MAKALAH HINDARI SIKAP SOMBONG DIMANAPUN
Pendidikan Karakter Religius
(HINDARI SIKAP SOMBONG DIMANAPUN)
QS. Luqman: 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesombongan terbagi kepada batin dan lahir (zhahir). Kesombongan batin adalah perangai dalam jiwa, sedangkan kesombongan lahir (zhahir) adalah amal amal perbuatan yang lahir dari anggota badan. Istilah kesombongan lebih tepat dengan sebutan perangai batin. Karena amal perbuatan merupakan hasil dari perangai tersebut. Perangai sombong menuntut perbuatan. Oleh sebab itu, apabila nampak pada anggota badan maka disebut sombong (takabur), tetapi apabila tidak tampak maka disebut kesombongan (kibr). Pada dasarnya ini adalah perangai yang ada di dalam jiwa yaitu kepuasan atau kecenderungan kepada kepuasan nafsu kepada orang yang di sombongi. Kesombongan menuntut adanya pihak yang di sombongi dan hal yang di pakai untuk bersombong. Dengan inilah kesombongan berbeda dari ujub, karena ujub tidak menuntut adanya orang yang di ujubi, bahkan seandainya manusia tidak di ciptakan kecuali satu orang bisa saja orang itu menjadi ujub. Tetapi orang tidak bisa takabur kecuali dengan adanya orang lain di mana ia memandang dirinya di atas orang lain tersebut menyangkut berbagai sifat kesempurnaan. Pada saat itu ia menjadi orang yang takabur, sehingga dalam hatinya timbul anggapan, kepuasan, kesenangan terhadap apa yang di yakininya dan terasa berwibawa di dalam dirinya dengan sebab tersebut. Kewibawaan, kesenangan dan kecenderungan kepada kekayanan (di dalam jiwa) tersebut adalah perangai kesombongan
B. Nash dari Al-quran
B. Nash dari Al-quran
وَلاَ تُصَعِّرْ خَّدَّ كَ للِنَّا سِ وَلاَ تَمْشِ فِي لْاَرْضِ مَرَ حًا اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلِّ مُخْتَا لٍ فَحُو رٍ (18)
Artinya: Dan janganlah engkau palingkan muka engkau dari manusia dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak. Sesungguhnya Allah tidaklah menyukai tiap-tiap yang sombong membanggakan diri
C. Arti penting ukntuk dikaji
C. Arti penting ukntuk dikaji
Naasihat Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Materi pelajaran aqidah, beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlaq merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.
Beliau menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping butir-butir nasihat yang lalu,
Beliau menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping butir-butir nasihat yang lalu,
Tetapi tampillah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang orang yang sombong lagi membanggakan diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
a. Sombong
Pemgertian menutut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata sombong/som·bong/ a menghargai diri secara berlebihan; congkak; pongah[1]
Sedangkan menurut istilah, takabur berarti suatu sikap mental yang memandang rendah terhadap orang lain, sementara itu ia memandang tinggi dan mulia dirinya sendiri. Takabur juga dapat diartikan dengan berbangga diri dan kecenderungan memandang diri berada di atas orang lain yang disombonginya.
Sombong atau takabur merupakan penyakit hati yang dapat melanda manusia, baik laki-laki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak. Sombong termasuk perilaku tercela yang tidak seharusnya dimiliki oleh manusia.[2]
Sombong atau takabur merupakan penyakit hati yang dapat melanda manusia, baik laki-laki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak. Sombong termasuk perilaku tercela yang tidak seharusnya dimiliki oleh manusia.[2]
Secara universal maka, perbuatan sombong dapat dipahami dengan membanggakan diri sendiri, mengganggap dirinya lebih dari orang lain. perbuatan sombong dibagi beberapa tingkatan yaitu:
- Kesombongan terhadap Allah SWT, yaitu dengan cara tidak tunduk terhadap perintahnya, enggan menjalankan perintahnya
- Sombong terhadap rasul, yaitu perbuatan enggan mengkuti apa yang diajarkannya dan menganggap Rasulullah sama sebagaimana dirinya hanya manusia biasa.
- Sombong terhadap sesama manusia dan hamba ciptaanya, yaitu menganggap dirinya lebih dari orang lain dan makhluk ciptaan Allah yang lain dengan kata lain menghina orang lain atau ciptaan Allah lainya.[3]
Ciri ciri orang sombong
Diantara ciri-ciri manusia yang suka berperilaku sombong/ takabbur adalah sebagai berikut :
- Sikap memuji diri, Sikap ini muncul karena merasa dirinya memiliki kelebihan harta, ilmu pengetahuan, dan keturunan atau nasab. Oleh karena itu ia merasa lebih hebat dibanding orang lain.
- Merendahkan dan meremehkan orang lain, Sikap ini bisa diwujudkan dengan mamalingkan muka ketika bertemu dengan orang lain yang dikenalnya, karena merasa lebih baik dan lebih hebat darinya.
3. Suka mencela dan membesar-besarkan kesalahan orang lain, Orang yang takabbur selalu menyangka bahwa dirinyalah yang benar, baik, dan mulia serta mampu malakukan segala sesuatu. Sedangkan orang lain dianggap rendah, kecil, hina dan tak mampu berbuat sesuatu. Bahkan orang lain dimatanya selalu berbuat salah.
Menurut Imam Al- Ghazali ada tujuh kenikmatan yang menyebabkan seseorang memiliki sifat takbbur yaitu :
- Ilmu pengetahuan, orang yang berilmu tinggi atau berpendidikan tinggi merasa dirinya orang yang paling pandai bila dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu atau berpendidikan
- Amal ibadah yang tidak jelas dapat menyebabkan sifat takabbur apalagi bila mendapat perhatian dari orang lain
- Kebangsawanan, dapat menyebabkan takabbur karena menganggap dirinya lebih tinggi derajadnya daripada kelompok atau kasta lain
- Kecantikan dan ketampanan wajah, menjadikan orang merendahkan orang lain dan berperilaku sombong
- Harta dan kekayaan, dapat menjadikan orang meremehkan orang miskin
- Kekuatan dan kekuasaan, dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya ia dapat berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain tanpa melihat statusnya
- Banyak pengikut, teman sejati, karib kerabat yang mempunyai kedudukan dan pejabat-pejabat tinggi.[4]
B. Tafsir
a Tafsir Al-Azhar
a Tafsir Al-Azhar
“Dan janganlah emgkau palingkan muka engkau dari manusia” (pangkal ayat 18).
Ini adalah termasuk budi-pekerti, sopan santun dan akhlak yang tertinggi. Yaitu kalau sedang bercakap berhadapan-hadapan dengan seseorang hadapkanlah muka engkau kepadanya. Mengadapkan muka adalah alamat dari menghadapkan hati. Dengarkah ia bercakap, simaklah baik-baik kalau engkau bercakap dengan seseorang, padahal mukamu engkau hadapkan ke jurusan lain, akan tersinggunglah perasaanya. Dirinya tidak dihargai , perkataanya tidak sempurna didengarkan.
Dalam bersalam muka bertemu, apakah lagi bersalaman dengan orang banyak berganti-ganti, ketika berjabat tangan itu, tengoklah matanya dengan gembira. Hatinya akan besar dan silatur-rahmiakan teguh . Apa lagi kalau namanya diingat dan disebut.
Ibnu Abbas menjelaskan tafsir ayat ini “jangan takabbur dan memendang hina hamba Allah, dan jangan engkau palingkan muka engkau ketempat lain ketika bercakap dengan dia”
Demikian juga penafsiran dari ikrimah, mujahid , Yazid bin al-Asham dan Said bin Jubar.
“Dan janganlah berjalan dimuka dengan congkok”mengangkat diri,sombong, mentang-mentang kaya, mentang-mentang gagah, mentang –mentang dianggap orang jagoh,mentang-mentang berpangkat dan sebagainya “sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap yang sombong menyonbongkan diri”(ujung ayat18)
Congkak, sombong, takabbur, membanggakan diri, semuanya itu menurut penyelidikan ilmu jiwa, terbitnya ialah dari sebab ada perasaan bahwa diri itu sebenarnya tidak begitu tinggi harganya. Di angkat-angkat keatas, ditonjol-tonjolkan, karena didalam lubuk jiwa terasa bahwa diri itu memang rendah atau tidak kelihatan. Dia hendak meminta perhatian orang, sebab merasa tidak diperhatiakan. Dikaji dari segi iman, nyatalah bahwa iman orang iti masih cacat.[5]
b. Tafsir Al- maraghi
1. وَلاَ تُصَعِّرْ خَّدَّ كَ للِنَّا سِ
Janganlah kamu memalingkan mukamu terhadap orang-orang yang kamu berbicara dengan, karena sombong dan meremehkanya. Akan tetapi hadapilah dia dengan muka yang berseri-seri dan gembira, tanpa rasa sombong dan tinggi diri,
وَلاَ تَمْشِ فِي لْاَرْضِ مَرَ حًا
Dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh dan menyombongkan diri ,karena hal itu adalah cara jalan orang –orang yang angkara murka dan sombong ,yaitu mereka yang gemar melalaikan. Akan tetapi berjalanlah dengan sikap sederhana karena sesungguhnya cara jalan yang demikian mencerminkan rasa rendah diri, sehingga pelakunya akan sampai kepada kebaikan.
Kemudian luqman menjelaskan ‘ilat dari larangan itu,sebagaimana yang disebut oleh firman-nya
اِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلِّ مُخْتَا لٍ فَحُو رٍ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang angkuh yang merasa kagum terhadap dirinya yang bersikap sombong terhadap orang lain.
Dan berjalanlah dengan langkah yang sederhana ,yakni tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, akan tetapi berjalanlah dengan wajar tanpa dibuat –buat dan juga tanpa pamer menonjolkan sikap rendah diri atau tawadu’
Kurangilah tingkat kekerasan suaramu, dan perpendeklah cara bicaramu, janganlah kamu mengangkat suaramu bilamana tidak diperlukan sekali. Karena sesungguhnya sikap demikian itu lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan mudah diterima oleh jiwa yang pendengarnya serta lebih gampang untuk dimengerti
Selanjutnya luqman menjelaskan ‘illat (penyebab) larangan itu ,sebagaimana yang disetir oleh firman-nya:
Sesungguhnya suara yang paling buruk dan paling jelek, karena ia dikeraskan lebih dari pada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara keladai. Dengan kata lain, bahawa oaring yang mengeraskan suranya mirip suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada dan kekerasan suara , dan suara yang sangat dibenci oleh Allah S.W.T.[6]
c. Tafsir Al-Mishbah
Nasihat lukman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berkaitan dengan sesama manusia. Materi pelajatan akidah, beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja agar perseta didik tidak jenuh dengan satu meteri , tetapi juga untuk menisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahakan .
Kata (تصعّر) tusha’ir terambil dari kata ( الصّعر) ash-sha’ar yaitu penyakit yang menimpa unta dan menjadikan lehernya keseleo, sehingg memaksakan dia dan berupaya keras agar berpaling sehingga tekanan tidak tertuju kepada syaraf lehernya yang mengakibatkan rasa sakit. Dari kata inilah ayat diatas menggambarkan upaya keras dari seseorang untuk bersikap angkuh dan menghina orang lain. Memang sering kali penghinaan tercermin pada keengganan melihat siapa yang dihina.
Kata ( فى الارض) fi al-ardh /di bumi disebut oleh ayat diatas, untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga ia hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh ditempat itu. Demikian kesan al-Biqa’i sedang ibn ‘Asyur memperoleh kesan bahwa bumi adalah tempat berjalan semua orang, yang kuat dan yang lemah, yang kaya dan yang miskin, penguasa dan rakyat jelata. Mereka semua sama sehingga tidak wajar bagi pejalan yang sama, menyombongkan diri dan merasa melebihi orang lain.
Kata ( مختا لا ) mukhtalam terambil dari akar kata yang sama dengan (خيال ) khayal. Karenanya kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang semacam ini berjalan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang lain. Dengan demikian, keangkuhannya tampak secara nyata dalam kesehariannya. Kuda dinamai (خيل ) khail karena jalanya mengesankan keangkuhan. Seseorang yang mukhtal membanggakan apa yang dimiliki, bahkan tidak jarang membanggakan apa yang pada hakikatnyatidak ia miliki. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata ( فخو را ) fakhurun, yakni sering kali memanggakan diri. Memang kedua kata ini yaitu mukhtal dan fakhur mengandung makna kesombongan, kata yang pertama bermakna kesombongan yang tidak terlihat dalam tingkah laku, sedang yang kedua adalah kesombongan yang terdengar dari ucapan-ucapan. Di sisi lain, perlu dicatat bahwa menggabungkan kedua hal itu bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah abru lahir bila keduanya tergabung bersama-sama dalam diri seseorang. Tidak ! jika salah satu dari kedua sifat iu disandang manusia maka hal itu telah mengundang murka-Nya. Penggabungan keduanya pada ayat ini atau ayat-ayat yang lain hanya bermaksud menggambarkan bahwa salah satu keduanya sering kali bebarengan dengan yang lain.[7]
C. Aplikasi dalam kehidupan
Senantiasa kita meningkatkan ketaan kita kepada Allah Swt dan mensyukuri nikmat yang telah kita peroleh serta mengghindari sikap sombong karena sombong membawa kerugiaan di dunia maupun diakhirat.
D. Aspek tarbawi
1. Senantiasa taat kepada Allah Swt
2. Bersikaplah dengan sesama manusia dengan baik
3. Menghindari sikap sombong
4. Menghormati orang lain
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara istilah takabur adalah sikap berbangga diri dengan beranggaan bahwa hanya dirinya beranggapan yang paling hebat dan benar dibandingkan orang lain. Takabur semakna dengan ta`azum, yakni menampakan keagungan dan kebesaranya. Takabur termasuk termasuk sifat yang tercela yang harus di hindari.
Tidak akan sombong kecuali orang yang menganggap dirinya besar dan tidak akan menganggap dirinya besar kecuali orang yang menyakini memiliki sifat kesempurnaan. Pangkal hal tersebut adalah kesempurnaan keagamaan dan keduniaan. Keagamaan adalah menyangkut ilmu dan amal, sedangkan keduniaan menyangkut nasab, kecantikan, kekuatan,harta kekayaan dan banyaknya pendukung.
Daftar pustaka
Hamka. 1982. Tafsir AL-Azhar Juz XXI. Jakarta:Pustaka Panjimas
quraish Shihab, 2003 Tafsir Al-Misbah, Jakarta:Lentera Hati.
2http://walpaperhd99.blogspot.co.id/2016/10/pengertian-takabur-sombong-dalam-islam.html diakses 1/4/2017 pukul 20:34 wib [1]
Rosihan Anwar, 2010 Akhlak Tassawuf Bandung: Pustaka Setia,
[1]http://www.duniaislam.org/22/03/2015/pengertian-dan-cici-ciri-orang-sombong-dalam-islam/diakses 1/4/2017 pukul 20:35 wib
[1]Mustafa Ahmad Al-maragi ,Tafsisr Al-maraghi (Semarang:TP. Karya Toha Putra Semarang)hal 160-162
2http://walpaperhd99.blogspot.co.id/2016/10/pengertian-takabur-sombong-dalam-islam.html diakses 1/4/2017 pukul 20:34 wib
[3]Rosihan Anwar, Akhlak Tassawuf (Bandung: Pustaka Setia,2010) Hlm 131
[4]http://www.duniaislam.org/22/03/2015/pengertian-dan-cici-ciri-orang-sombong-dalam-islam/diakses 1/4/2017 pukul 20:35 wib