MAKALAH KEWAJIBAN BELAJAR “ GLOBAL”
KEWAJIBAN BELAJAR “ GLOBAL”
BAB I
PENDAHULUAN
KEWAJIBAN BELAJAR “GLOBAL “ DALAM
QS Al- Alaq, 96 :1-5 (perintah membaca dan belajar)
Islam adalah satu- satunya agama samawi yang memberikan perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Kewajiban belajar mengajar merupakan suatu tuntutan bagi manusia yang menginginkan suatu kehidupan yang layak sebagai implementasi dalam kehidupan didunia. Pendidikan merupakan suatu hal utama yang menentukan masa depan generasi yang akan datang.
Dalam kaitannya dengan pendidikan ataupun belajar mengajar, Allah telah membimbing manusia untuk menjalani hidupnya didunia melalui Al-quran yang Allah turunkan sebagai ilmu dan pedoman hidup yang wajib kita pelajari dan mengkajinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SURAT AL- ALAQ 1-5
اقرأباسم ربّك الّذي خلق
خلق الاءنسان من علق
اقرأ وربّك الأكرم
الّذي علّم بالقلم
علّم الانسان مالم يعلم
B. TERJEMAHAN SURAT
1.Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan
2.Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3.Balah dan Tuhanmulah yang paling pemurah
4.Yang mengajari (manusia) dengan perantara qalam
5.Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.[1]
C. INTISARI KANDUNGAN AYAT
Ayat pertama bagaikan menyatakan : bacalah wahyu-wahyu Illahi yang sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan masyarakatmu. Ayat ini mengajarkan, bahwa membaca sebagai salah satu aktivitas belajar mesti berangkat dari nama Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu. Dengan demikian, belajar mesti berangkat dari keimanan danberorientasi untuk memperkuatnya.[2]
Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi dengan syarat hal tersebut harus engkau lakukan dengan atau demi nama Tuhan yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua makhluk kapan dan dimanapun. Setelah menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta segala yang wujud, maka ayat 2 menjelaskan ciptaan-Nya, yang kepadanya ditujukan wahyu-wahyu al-quran yakni manusia yang diciptakan-Nya dari alaq, yakni sesuatu bergantung : baik dalam arti bergantung di dinding rahim yang merupakan salah satu proses amat penting menuju kelahirannya, maupun dalam arti bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tetapi memunyai sifat ketergantungan kepada selainnya, seperti alam, manusia, lebih-lebih kepada Allah swt.
Ayat ketiga mengulangi perintah membaca sambil memperkenalkan Allah sebagai zat yang akram, yakni maha baik dan maha pemurah, yang kemurahan-Nya tidak dapat dilukiskan karena melampui batas harapan. Ayat 4 dan 5 menjelaskan sebagian dampak kemurahan-Nya dengan menyatakan bahwa Dia yang mengajar dengan pena, yakni melalui sarana yang diusahakan oleh manusia. Dan Dia juga mengajar manusia secara langsung tanpa keterlibatan usahanya.[3]
D. Tafsir QS Al- alaq 1-5
اقرأباسم ربّك الّذي خلق .
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”.
Secara harfiah kata qara yang terdapat pada ayat tersebut berarti menghimpun huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dan membentuk suatu bacaan. Sedangkan menurut al-Maraghi secara harfiah ayat tersebut dapat diartikan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu walaupun sebelumnya engkau tidak dapatmelakukannya. Selain itu ayat tersebut juga mengandung perintah agar manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap adanya kekuasaan dan kehendak Allah, juga mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu pengetahuan. [4]
Kata اقرأ)) iqra’ terambil dari kata kerja (قرأ)qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun. Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa Nabi SAW bertanya مااقرأ)) “maa iqra” apakah yang saya harus baca? Beraneka ragam pendapat ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa itu wahyu-wahyu al-quran sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-quran ketika turun nanti. Ada yang berpendapat objeknya adalah (اسم ربّك) “ismi rabbika”sambil menilai huruf (ب)ba’ yang menyertai kata ismiadalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berzikirlah. Tapi jika demikian mengapa Nabi SAW menjawab “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berdzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum wahyu datang beliau senantiasa melakukannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kata iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan, dan sebagainya.
Huruf (ب) ba’ pada kata (با سم)bismi ada yang memahaminya sebagai fungsi penyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti bacalah disertai dengan nama Tuhanmu. Sementara ulama memahami kalimat bismirabbikabukan dalam pengertian harfiahnya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat arab, sejak masa jahiliyah mengaitkan suatu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka agungkan.
Kata (خلق) khalaqa memiliki sekian banyak arti antara lain menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus, mengatur, membuat, dan sebagainya. Objek khalaqapada ayat ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaimana iqra’ bersifat umum dengan demikian, allah adalah pencipta semua makhluk.[5]
Dari runtutan kisah yang kami kemukakan diatas, yang segera terlintas dalam pikiran tentang makna ayat pertama (yakni ‘Bacalahdengan nama Tuhanmu’) adalah bahwa perintah tersebut termasuk dalam kategori amr takwiniy (perintah atau titah Allah untuk menjadikan sesuatu). Nabi saw ketika itu memang tidak pandai membaca ataupun menulis. Karena itu beliau mengulang-ulang ucapannya, Aku tidak pandai membaca!” Maka datanglah perintah Illahi agar ia menjadi pandai membaca walaupun tetap tidak dapat menulis. Sebab, akan diturunkan kepadanya kitab yang akan dibacanya, walaupun ia tidak dapat menuliskannya. Itulah sebabnya ayat tersebut melukiskan Tuhan sebagai Yang semesta ini. Sebab, Dzat yang menyandang sifat- sifat yang dengannya ia mampu menanamkan pengaruh-Nya pada segala macam ciptaan-Nya yang tak terhingga, pastilah ia mampu juga menciptakan kepandaian membaca pada dirimu; meskipun engkau belum pernah mempelajarinya. Engkau sendiri tadinya tak mengetahui apapun tentang al-kitab (Al-quran). Maka seolah-olah Allah swt berfirman kepadanya, “jadilah engkau pandai membaca, dengan quadrat dan iradat-Ku!”.
Dalam kalimat ini, yang dibaca adalah ‘nama (nama Tuhanmu) sebab, ‘nama’ mengantarkan kepada pengetahuan tentang ‘Dzat’ sebagaimana telah diuraikan pada tafsir surah Al-a’la.
Penciptaan kemampuan membaca akan menarik perhatianmu kearah pengetahuan tentang Dzat (Allah swt) serta sifat-sifatNya semuanya. Membaca merupakan suatu ilmu yang tersimpan dalam jiwa yang aktif. Sedangkan pengetahuan tersebut rmasuk kedalam pikiranmu atas perkenan Allah swt melalui kemurahanNya, ilmuNya, qudratNya serta iradatNya.
Demikianlah makna ayat tersebut. Akan tetapi, apabila kita mengartikan perintah ini sebagai suatu kewajiban yang dibebankan, atau amr taklifi (bukan amr takwiniy seperti dalam pengertian diatas-penerj). Dengan menyatakan bahwa maknanya adalah bahwa kamu diperintahkan- ketika membaca sesuatu- agar membacanya dengan nama Allah, maka arti ayat itu adalah seperti telah kami jelaskan tentang makna Bismillah Ar-rahman Ar-rahim, ketika menafsirkan surah al-fatihah. Yaitu apabila kamu membaca, hendaknya kamu selalu membaca dengan pengertian bahwa bacaanmu itu merupakan perbuatan yang kamu laksanakan demi Allah saja, bukan demi sesuatu selain-Nya. Kalaupun diperkirakan bahwa seseorang membaca dengan menjadikan bacaannya itu demi Allah sendiri, bukan demi yang lainnya, tetapi ia tidak menyebut ‘nama-Nya’, maka ia tetap dianggap membaca demi Allah. Anjuran untuk mengucapkan basmalah dengan lisan adalah semata-mata untuk mengingatkan hati- pada permulaan setiap pekerjaan- agar senantiasa kembali kepada Allah swt. Dalam perbuatan tersebut. Jadi, ia tetap berbuat demi nama-Nya, dan bukan demi nama selain-Nya.[6]
Ayatخلق النسان من علق yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Kata العلق = darah yang beku. Yaitu keadaan janin pada hari-hari pertamanya. Dan barang siapa mampu menciptakan- dari segumpal darah beku-seorang manusia, yakni makhluk hidup yang dapat berbicara, dan yang dengan ilmunya dapat menguasai semua makhluk dibumi dan mengendalikannya demi kepentingannya, sudah barang tentu Dia mampu pula menjadikan seorang insane kamil seperti Nabi saw, pandai membaca meskipun sebelumnya ia tidak pernah belajar membaca.
Ayat ini difirmankan Allah swt setelah ayat sebelumnya, demi lebih menguatkan maknanya. Seolah-olah ia mengatakan kepada (Nabi saw) yang berulang kali mengaku dirinya tidak pandai membaca, “Yakinilah bawa kamu kini dapat membaca, dengan izin Tuhan-mu yang telah menciptakan segala suatu yang ada- termasuk kemampuan membaca yang juga merupakan salah satu dari hasil ciptaan-Nya dan yang telah menjadikan manusia sebagai ciptaan yang sempurna, meski berasal dari segumpal darah beku, tidak berbentuk atau berupa. Sedangkan kepandaian membaca hanyalah suatu sifat tambahan bagi makhluk manusia yang sempurna itu, sehingga penciptaannya jauh lebih muda (dari pada penciptaan manusia itu sendiri).
Dan mengingat bahwa kepandaian membaca merupakan suatu kemampuan yang tak dapat dikuasai oleh seorang kecuali dengan mengulang-ulang serta membiasakan diri dengan apa yang ada pada manusia lainnya, maka pengulangan perintah ilahi (dalam wahyu di atas) menggantikan pengulangan bacaan yang diperlukan dalam belajar membaca, dalam hal menjadikan Nabi saw. Memiliki kemampuan seperti itu. Itulah sebabnya Allah swt mengulangi lagi perintahNya dalam ayat اقراء وربك الاكرم Bacalah dan Tuhanmu lah Yang paling Pemurah. Yakni bahwa Allah swt adalah Yang Paling Pemurah dari siapa saja yang diharapkan pemberian darinya dan karenanya amat mudah bagiNya untuk melimpahkan kepadamu karunia ini (karunia kemampuan membaca) dari samudra kemurahanNya. Ayat ini menyadarkan hati kita bahwa tanpa karunia-Nya kepada kita, tidak mungkin kita mampu menyingkap rahasia firman dan wajah-Nya. Rasulullah saw pun tidak akan memahami kalam-Nya, bahkan ada beberapa hal yang dihapus dari ingatannya.[7] Setelah itu Allah swt ingin memberikan kepadanya tembahan ketenangan dengan kemampuan barunya ini. Yaitu dengan menggambarkan bahwa Dialah Sang Pemberi karunia ini, aladzi alama bil qalam yang mengajar dengan perantara pena. Yakni menjadikan manusia mengerti dan belajar dengan perantara pena, sebagaimana ia juga mengajari mereka dengan perantara lisan. Adapun pena adalah suatu alat terbuat dari benda mati, tak ada kehidupan padanya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan pemahaman kepada manusia. Maka Dia yang telah menjadikann dari benda mati ini alat untuk pemahaman dan penjelasan; tidaklah Dia juga kuasa menjadikanmu seorang pem baca dan pemberi penjelasan yang sekaligus juga seorang pengajar; apalagi kamu adalah seorang insan kamil (manusia sempurna).
Kemudian Allah ingin menghilanngkan sama sekali keraguan yang mungkin ada dalam diri Nabi saw, mengenai kepandaian membaca yang dikaruniakan Allah kepadanya, sedangkan ia sebelumnya tidak pandi membaca maka firmanya alamal insane nama lamya’lam Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Yakni bahwa Dia (Allah) Yang keluar dari-Nya perintah untuk menjadikanmu seorang pembaca dan yang membacakan, dan menimbulkan dalam dirimu kepandaian itu, bahkan kelak akan menyampaikanmu kepada tingkatan setinggi-tingginya yang tak seorang pun selainmu akan mencapainya dibidang ini; Dia pulalah Yang telah mengajarkan kepada manusia segala ilmu pengetahuan yang dinikmatinya, sedangkan ia dihari-hari permulaan penciptaanya, tak mengetahui apapun! Maka tidaklah mengherankan apabila Dia yang sejak mula pertama telah mengaruniakan ilmu bagi manusia-sementara ia tadinya tidak memiliki ilmu sedikitpun- kini mengajarimu kepandaian membaca; sedangkan kamu memiliki potensi untuk mengetahui amat banyak pengetahuan selain itu dan dirimu benar-benar siap untuk menerima-nya![8]
BAB III
SIMPULAN
Ayat ini menyatakan bahwa manusia dijadikan dari segumpal darah atau menurut pendapat lain ‘alaq (sesuatu yang melekat).
Dengan ayat-ayat ini terbuktilah tentang tingginya nilai membaca, menulis dan berilmu pengetahuan. Andaikata tidak karena qalam niscaya tidak banyak ilmu yang tidak terpelihara dengan baik. Banyak penelitian yang tidak tercatat dan banyak ajaran agama hilang, pengetahuan orang dahulu kala tidak dapat dikenal oleh orang-orang sekarang baik ilmu, seni, dan penemuan- penemuan mereka.
Manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah islam, karena “iqra”haruslah dengan “bismi rabbika”, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas aqidah islam.
Demikian pula dengan pena tidak dapat diketahui sejarah orang-orang yang berbuat baik atau yang berbuat jahat dan tidak ada pula ilmu pengetahuan yang menjadi pelita bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Ayat ini juga menjadikan bukti kekuasaan Allah yang menjadikan manusia dari benda mati yang tidak berbentuk dan berupa dapat dijadikan Allah menjadi manusia yang sangat berguna dengan mengajarinya pandai membaca dan menulis.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab,M Quraish.1997. Tafsir Al-quran Al-karim. Bndung : Pustaka Hidayah.
Yusuf, M Kadar . 2013. TAFSIR TARBAWI pesan-pesan Al-quran tentang pendidikan Jakarta : AMZAH.
Nata H Abudin. 2009. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Tafsir Ayat-ayat Tarbawiy. Jakarta : Rajawali pers.
Shihab, M Quraish.2012. AL-LUBAB makna tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-quran, Cet I.Tangerang : Lentera Hati.
http :// dosenmuslim.com/ pendidikan/ tafsir- tarbawi-qs al-alaq- ayat 1-5/diakses pada hari kamis, 28 september 2017 jam 09.00
Abduh, Muhammad. 198. Tafsir Juz Amma. Bandung : Mizan.
Gojali Nanang. 2013. Tafsir hadits tentang pendidikan. Bandung : Pustaka setia.
[2]DR. Kadar M. Yusuf, TAFSIR TARBAWI pesan-pesan Al-quran tentang pendidikan (Jakarta : AMZAH, 2013), hlm. 49.
[3]M. Quraish shihab, AL-LUBAB makna tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-quran, Cet I,(Tangerang : Lentera Hati, 2012), Hlm. 688-689.
[4]DrR. H. Abudin Nata,Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Tafsir Ayat-ayat Tarbawiy, (Jakarta : Rajawali pers, 2009), hlm 43.
[5] http :// dosenmuslim.com/ pendidikan/ tafsir- tarbawi-qs al-alaq- ayat 1-5/diakses pada hari kamis, 28 september 2017 jam 09.00
[6]Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, (Bndung : Mizan, 1998), Hlm.248-249.
[7]Drs. Nanang Gojali, Tafsir hadits tentang pendidikan, (Bandung : Pustaka setia, 2013), hlm 88.
[8]Ibid. Hlm.250.