Makalah Pendidikan Etika Global “JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG LAIN” QS. AL-HUJURAT AYAT 11

PENDIDIKAN ETIKA GLOBAL
“JANGAN SEKALI-KALI MENGEJEK ORANG LAIN”
QS. AL-HUJURAT AYAT 11




Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr.wb
            Puji Syukur atas segala nikmat , iman, sehat dan daya serta upaya yang telah Allah SWT berikan,Berkat rahmat dan Hidayah-Nya lah kami mampu menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Jangan Sekali-Kali Mengejek Orang Lain” sesuai dengan Q.S Al-Hujurat ayat 11.
            Sholawat serta salam tak lupa kami sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang seperti sekarang ini. 
            Tersusunnya makalah ini tak lepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh orang-orang yang berada disekitar kami. Maka,dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah memberikan bantuan moril maupun materil. Serta terima kasih juga kepada Bapak Muhammad Ghufron, M.S.I selaku dosen pembimbing.
            Kami menyadari banyaknya kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini,maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan sebagai sarana evaluasi kesempurnaan dalam penulisan tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan bagi seluruh pembaca Aamiin.
                                                                              




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan Zoon Politikon artinya dalam kesehariannya manusia membutuhkan orang lain dalam menunjang kegiatannya di muka bumi ini. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat. Dari sifat inilah yang membuat manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Suka atau tidak suka, manusia dalam kesehariannya akan menghadapi dan bergaul dengan mesyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri  bahkan untuk memenuhi kebutuhannya manusia sangatlah membutuhkan manusia lain.
Indonesia adalah merupakan negeri yang penuh dengan budaya sopan santun dengan berbagai macam etnis dan adat istiadat, negara indonesia menganut sistem ketimuran yang berartikan bahwa di indonesia masih kental dengan budaya yang sopan dan santun. Guna untuk menyeimbangkan budaya tersebut adalah dengan cara pergaulan untuk itulah sangat diperlukan peranan etika.

B.     Judul Makalah
Pendidikan Etika Global “Jangan Sekali-Kali Mengolok-Olok” QS. Al- Hujurat: 11.
C.   Nash Dan Arti QS. Al-Hujurat ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿١١﴾
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
D.    Mengapa Penting Untuk Dikaji
Melalui ayat ini Allah memberitahukan bahwasannya etika atau adap yang baik itu sangatlah penting maka dari itu salah satu hal yang harus dihindari karena dapat membuat tidak baiknya etika atau adab yaitu mengolok-olok sesama muslim dikarenakan mungkin saja orang yang diolok-olok lebih baik dari pada orang yang mengolok-olok.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori
1)      Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu taetha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu, tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk inilah yang melatar belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologi etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu keadaan yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.[1]
2)      Hubungan Antar Individu sebagai Relasi Sosial
Dalam hidup di dunia manusia tidak dapat hidup sendiri atau membutuhkan orang lain.Hal ini erat kaitannya dengan sebuah Interkasi antar individuyang dapat membenruk adanya sebuah Relasi Sosial atau biasa disebut dengan Hubungan Sosial.Hubungan sosial adalah hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan individu lain, yang saling memengaruhi.
Hubungan sosial disebut juga interaksi sosial. Interaksi sosial adalah proses saling memengaruhi antara dua orang atau lebih.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan sosial :
a.        Faktor Internal
Faktor dari dalam diri seseorang yang mendorong terjadinya hubungan sosial sbb:
1.       Keinginan untuk mengembangkan keturunan
2.      Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup
3.       Keinginan untuk mempertahankan hidup
4.      Keinginan untuk berkomunikasi dengan sesama
b.  Faktor Eksternal
            Faktor dari luar yang mendorong terjadinya hubungan sosial sbb:
1.      Simpati
Suatu sikap tertarik kepada orang lain karena suatu hal. Simpati mendorong diri seseorang untuk melakukan komunikasi sehingga terjadi pertukaran pendapat.
2.      Motivasi
Dorongan yang ada dalam diri seseorang yang mendasrai orang melakukan suatu perbuatan. Biasanya muncul rasionalitas, seperti motif ekonomi.        
3.       Empati
Merupakan proses psikis, yaitu rasa haru atau iba akibat tersentuh perasaannya dengan objek yang dihadapinya dsb
Proses sosial yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan komunikasi lisan, dan secara tidak langsung dapat dilakukan hubungan komunikasi telephon / surat.[2]
3)      Menjaga Keharmonisan Kehidupan
Dalam hidup bermasyarakat ada hal-hal yang harus kita hindari agar tidak terjadi permusuhan dan agar Keharmonisan hubungan yang baik di masyarakat dapat terjalin dengan terus menerus.Salah satunya yaitu larangan untuk mengejek sesama.
Ø  Pengertian Sukhriyah
Menurut bahasa سخر berarti“ mengejek, mencemoohkan, menghina”. Pengertian dalam Islam tentang penghinaan itu memiliki pengertian yang berbeda-beda. Untuk itu kita harus mengidentifikasikan dahulu kata penghinaan dengan lafadz arabnya, sedangkan hal-hal yang tercakup dalam arti penghinaan itu lafadnya berbeda beda. Penghinaan itu berasal dari kata “hina” yang artinya:
a.         Merendahkan, memandang redah atau hina dan tidak penting terhadap orang lain.
b.         Menjelekan/memburukan nama baik orang lain, menyinggung perasaannya dengan cara memaki-maki atau menistakan seperti dalam tulisan surat kabar yang dipandang mengandung unsur menghina terhadap orang lain
Menurut Al Ghozali penghinaan adalah:
“Menghina orang lain dihadapan manusia dengan menghinakan dirinya di hadapan Allah Swt. pada Malaikat dan Nabi-nabinya.Jadi menghina adalah merendahkan dan meremehkan harga diri serta kehormatan orang lain di hadapan orang banyak”.
Mengejek sama halnya dengan menghina.Yang dimaksudkan dengan penghinaan ialah memandang rendah atau menjatuhkan martabat seseorang, ataupun mendedahkan keaiban dan kekurangan seseorang dengan tujuan menjadikannya bahan ketawa.[3]

B. Tafsir
Tafsir Jalalain
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَر(Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olokan) dan seterusnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin, seperti Ammar Ibnu Yasir Ar-Rumi. As-sukhriyah artinya merendahkan dan menghina.قَوْمٌ (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ(kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari pada mereka yang mengolok-olokkan disisi Allah. وَلَا نِسَاء(Dan jangan pula wanita-wanita) di antara kalian mengolok-olokkan وَلَا تَلْمِ. مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراًمِّنْهُنَّ زُوا أَنفُسَكُمْ(wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada wanita yang mengolok-olokkan, dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri) artinya janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela, maka yang dimaksud dengan janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain. وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ (dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian diantara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukkan yang tidak disukainya, antara lain seperti: hai orang fasik, atau hai orang kafir. بِئْسَ الاِسْمُ(seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan diatas, yaitu memperolok-olokkan orang lain, mencela, dan memanggil dengan nama julukan yang buruk. الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ (ialah nama yang buruk sesudah iman) lafaz al-fusuq merupakan badal dari lafadz al-ismu, karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fisik, juga karena nama panggilan itu biasanya diulang-ulang. وَمَن لَّمْ يَتُبْ (dan barang siapa yang tidak bertaubat) dari perbuatan tersebut. فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (maka mereka itulah orang-orang zalim).[4]

Tafsir  Al Qurthubi
أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum lain (karena) boleh jadi mereka (orang yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang diolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita yang (diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita-wanita lain (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok).[5]
Tafsir Al Misbah
Setelah ayat sebelumnya yang memerintahkan untuk melakukan ishlah akibat pertikaian yang muncul, ayat diatas memberi petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian. Allah berfirman mamanggil kaum beriman dengan panggilan mesra: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum yakni kelompok pria yang lain, karena hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian, walau yang diolok-olok adalah kelompok lemah, apalagi boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok sehingga dengan demikian yang berolok-olok melakukan kesalahan berganda. Pertama mengolok-olok dan yang kedua yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka, dan jangan pula wanita-wanita yakni mengolok-olok terhadap wanita-wanita yang lain karena ini menimbulkan keretakan hubungan antar mereka, apalagi boleh jadi mereka yakni wanita yang diperolok-olokan itu lebih baik dari mereka yakni wanita yang mengolok-olok itu dan janganlah kamu mengejek siapapun secara sembunyi-sembunyi dengan ucapan, perbuatan atau isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kamu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai buruk oleh yang kamu panggil, walau kamu menilainya benar dan indah, baik kamu yang menciptakan gelarnya maupun orang lain. Seburuk-buruk panggilan adalah kefasikan yakni panggilan buruk sesudah iman. Siapa yang bertaubat sesudah melakukan hal-hal buruk itu, maka mereka adalah orang-orang yang menelusuri jalan lurus dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim dan mantap kezalimannya dengan menzalimi orang lain serta dirinya sendiri.[6]
Tafsir Ibnu Katsir
Allah SWT melarang kita mengejek dan menghina orang lain, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hadist sohih bahwa Rosul SAW, bersabda:
اَلْكِبْرُ بَطْرُ الْحَقِّ وَغَمْصُ النَّاسِ وَيُرْوَئ وَغَمْطُالنَّاسِ
“kesombongan itu adalah mencampakkan kebenaran dan menghinakan manusia”
Kesombongan ini hukumnya harram. Boleh jadi, orang dihina itu kedudukannya lebih mulia disisi Allah. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan itu. Dan jangan pula wanita yang memperolok-olokkannya.”Ayat ini merupakan larangan bagi laki-laki dan wanita.[7]

C. Implementasi
Etika menjadikan kita penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan beretika yang baik kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat. Salah satunya yaitu dengan cara berperilaku baik dengan sesama manusia baik melalui tindakan, perkataan maupun sikap kita terhadap orang lain.
E.  Aspek Tarbawi
1)      Dengan beretika yang baik, seseorang atau kelompok dapat mengemukakan tentang perilaku manusia.
2)      Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi segala kesulitan moral yang sedang kita hadapi sekarang.
3)      Dengan saling berperilaku baik dapat menumbuhkan sifat kesosialisasian dan menghindari sifat acuh tak acuh terhadap sesama.
4)      Memperkecil kemungkinan terjadinya perselisihan antar sesama dengan saling berkata-kata yang baik.
5)      Mendektkan diri kepada Allah yang maha Esa.
6)      Lebih menyadari lagi, bahwasannya apa yang kamu tidak ingin orang lain melakukannya kepadamu, jangan kamu lakukan kepada orang lain.







BAB III
A.  Kesimpulan
            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu taetha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu, tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
B.  Saran
Kami menyadari banyaknya kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini,maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan sebagai sarana evaluasi kesempurnaan dalam penulisan tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan bagi seluruh pembaca Aamiin.


Daftar Pustaka

Saebani, Beni Ahmad. 2012. Ilmu Akhlak. Bandung, Pustaka Setia.

Mulyadi, Deddy. 2014. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosada Karya, 2014.

Fattah, Affif Abdul. 1984. Dosa-Dosa Besar dalam Islam. Surabaya: Al-Qo’naah.

Al-Mahalli, Imam Jalaludin. 2010. Terjemahan Tafsir Jalalain Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algesindo.


B Mukti, Mukhlish. 2009. Tafsir Al-Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam.

Shihab, M. Quraish. 2005. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2006. Taisiru Al-Aliyyul Li Ikhtishori Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani.


Footnote :


[1]Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, (Bandung, Pustaka Setia, 2012 ) hlm. 26-27
[2]Deddy Mulyadi, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Rosada Karya, 2014) hlm. 56-57
[3]Affif Abdul Fattah, Dosa-Dosa Besar dalam Islam, (Surabaya: Al-Qo’naah, 1984) hlm. 175-176
[4] Imam Jalaludin Al-Mahalli, Terjemahan Tafsir Jalalain Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010). Hlm. 49
[5] Mukhlish B Mukti, Tafsir Al-Qurtubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009). Hlm, 56-59
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005). Hlm, 250-253
[7] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru Al-Aliyyul Li Ikhtishori Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2006). Hlm, 429-431.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel