Sholat dan Pengaruhnya bagi Individu
SALAT DAN PENGARUHNYA BAGI
PERILAKU INDIVIDU
Pendahuluan
Salat yang dalam Al-Quran
disebutkan 225 kali beserta seluruh derivasinya, secara etimologis berarti doa.Kata
ini berasal dari bahasa Aramaic Sālā yang
berarti ruku dan merunduk sebagaimana yang disangkakan Dr. Jawwad Ali, dan kemudian
digunakan oleh kaum yahudi sehingga menjadi istilah yang berorientasi religious[1]. Kita tahu bahwa setiap agama pasti memiliki ritual salat,
orang yahudi biasa melaksanakannya di sinagog-sinagog mereka, atau para biksu
yang hanya berdiam diri di dalam kuil-kuil Budha.Bahkan dulu penduduk jawa yang
terkenal animisme juga melakukan ritual salat, biasanya mereka memberikan
sesembahan, namun bukan tuhan yang mereka sembah, melainkan perkara yang mereka
anggap memiliki kekuatan yang mampu merubah hidup mereka. Ada yang menjadikan
pohon sebagai sasaran ritual, batu atau benda lain yang dipercaya memiliki
kekuatan ghaib. Dalam Islam sendiri salat merupakan simbol penghambaan kepada Allah, dan salat
telah memilki definisi sendiri yang mengkerucut, biasanya ulama mendefinisikan salat sebagai ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan khusus yang dibuka
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dan ritual ini diberi Istilah salat
karena memang di dalamnya di dominasi oleh doa-doa [2].
Sedangkan “Pengaruh”
adalah daya usaha yang ada atau timbul dari suatu hal (orang, benda dll ) yang ikut membentuk watak, kepercayaan,
atau perbuatan. Dan salat juga biasa dimaknai
sebagai media dimana seorang hamba mencoba berkomunikasi dengan tuhan. Yang
kemudian salat seakan menjadi ritual yang hanya bisa dirasakan seolah tidak
memilki pengaruh apa-apa, hanya sebatas ritual. Memang
sangat sulit bagi kita untuk melihat pengaruh yang secara signifikan yang dapat kita rasakan, karena perubahan
merupakan sesuatu yang relatif dan sulit untuk kita ukur. Sebagaimana salah satu contoh dalam pembahasan penulis, bahwa salat
memilki pengaruh mampu meminimalisir kriminalitas. Namun
pada kenyataannya juga banyak orang-orang yang melaksanakan salat tapi masih melakukan kriminal yang besar, atau
terlihat tidak ada bedanya antara yang salat dan yang tidak salat, dan pada
akhirnya tersimpulkan tidak ada pengaruh dalam salat.
Terlepas dari semua itu.
Al-Quran telah menyimpulkan diantara ayat-ayatnya bahwa salat
mampu merubah gaya hidup seorang manusia. Bukan
sekedar ritual yang hanya bisa dirasakan di dalam salat saja, dan disini penulis akan coba membahas ayat-ayat Al-Quran yang
menyinggung antara salat dan pengaruhnya dalam perilaku
individu melalui perspektif Al-Quran.
Salat dan Perintah Kewajibannya
1.
Pengertian Salat
Sebagaimana keterangan
pertama penulis tadi, bahwa salat secara bahasa
bermakna doa, penjelasan ini juga bisa ditemukan dalam kamsus lisan al-‘arab yang mendasarkan salat dari kata ṣalā
dan salah satunya bermakna doa dan meminta ampun[3].
Hal
ini sesuai dengan firman Allah :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya :“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan salatlah (mendo'alah)
untuk mereka. Sesungguhnya salat (do'a) kamu itu merupakan ketenteraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Taubah
: 103)
Kata “ṣalli” dalam
ayat diatas tidak dimaknai dengan salat dalam pengertian syariat, hal ini sesuai
dengan penafsiran para ulama yang lebih cenderung menafsirkan lafadz “ṣalli” dengan “doakanlah dan mintakan ampun”, salah satunya Tafsir Ibnu Kathir
dalam tafsirnya[4].
Sedangkan secara syariat, salat
didefinisikan sebagai ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan khusus yang dibuka
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dan ritual ini diberi Istilah salat
karena memang di dalamnya di dominasi oleh doa-doa[5].
2.
Perintah Diwajibkannya Salat
Sejatinya, salat merupakan
ibadah yang telah ada sejak zaman dahulu, dalam agama Ibrahim misalnya,
Al-Quran sempat membicarakan kewajiban salat dalam agama yang disebut Ḥanīf tersebut. Allah berfirman :
وَكَانَ
يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا
Artinya : “Dan ia
menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah
seorang yang diridhai di sisi Tuhannya”(QS. Maryam : 55)
Dalam syariat yang dibawa
Nabi ‘Isa ‘Alayhi al-Salām pun terdapat perintah salat :
وَجَعَلَنِي
مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ
حَيًّا
Artinya : “dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku
hidup”(referensi)
Dalam islam sendiri, kita
juga mengenal istilah salat yang secara istilah. Hampir
para sejarah ( para sejarah hampir) sepakat menceritakan bahwa pada awal Islam,
tidak ada kewajiban salat. Kewajibannya hanya salat malam sebagaimana firman
Allah dalam surat al-Muzammil:
يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1)
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3)
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا(4)
Artinya “Hai orang yang
berselimut (Muhammad) (1) bangunlah
(untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (2) (yaitu)
seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.(3) atau lebih dari
seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan(4)”(QS.
Al-Muzammil : 1-4)
Menurut Ibnu Kathir, ayat
ini memerintahkan Nabi untuk berhenti berselimut di malam hari, dan mendorong
beliau untuk menghadap tuhannya dengan cara qiyām
al-lail.[6] Kemudian
turunlah surat Ghāfir ayat 55 yang mewajibkan Nabi ṣalla
Allah ‘alayhi wa sallam melaksanakan salat dua rakaat di pagi dan
dua rakaat di sore hari:
فَاصْبِرْ
إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
Artinya : ”Maka
bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah
ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang
dan pagi”(QS. Al-Ghāfir : 55)
Ayat ini menunjukan
kewajiban salat pada mulanya hanya dua rakaat di pagi dan sore hari. Hal inilah yang berlaku di Makkah sebagaimana
yang disampaikan al-Bayḍāwy
dalam tafsirnya.[7]
Untuk selanjutnya
kewajiban salat menjadi lima waktu setelah di-isrā-kannya beliau, namun
dalam al-Quran kita dapat melihat dalam surat al-Rūm ayat 17-18 :
فَسُبْحَانَ
اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ(17)وَلَهُ
الْحَمْدُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ
Artinya : “Maka
bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu
berada di waktu subuh (17) dan bagi-Nya-lah segala puji di langit dan di
bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di
waktu Zuhur (18)”. (QS.al-Rūm : 17-18)
Dalam penjelasan ayat
diatas, menurut al-Qurṭuby, ayat ini ditujukan kepada orang mukmin untuk
beribadah dan melaksanakan salat dalam waktu-waktu yang disebut dalam Al-Quran,
kemudian beliau menukil dialog Ibnu ‘Abbās dalam menjelaskan waktu-waktu
tersebut[8]. Bahwa, “حين تمسون” adalah waktu Maghrib dan ‘Isya. Dan kalimat “حين تصبحون” menunjukan waktu subuh.
Sedangkan untuk waktu Ẓuhur dan ‘Aṣr
ditunjukan oleh kata “حِينَ تُظْهِرُونَ” dan “عَشِيًّا”.[9]
Kita juga masih bisa menemukan banyak ayat lain yang menerangkan
kewajiban salat, diantaranya :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"...Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam
agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian itulah agama yang lurus."(QS. Al-Bayyinah : 5)
Masih banyak lagi perintah
di dalam kitabullah yang mewajibkan umat Islam
melalukan salat. Paling tidak tercatat ada 17 perintah dalam Al-Quran baik itu
menggunakan Fi`il Muẓari’, Amr, maupun indikasi lain yang menyiratkan
kewajiban, serta ditujukan dengan khitab majemuk maupun individu :
§ Surat
al-Baqarah ayat 43, 83 dan110
§ Surat
al-Nisā ayat 177 dan 103
§ Surat
al-An’ām ayat 72
§ Surat
Yūnus ayat 87
§ Surat
Al-Hajj : 78
§ Surat
al-Nūr ayat 56
§ Surat
Luqmān ayat 31
|
§ Surat
al-Isrā` ayat 78
§ Surat
Ṭāhā ayat 14
§ Surat
al-Ankabūt ayat 45
§ Surat
Luqmān ayat 17.
§ Surat
al-Mujādalah ayat 13
§ Surat
al-Muzzammil ayat 20.
§ Surat
Hūd ayat 114
|
Petunjuk awal kewajiban
salat ini juga bayak didokumentasikan dalam buku-buku baik yang berliteratur
sejarah maupun hadis. Seperti dalam hadis berikut yang menyiratkan bahwa salat pertama kali diwajibkan adalah ketika
Nabi ṣalla Allah ‘Alayhi wa sallam melangsungkan isra
miraj :
حدثنا
محمد بن يحيى النيسابوري حدثنا عبد الرزاق أخبرنا معمر عن الزهري عن أنس بن مالك
قال :
فرضت
على النبي صلى الله عليه وسلم ليلة أسري به الصلوات خمسين ثم نقصت حتى جعلت خمسا
ثم نودي يا محمد إنه لا يبدل القول لدي وإن لك بهذه الخمس خمسين
Artinya : “…….dari Anas
Ibn Mālik berkata : Salat 50 waktu diwajibkan kepada Nabi ṣalla Allah ‘Alayhi wa sallam
pada malam beliau diperjalankan (Isra),
kemudian dikurangi sampai menjadi 5 waktu, lalu Nabi ṣalla Allah ‘Alayhi wa sallam dipanggil,
“ wahai Muhammad, hal itu tidak akan mengganti ucapan bagiku, bagimu 5 tetapi
sudah mewakili 50””.(HR. Tirmiẓi)[10]
Salat dan Pengaruhnya
1.
Melatih Kedisiplinan
إِنَّ
الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (103)
Artinya : “ Sungguh Salat itu
adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman ” (
QS. al-Nisa : 103 )
Salat lima waktu merupakan kewajiban
bagi kita, dalam salat tersebut terdapat waktu-waktu yang telah ditetapkan dan
kita harus melaksanakan salat berada pada waktu-waktu tersebut, atau seperti
yang dijelaskan oleh al-Sya’rawy dimana kita seolah diperintahkan untuk melaksanakan
salat tanpa mengakhir-akhirkan dan menunda-nunda, bahkan dalam keadaan apapun[11]. Apabila kita keluar dari batas waktu yang telah
ditentukan maka kita wajib bergegas
melaksanakan salat tersebut. Dalam kesempatan
lain juga terdapat ayat yang berbunyi senada:
حَافِظُوا
عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ (238)
Artinya: “ Peliharalah
semua salat dan salat wustha, dan laksanakanlah ( Salat ) dengan khusyu’ ”
( QS. Al-Baqarah : 238)
Secara tidak langsung salat
melatih kita untuk disiplin dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebagaimana
kita diperintah untuk disiplin dalam melaksanakan salat. Bahkan
Nabi pernah bersabda bahwa amal yang paling
disukai Allah adalah mendahulukan salat diawal waktunya[12].
Tentunya setiap manusia
memilki kewajiban lain selain salat. Seorang pelajar misalnya, ia diwajibkan masuk
sekolah pada jam 07.00 WIB, para pegawai, para pekerja dan semua orang juga pasti
tidak lepas dari tugas dan kewajibannya. Dan salat mendorong kita untuk
disiplin serta teratur dalam kewajiban-kewajiban kita masing-masing.
2.
Meminimalisir Kemunkaran
……إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45)
Artinya : “ Sesungguhnya salat itu mencegah dari (
perbuatan ) keji dan munkar, dan ( ketahuilah ), mengingat Allah ( Salat ) itu
lebih besar ( keutamaanya dari pada ibadah yang lain ). Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”( QS. Al-Ankabut : 45 )
Dalam dunia sosial kita
sering menemui tindak kriminalitas, dan dengan adanya ayat ini kita bisa tahu
bahwa ternyata dengan melaksanakan salat, sedikit
banyak salat mampu merubah pola pikir seseorang untuk tidak
melakukan tindak kriminal. Tapi secara tidak
langsung kita juga dihadapkan dengan kenyataan dimana orang yang salat ternyata
justru banyak juga melakukan kemunkaran. seolah
tidak ada bedanya antara yang salat dan yang tidak salat, dan pada akhirnya
tersimpulkan tidak ada pengaruh dalam salat. Lalu mana posisi kejelasan ayat
diatas??
Ada dua penjelasan yang dapat penulis temukan
mengenai fenomena diatas. Pada suatu kesempatan
Nabi pernah ditanyai mengenai ayat ini, kemudian nabi menjawab : “ Barang siapa
yang salatnya tidak mencegah dari kemungkaran dan kejelekan, maka sebenarnya tidak ada salat darinya”[13]sehingga
dapat tergambarkan mungkin salat yang dilakukan dalam konteks diatas belum
menemukan esensi dari salat yang sesungguhnya. Persis seperti sindiran Gus Mus
dalam Puisinya“ salat kita rasanya lebih buruk dari senam Ibu-ibu, Lebih cepat daripada menghirup kopi panas, Dan lebih ramai daripada lamunan seribu anak muda ”[14].
Lebih lanjut penulis
menemukan gambaran yang ke dua.Bahwa kita telah
sepakatkalau Al-Quran bukanlah sekedar dogma,
maka kita tahu tiap esensi yang ada dalam Al-Quran merupakan hal yang memang
benar adanya.Termasuk ketika Al-Quran berbicara
megnenai salat mampu mencegah kemungkaran.Maka penulis
berkesimpulan bahwa kriminalitas merupakan hal yang relatif besar kecilnya( belum paham) dan begitu pula dengan meminimalisir
kriminalitas juga hal relatif pula. Oleh sebab itu kita cukup yakin, jika tidak
dilaksanakan salat maka kemunkaran akan lebih merata atau istilah kerennya mem-booming.
Dan dengan pelaksanaan salat, kemungkaran mampu terminimalisir.Hal ini lantaran dalam salat terdapat 3 esensi
sebagaiamana yang dipaparkan oleh Abu Al-Aliyah,
yakni keihlasan, ketakutan dan mengingat Allah.
Dengan keikhlasan ia akan terdorong untuk berbuat kebaikan, dengan ketakutan ia
akan terhindar dari perbuatan buruk dan dengan mengingat Allah ia akan
melaksanakan keduanya[15].
3.
Menghilangkan Rasa Enggan Memberi (
Menjadikan Dermawan )
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ
جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
(21) إِلَّا الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23)
Artinya : “ Sungguh
manusia diciptakan suka mengeluh () Apabila ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah () dan apabila mendapat kebaikan ( harta ), ia jadi
kikir () kecuali orang-orang yang melaksanakan salat () mereka yang tetap setia
melaksanakan salatnya” ( QS. Al-Maarij : 19-23)
Ketika kita melaksanakan salat
dengan penghayatan maka kebanyakan dari kita pasti merasakan ketenangan. Lantaran dalam salat kita diajak untuk seolah
berhadapan dengan Allah sehingga muncul sebuah rasa dimana tidak ada penolong
dan pemberi selain Allah[16] atau istilahnya kembali menguatkan tawakal. Dan orang yang konsisten dalam melaksanakan salat
maka ia akan merasakan dimana kebaikan yang oleh al-Razy ditafsiri sebagai
harta dan kekayaan, maka hal tidak
menenggelamkannya dan begitu sebaliknya ketika kejelekan yang menurut al-Rāzy
adalah sebuah kefaqiran hal itu tidak membuatnya cepat gelisah[17]. Bahkan ketika seseorang mendapatkan kenikmatan
berupa harta yang melimpah ia tidak akan segan-segan untuk menshadaqahkannya.
Dan dengan rasa tidak terikat dengan harta inilah kita akan mulai terlepas dari
dominasi harta yang memperbudak jiwa manusia.
Memang ayat ini terhbung dengan
beberapa ayat setelahnya, yang artinya, salat bukanlah satu-satunya faktor yang
melepaskan manusia dari hakikat asli penciptaan, yakni kikir dalam membagi
kebaikan dan suka mengeluh saat mendapat kesusasahan[18]. Sebenarnya ada delapan
unsur yang mempengaruhi dalam hal ini, kesemuanya itu tersirat dalam ayat duapuluh dua sampai tiga puluh empat sebagaimana yang
ditegaskan oleh al-Rāzy[19]
kedelapan sifat tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Orang yang mendirikan salat.
2.
Orang yang memberi sedekah.
3.
Orang yang percaya hari akhir.
4.
Orang yang takut terhadap siksa
tuhan.
5.
Orang yang menjaga kemaluannya.
6.
Orang yang memegang amanah dan
janjinya.
7.
Orang yang memberikan kesaksian.
8.
Orang yang konsisten melakukan salat.
4.
Bangkit dari Keterpurukan[20]
إِنَّ
الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ
الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21) إِلَّا
الْمُصَلِّينَ (22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23)
Artinya : “ Sungguh
manusia diciptakan suka mengeluh () Apabila
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah () dan apabila mendapat kebaikan ( harta ),
ia jadi kikir () kecuali orang-orang yang melaksanakan salat () mereka yang
tetap setia melaksanakan salatnya” ( QS. Al-Maarij : 19-23)
Para remaja yang sering
menggemborkan galau harus lebih sering
menghayati ayat ini,yakni ketika ayat al-Quran menyinggung “Apabila
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah “, mungkin keluh kesah ketika ditimpa
musibah adalah sifat yang manusiawi, tetapi bagaimana jika ternyata Al-Quran
memberi motivasi dengan mengatakan “ kecuali orang-orang yang melaksanakan salat,
mereka yang tetap setia melaksanakan salatnya “ dan beberapa ayat seterusnya
yang kesimpulannya salat adalah salah satu obat untuk menghilangkan rasa galau. Al-Quran telah menjelaskan dimana salat seharusnya
mampu menghilangkan sifat putus asa pada seseorang, dan setidaknya dengan
hilangnya rasa galau ini kita memilkii semangat baru. Terlebih
dalam setiap selesai melakukan Ibadah salat. Namun dalam pendapat lain
dikatakan bahwa arti dari konsistensi yang dimaksud disini adalah sebuah
kekhusyuan[21]. Jadi jelas, bahwa salat saja belum mampu mewakili
penghilangan rasa “galau” tersebut, melainkan harus salat yang dibarengi dengan
rasa khusyu’. Mungkin
muda-mudi zaman sekarang harus mulai lebih menghayati ayat ini.
Penulis juga menemukan
komentar Nabi Danial mengenai Umat Nabi Muhammad
yang oleh Qatadah dianggap berkaitan dengan ayat “الَّذِينَ هُمْ عَلَى
صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ” : “ Umat Muhammad melaksanakan suatu salat yang jika kaumnya
Nabi Nuh salat seperti itu mereka tidak akan tenggelam, atau kaum Ad maka mereka tidak akan dikirimi tragedi
angin…….. ”[22]
IV.
Kesimpulan
Salat merupakan media
komunikasi seorang hamba kepada tuhan, meskipun begitu tidak berarti salat
tidak memiliki pengaruh dalam kehidupan sehari-hari, dan penulis telah
memaparkan beberapa pengaruh salat bagi perilaku individumelalui
ayat-ayat Al-Quran.Diantaranya melatih
kedisiplinan, meminimalisir kemungkaran, menjadikan dermawan bahkan bangkit
dari keterpurukan (kegalauan).Demikian pemaparan
penulis, segala puji bagi Allah.Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
‘Ali, Jawwad.
“Sejarah Salat”,terj. Irwan Masduqi.Tanggerang :Jausan, 2010
Bugha(al), Muṣtafa. “
Fiqh Manhaji “, Damaskus : Dar al-Muṣṭafa, 2010
Kathīr, Ibnu. “Tafsīr Al-Qurān al-Aẓīm”,
Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999
Miṣry(al), Muhammad. “Lisan al-‘Arab”.Beirut
: Dar-al-Ṣādir,
tt
Rāzy(al), Muhammad. “Mafātiḥ
al-Ghayb”, Maktabah Syamilah.
Sya’rawy(al),
Mutawally. “Tafsīr Al-Qurān al-Karīm”, Maktabah Syamilah.
Tirmiẓi(al),
Muhammad. “Sunan al-Tirmiẓi”. Maktabah Syamilah
[1]Jawwad ‘Ali. Sejarah Salat, (Tanggerang :Jausan, 2010). Hal. 14
[2]Muṣtafa, al-Bugha.Fiqh Manhaji( Damaskus : Dar al-Muṣṭafa,
2010) 1/61
[3]Muhammad al-Miṣry,Lisan al-‘Arab.( Beirut : Dar-al-Ṣādir, tt).464/14.
[4]Ibnu Kathīr. Tafsīr Al-Qurān al-Aẓīm, (Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999) 4/207
[5]Bugha(al), Muṣtafa..Fiqh Manhaji( Damaskus : Dar al-Muṣṭafa,
2010) 1/61
[6]Ibnu Kathīr. Tafsīr Al-Qur’ān al-‘Aẓīm, (Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999) 8/ 249
[9] Menurut Qatādah ayat diatas hanya menjelaskan 4 waktu salat, yakni Ṣubuh, Ẓuhur, ‘Aṣr
dan Maghrib, sedangkan kewajiban waktu salat ‘Isha ditunjukan oleh surat Ḥūd ayat 14 “وزلفا من الليل
”. lihat, Ibid.
[10]Muhammad Tirmiẓi. Sunan al- Tirmiẓi 1/361
[11]Mutawally al-Sya’rawy.Tafsīr Al-Qurān al-Karīm.1/ 1785
[12]Ibnu Kathīr. Tafsīr Al-Qurān al-Aẓīm, (Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999)6/ 645
[13]Ibnu Kathīr. Tafsīr Al-Qurān al-Aẓīm, (Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999)Hal,6/ 280
[14]Lihat lengkap di : http://www.akromadabi.com/2014/10 /puisi-gus-mus-selamat-tahun-baru-kawan.html
(diakses : 01.51, 10 Desember 2014)
[15]Ibnu Kathīr. Tafsīr Al-Qurān al-Aẓīm, (Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999)Hal,6/ 282
[16]Muṣtafa, al-Bugha..Fiqh Manhaji( Damaskus : Dar al-Muṣṭafa,
2010) 1/61
[17]Muhammad al-Rāzy.Mafātiḥ al-Ghayb, 16/31
[18]Ibnu Kathīr. Tafsīr Al-Qurān al-Aẓīm, (Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999) hal.8/ 226
[19]Muhammad al-Rāzy.Mafātiḥ al-Ghayb,16/31
[20] Dalam pembahasan ini kami menggunakan ayat yang sama, yang artinya
salat hanya menjadi salah satu unsur da nada unsur-unsur lain yang engeluarkan
manusia dari tabiat asli penciptaanya.
[21]Ibnu Kathīr. Tafsīr Al-Qurān al-Aẓīm, (Mesir :Dar al-Ṭaybah
li al-Nashry wa al-Tawzi’, 1999) hal.8/ 226
[22]وقال قتادة في قوله: {
الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ } ذُكر لنا أن دانيال، عليه السلام،
نعت أمة محمد صلى الله عليه وسلم فقال: يصلون صلاة لو صلاها قوم نوح ما غرقوا، أو
قوم عاد ما أرسلت عليهم الريح العقيم، أو ثمود ما أخذتهم الصيحة. فعليكم بالصلاة
فإنها خُلُق للمؤمنين حسن Ibnu Katsir, Hal 227/8