilakukan
pengumpulan al-Qur’an karena kekhawatiran akan lebih banyak lagi penghafal
al-Qur’an yang gugur sedangkan al-Quran belum dibukukan. Abu Bakar sempat ragu
atas usul Umar tersebut, karena tidak ada wewenang dari Nabi. Namun pada
akhirnya ia pun menyetujui usulan Umar dan meminta Zaid bin Tsabit untuk
menjadi panitia penulisan, karena ia salah satu juru tulis “sekertaris” Nabi.
Setelah proses penulisan selesai, Zaid menyerahkan pada Abu Bakar. Ketika Abu
Bakar meninggal diserahkan pada Umar dan ketika Umar meninggal diserahkan pada
putrinya, Hafsah, yakni janda Nabi.
Watt menyoroti bahwa cerita di atas dapat dikritik atas
dasar beberapa alasan. Pertama, bahwa sampai Nabi wafat tidak catatan
sah mengenai wahyu. Lebih lanjut Watt juga mengemukakan bahwa ada beberapa
versi mengenai gagasan mengumpulan Qur’an, apakah dimulai pada masa Abu Bakar
atau Umar. Kemudian, dengan mengutip pendapat Freidrich Schawally, Watt juga
menyinggung bahwa para korban yang gugur dalam perang Yamamah adalah orang yang
baru beriman (baru masuk Islam) bukan para huffadz. Kedua, pengumpulan
al-Qur’an secara formal dan absah. Hal itu didasarkan bahwa Qur’an yang berada
diberbagai daerah juga dianggap absah. Ketiga, Watt juga meragukan bahwa
suhuf yang berada ditangan Hafsah adalah salinan resmi hasil revisi/pengumpulan
Zaid, karena jika demikian, hal ini mustahil bila suhuf tersebut berpindah ke
tangan orang lain di luar kepemilikan resmi, meskipun Hafsah adalah putri khalifah.
Dari poin-poin kritik yang ditawarkan Watt, ia memberi ulasan bahwa tidak ada
kegiatan pengumpulan mushaf pada masa khalifah Abu Bakar.[5] Pendapat
lain yang disebutkan Leone Caentani pun juga demikian. Ia menganggap bahwa
hadis yang menerangkan pengumpulan mushaf pada masa Abu Bakar adalah upaya
untuk menjustifikasi pengumpulan mushaf yang dilakukan Utsman.[6]
Kritik yang ditawarkan Watt tentu tidak dapat dibenarkan
secara langsung. Karena banyak perbedaan pendapat akan hal tersebut, seperti
yang dikemukakan M.M. A’zami. Sarjana Muslim yang konsen terhadap sejarah
al-Qur’an. A’zami mengemukakan bahwa bahwa pasca pengumpulan mushaf selesai,
Abu Bakar menyimpan suhuf tersebut sebagai arsip Negara di bawah pengawasannya.
Tentunya suhuf tersebut menjadi dokumen Negara, bukan perorangan, Hafsah.
Mengenai kegiatan pengumpulan mushaf pada masa Abu Bakar yang menjadi keraguan
Watt pun juga berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh A’zami. Bahwa Abu Bakar
lah yang memberi instruksi pada Zaid, agar jika ada yang hendak pengumpulkan
mushaf maka ia harus membawa dua saksi. Karena hal ini akan menjamin
keotentitasan al-Qur’an.[7] Maka
jelaslah bahwa kegiatan pengumpulan mushaf dimulai pada masa khalifah Abu
Bakar.
Sementara Taufik Adnan Amal, salah seorang yang juga menulis
tentang sejarah al-Qur’an (Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an) memberikan
beberapa perbedaan pendapat mengenai siapa khalifah yang pertama mengumpulkan
al-Qur’an. Tentu, berbeda dengan M.M. A’zami.Taufik memaparkan pendapat yang
menyebut bahwa khalifah Ali lah yang pertama kali melakukan kegiatan
pengumpulan al-Qur’an, hal tersebut didasarkan atas kedekatan Ali dengan Nabi.
Meskipun sahabat lainnya juga demikian. Taufik mengutip riwayat al-Zanjani
bahwa suatu ketika Nabi berkata pada Ali, “Hai Ali, al-Qur’an berada di
belakang tempat tidurku, di atas suhuf. Ambil dan kumpulkanlah, jangan
disia-siakan seperti orang Yahudi yang
menyia-nyikan Taurat”. Perintah Nabi inilah yang kemudian membuat Ali tidak
keluar rumah ketika Nabi wafat. Ketika orang-orang sedang disibukkan memilih
khalifah pengganti, Ali menghabiskan waktu mengumpulkan mushaf. Tatakala Abu
Bakar terpilih dan dibaiat menjadi khalifah, barulah Ali keluar seraya
menunjukkan kepada para sahabat al-Qur’an yang sudah ia kumpulkan.
Selain itu, Taufik juga menampilkan berbagai pendapat bahwa
yang menggagas sekaligus mengumpulkan al-Qur’an adalah klalifah Umar. Dimana
ketika Umar mengekspresikan kegelisahannya tatkala mendengar korban jatuh pada
perang Yamamah dengan mengucapa innalillahi wa inna ilai rajiun. Maka
Umar segera mengumpulkan al-Qur’an.[8]
Inilah yang menjadi pijakan pendapat bahwa khalifah Umar lah yang
mengumpulkan al-Qur’an pertama kali.
Pendekatan W. M. Watt dalam Ulasan
Sejarah al-Qur’an
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka secara tidak langsung
memberikan metode pendekatan baru dalam setiap disiplin ilmu. Demikian juga
yang terdapat dalam kajian seputar ilmu al-Qur’an dan tafsir. Terdapat berbagai
pendekatan dalam kajiannya.
Penulis melihat bahwa Watt menggunakan pendekatan
sosio-historis dalam menjelaskan sejarah awal pengumpulan mushaf. Dengan
melihat keadaan yang menyebabkan dilakukannya kegiatan pengumpulan dan dengan
melihat proses sejarah panjang, Watt berusaha menghadirkan kajian kritis
terhadap sejarah pengumpulan mushaf.
Kesimpulan
Menurut penulis, pandangan Watt terhadap sejarah pengumpulan
al-Qur’an serta kritik yang ia tawarkan tidak terlalu menyimpang dari mainstream
pendapat mayoritas. Riwayat yang menyebutkan bahwa pada masa khalifah Abu Bakar
lah pengumpulan mushaf mulai dilakukan
merupakan riwayat mayoritas. Al-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan
menampilkan beberapa hadis yang menceritakan ketika Abu Bakar meminta Zaid
mengumpulkan mushaf al-Qur’an.[9]
Keragu-raguan yang dimunculkan Watt mengenai penggagas pengumpulan mushaf juga
terjawab oleh karya-karya yang muncul setelahnya. M. M. A’zami memberikan
banyak riwayat penguat, bahwa pengumpulan mushaf di mulai pada masa Abu Bakar.[10]
Uraian Watt mengenai sejarah pengumpulan mushaf al-Qur’an
tentu memberi wawasan baru bagi pegiat kajian ulum al-Qur’an. Terlepas
dari berbagai kontroversi yang mengemuka dan anggapan “miring” terhadap kajian
keIslaman yang dilakukan kalangan orientalis, tentunya kajian mereka membuka
mata pembaca dalam memahami teks-teks keagamaan.
Dalam menyikapinya, sebagaimana yang telah penulis
mamaparkan di dalam pendahuluan, Tidak semua kalangan orientalis memiliki misi
untuk menyerang Islam melalui kajian kritis terhadap al-Qur’an. Sehingga, bagi
penulis tidak perlu ada kecemasan yang berlebihan dalam merespon tulisan dan
hasil karya orientalis. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan doktrin
mayoritas-minoritas, pembaca dapat memilih pendapat yang lebih mutawatir.
Daftar Pustaka
A’zami,
(al) Muhammad Mustafa. Sejarah Teks al-Qur’an: dari Wahyu sampai Kompilasi,
(Depok: Gema Insani, 2005). Hlm 84-6.
Amal,
Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. Yogyakarta: Forum Kajian
Budaya dan Agama, 2001). Hlm 134-143.
Arif,
Syamsuddin, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Depok: Gema Insani,
2008
Armas
,Adnin, Metode Bibel Dalam Studi al-Qur’an Kajian Kritis. Depok: Depok:
Gema Insani, 2005
Watt,
W. Montgomery, Bell’s Introduction to The Qur’an. Edinburgh University
Press, 1970
Zarkasy
(al), Badruddin Muhammad ibn Abdullah, al-Burhân Fi Ulûm al-Qur’ân,
(Kairo: Dar al-Hadis, 2006
[1]Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Depok:
Gema Insani, 2008). 5-7
[2] Gerakan yang
menuju kepada persatuan seluruh umat Kristen serta gereja-gereja mereka,
melalui organisasi internasional antarsekte yang bekerjasama tentang soal-soal
keagamaan yang mengenai kepentingan bersama.
[4] W. Montgomery Watt, Bell’s Introduction to The Qur’an,
(Edinburgh University Press, 1970). 5
[6]Adnin Armas, Metode Bibel Dalam Studi al-Qur’an Kajian Kritis,
(Depok: Depok: Gema Insani, 2005). 86
[7] Muhammad Mustafa al-A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an: dari Wahyu
sampai Kompilasi, (Depok: Gema Insani, 2005). 84-6
[8] Taufik Adnan
Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya
dan Agama, 2001). 134-143
[9] Badruddin
Muhammad ibn Abdullah al-Zarkasy, al-Burhân Fi Ulûm al-Qur’ân, (Kairo:
Dar al-Hadis, 2006) 164