Makalah TAFAQQUH FI AD-DIN (Q.S At-Taubah : 122)

(Pendidikan Ilmiah-Intelektual)

TAFAQQUH FI AD-DIN  (Q.S At-Taubah : 122)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga dalam beberapa hari ini saya bisa menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Pendidikan Ilmiah-Intelektual : Tafaqquh fi ad-din”  ini dengan baik. Sholawat serta salam telah tercurahkan pula kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang telah kita nantikan syafaatnya di yaumul qiyamah.
Dan juga saya berterima kasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku Dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mungkin tidak bisa sempurna seperti yang telah di inginkan oleh dosen karena kesempurnaan itu hanya milik Allah swt. Untuk itu penulis mengharap kepada bapak dosen dan teman-teman kelas B untuk  memberi kritik dan saran agar bisa memperbaiki makalah yang telah dibuat penulis supaya pembaca dapat lebih memahami dan mempelajari isi dari makalah tersebut.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan memberikan wawasan yang luas sebagai ilmu tambahan pengetahuan bagi pembaca pada umumnya. Sekian dari penulis apabila terdapat kesalahan dalan makalah ini mohon untuk bisa di kritik agar bisa menjadikan motivasi dimasa yang akan datang. Terima kasih.

________________________, 25 November 2016

Afrizal Hanan
NIM 2021115283

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk itu, maka diutuslah Rasulullah SAW untuk memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan pendidikan yang baik, tentu akhlak manusia pun juga akan lebih baik. Tapi kenyataan dalam hidup ini, banyak orang yang menggunakan akal dan kepintaraannya untuk maksiat. Banyak orang yang pintar dan berpendidikan justru akhlaknya lebih buruk dibanding dengan orang yang tak pernah sekolah. Hal itu terjadi karena ketidakseimbangannya ilmu dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan dunia rasanya kurang kalau belum dilengkapi dengan ilmu agama atau akhirat.
Maka dari itu, dalam makalah ini saya akan membahas tentang mendalami ilmu agama dengan tujuan agar kita tidak tersesat di dunia maupun di akhirat kelak.
B. Judul
Pendidikan Ilmiah-Intelektual: Tafaqquh fi ad-din
C. Nash
Q.S At-Taubah: 122
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ   
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
D. Arti Penting
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga mereka tak bodoh lagi.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
1. Pengertian Tafaqquh fi ad-din
Tafaqquh fi ad-din menurut bahasa berasal dari kata tafqquh dan fiddin. Kata tafaqquh berasal dari kata faqaha (mengalahkan dalam ilmunya), tafaqqaha yang artinya mempelajari/mendalami fiqih dan menjalankannya. Sedangkan ad-din menurut bahasa adalah at-tho’atu yang berarti ketaatan. Dan dalam bahasa Indonesia ad-din berarti agama.
Menurut KH. Sahal Mahfudh Tafaqquh fiddin dapat dipahami dari dua arah, pertama dipahami secara sempit, yaitu pemahaman ilmu-ilmu agama saja. Dan yang kedua dipahami secara luas, yaitu pendalaman ilmu-ilmu agama dan ilmu yang mendorong pencapaian kebaikan di dunia dan akhirat.
Menurut terjemahan tafsir Departemen Agama, Tafaqquh fiddin yang tersurat dalam ayat 122 dari surat at-Taubah adalah: kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan dalam bidang ilmu agama. Namun agama adalah sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dari segi kehidupan manusia. Setiap ilmu yang berguna dan dapat mencerdaskan umat serta mensejahterakan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama.
Menurut Ibnu Katsier Tafaqquh fiddin adalah mempelajari apa yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, mendengarkan apa yang telah terjadi pada manusia dan apa yang diturunkan Allah kepada mereka.     
Menurut al-Maraghi at-taubah ayat 122 tersebut memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama (wujub al-tafaqquh fi al-din) serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya dalam suatu negeri yang telah didirikan dan mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman. Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwanya, bahkan upaya tersebut kedudukannya lebih tinggi dari mereka yang keadaannya tidak sedang berhadapan dengan musuh. Berdasarkan keterangan ini maka mempelajari fikih itu wajib, walaupun kata tafaqquh  tersebut umumnya berarti memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu tasawuf dan lain sebagainya.
2. Tujuan Tafaqquh fi ad-din
Tujuan Tafaqquh Fiddiin sebagai berikut :
a. Untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam, agar disebarluaskan dan dipahami oleh segala lapisan masyarakat.
b. Untuk menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya.
c. Untuk membimbing kaum, mengajari dan memberi peringatan tentang akibat dari kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang telah diketahui dengan harapan agar mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan.
d. Agar seluruh kaum mu’minin mengetahui agama mereka dan mampu menyebarkan dakwah dan membelanya.
B. Tafsir
a. Tafsir Al-Azhar
Dengan susun kalimat Falaulaa, yang berarti diangkat naiknya, maka Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini, Tuhan pun menuntun hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian agama.
Suatu hal yang terkandung dalam ayat ini yang mesti kita perhatikan, yaitu alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, di antara mereka ada satu kelompok, supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama.
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan di  dalam pelaksanaan seruan perang. Alangkah baiknnya keluar dari tiap-tiap  golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilangannya, yang berintikan penduduk kota Madinah dan kampung-kampung sekelilingnya. Dari golongan yang besar itu adakan satu kelompok, cara sekarangnya suatu panitia, atau suatu komisi, atau satu dan khusu’, yang tidak terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas mereka ialah memperdalam pengertian, penyeledikan soal-soal keagamaan.
b. Tafsir Al-Maraghi
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebt, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh orang kafir dan munafik.
c. Tafsir Imam Syafi’i
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Rasulullah berperang. Beberapa orang sahabat ikut serta bersama beliau, sedangkan sebagaian sahabat lainnya mangkir. Bahkan Ali bin Abi Thalib tidak ikut dalam perang Tabuk. Allah swt memberi tahu kita bahwa kaum muslimin tidak patut untuk pergi berperang semuanya.
Allah SWT memberitahukan bahwa tugas berangkat ke medan perang ditujukan pada orang tertentu saja, demikian pulla dengan tugas memperdalam ilmu. Begitu seterusnya, kecuali jika hal itu dikaitkan dengan kewajiban pokok yang harus diketahui oleh seorang muslim. Demikian pula hal-halfardhu yang statusnnya sebatas fardhu kifayah. Jika ada sebagian muslim yang melaksanakan hal tersebut, maka sebagian muslim yang tidak melakukkannya tidak berdosa.
C. Aplikasi dalam Kehidupan
Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
D. Aspek Tarbawi
Surat at-Taubah ayat 122 merupakan ayat yang menjelaskan tentang pentingnya mendalami ilmu agama. Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat itu adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban mendalami agama dan kesiapan untuk mengajarkannya.
2. Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain. 
3. Ayat ini memberi anjuran tegas kepada umat Islam agar ada sebagian dari umat Islam untuk memperdalam agama;
4. Pentingnya mencari ilmu juga mengamalkan ilmu;
5. Pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah
6. Senantiasa memperhatikan dan memperbaiki niat dalam mencari ilmu, yaitu semata-mata lillahi ta’ala mengingat keutamaan yang diberikan kepada ahli ‘ilmu, yaitu setara dengan jihad fii sabilillah.


BAB III
KESIMPULAN
Ayat ini menjelaskan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya. 




DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa . 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz XI . Semarang: PT Karya Toha Putra.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XI. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Musthafa al-Farran, Syakin Ahmad. Tafsir Imam Syafii. Jakarta: Almahira
Nata, Abuddin. 2002. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://andien-alfajri.blogspot.co.id/2012/04/tafsir-tarbawi-pendidikan-berdasarkan.html diakses pada tanggal 16 April 2017 pukul 09.10 wib
http://ustadzjaswo.blogspot.co.id/2011/01/tafaqquh-fiddin-qs-at-taubah-122.html             diakses pada tanggal 16 April 2017 pukul 09.00 wib

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel