Merasa Terjebak Kelamin, Transgender Sebuah Pilihan?

Siti Maimunah berganti nama Joyo (Foto: Trijayanews)

Zona Malam - JENIS kelamin tak hanya sebuah penanda gender semata. Bagi seseorang, jenis kelamin pun menjadi pencitraan karakter seseorang. Karenanya, kelamin biasanya mencirikan karakter orang yang bersangkutan dalam membawakan dirinya.

Dalam masyarakat, keberadaan jenis kelamin menjadi ikon dari karakter seseorang. Jenis kelamin wanita biasanya diidentikkan dengan busana feminin, langkah gemulai, dan pembawaan ayu. Sementara jenis kelamin pria identik dengan pembawaan maskulin, cuek, langkah sigap dan gagah, serta tanpa polesan make up.

Kedua pencirian tersebut menjadi bagian yang lumrah dalam tatanan masyarakat Indonesia. Apalagi jika mengacu pada agama dan ketentuan negara, jenis kelamin yang diakui seperti tertuang dalam KTP, yakni pria dan wanita.

Pada kenyataannya, di luar sana kerap terjadi fenomena sebaliknya. Ada beberapa kasus di mana wanita memiliki perasaan lebih layaknya pria ataupun pria yang merasa berkarakter wanita.

Siti Maimunah, wanita asal Semarang, misalnya. Dirinya mengajukan permohonan ke pengadilan mengenai keinginan transgender yang dilayangkannya. Selasa (27/12) kemarin, permohonannya diajukan Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah. Siti pun resmi bertransformasi nama menjadi Muhammad Prawirodijoyo atau akrab disapa Joy atau Joyo.

Dikatakan Ifa Sudewi, Hakim Ketua dalam persidangan seperti dikutip dari SINDO, bahwa dari keterangan Joy, dirinya memang lebih nyaman sebagai laki-laki. Sementara saat menjadi perempuan dirinya tidak merasa nyaman. Hasil medis pun menyebutkan bahwa kromosom pemohon adalah 46 XY yang merupakan kromosom laki-laki.

Dari sana, Ifa pun memutuskan mengabulkan permohonan Siti Maimunah sebagai laki-laki dan berganti nama jadi Muhammad Prawirodijoyo.

Apa penyebabnya?
Sejak lahir, jenis kelamin seseorang memang sudah diketahui. Tepatnya, jenis kelamin yang merupakan pemberian Tuhan memang menjadi bawaan hingga kelak kita meninggalkan dunia ini. Namun kenyataannya pada beberapa kasus, ada orang-orang yang mengalami kecenderungan lebih kuat pada kelamin lainnya dan bukan seperti kelamin yang sesungguhnya dia miliki.

Psikolog Roslina Verauli Mpsi dalam obrolan dengan okezone, Rabu (28/12/2011), dalam melihat fenomena tersebut mengungkapkan bahwa masalah kompleks tersebut bisa disebabkan banyak faktor.

Untuk itu, sebelum menguak problem kompleks tersebut, Roslina pun menerangkan bahwa problem ini masuk dalam ranah Gender Identity Disorder (GID), di mana ada yang dialami seseorang sejak kecil. Misalnya saja, dia terlahir sebagai wanita tapi dia merasa seperti terperangkap dalam kelamin tersebut karena merasa tidak seperti kelamin aslinya. Sejak itu, tak jarang berbagai penyesuaian pun dilakukan.

“Penyebabnya sendiri sifatnya sangatlah kompleks. Sampai dengan sekarang masih jadi penelitian apakah memang sudah ada secara biologis ataukah dipengaruhi faktor genetik, ataupun lingkungan. Ini sangat sukar karena ini adalah kasus yang kompleks dan masih dipertanyakan kenapa ada orang yang terperangkap dalam gender wanita, tapi jadi laki-laki sehingga saat dewasa memutuskan untuk transgender. Kondisi ini sangat kompleks,” tuturnya.

Vera melihat kasus tersebut perlu dibedakan dengan orang yang gay atau lesbian, misalnya. Pasalnya, mereka hanya mengalami kelainan orientasi seksual dan bukan penghayatan. Beda lagi dengan orang yang salah jenis kelamin ketika lahir atau memiliki kelamin ganda misalnya, sehingga harusnya laki-laki jadi dikira perempuan ataupun sebaliknya.

“GID itu lebih kepada penghayatan individu yang bersangkutan. Dan dari sananya memang begitu dan bisa juga dipengaruhi faktor lingkungan. Atau bisa jadi dia gagal belajar tentang gender yang sesungguhnya, baik itu dari orang keluarga atau lingkungan hingga trauma,” urainya.

http://lifestyle.okezone.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel